Chapter 4

56.9K 4.7K 207
                                    

Meski aku ke kampus pukul sembilan, aku tetap bangun lebih awal untuk mempersiapkan diri. Mulai dari mempersiapkan outfit, mandi air hangat, mencatok rambut, merias wajah, semuanya aku lakukan dari pagi.

Aku tak pernah lelah mencoba tampil sempurna untuk diriku sendiri. Sebab setiap hari adalah hari penting bagiku. Setiap hari adalah kejutan di mana aku tak tahu siapa saja yang akan kujumpai secara tidak sangka di jalan nanti.

Sekarang pukul delapan dan aku sudah siap. Buku, iPad, semuanya pun sudah ada di dalam tas.

Karena semuanya telah beres, aku lalu ke balkon kamar untuk menikmati angin pagi. Ini pagi pertamaku di kompleks dan di rumah ini. Cukup melegakan karena tidak adanya polusi di sekitar atau suara bising kendaraan. Sangat damai dan tentram.

"Lily, kau mau ikut Ayah atau pergi dengan mobilmu?"

Suara ayah dari bawah. Berasal dari meja makan. Aku tidak lapar maka kuputuskan untuk tidak sarapan.

"Dengan mobilku," sahutku sembari menengok ke samping.

"Okay. Sampai jumpa nanti malam, sayang. Ayah berangkat."

"Ibu juga ke kantor sekarang. Rekeningmu sudah Ibu isi untuk minggu ini."

Beginilah keluargamu. Ayah sibuk, ibu pun sibuk. Orang tuaku sangat gila kerja, mereka jarang berlama-lama di rumah kecuali malam.

Satu yang aku akui, mereka serasi dalam hal apa pun; pola pikir, pekerja keras, ambisius, dan tak takut menerima kegagalan.

Mereka katakan padaku untuk jangan pernah takut mencoba hal-hal baru. Kegagalan pasti ada, tapi itu pacuan bagi mereka yang sungguh-sungguh agar tak lelah mencoba.

Dari orang tuaku sendiri aku menilai kalau, mencari pasangan cerdas itu penting. Jangan salah, hidup enak dan mewahku saat ini adalah hasil dari gabungan dua orang cerdas ambisius yang terus mencoba, berusaha, dan tak kenal putus asa.

Ngomong-ngomong, dari tadi mataku tertuju kepada rumah Valdos Roscoe Yordanov di depan. Mercedes Benz klasiknya parkir di halaman rumah, ada dua orang pekerja yang memangkas pohon-pohon hias di samping, dan seorang wanita—yang kutebak adalah pelayan—tengah menyiram semua tanaman bunganya pada pot-pot raksasa.

Saat aku ingin berpaling dan menutup pintu balkon, pergerakanku terjeda begitu kulihat dirinya muncul dari pintu depan. Ya, dia, pemilik kompleks ini.

Mataku menyipit mengamatinya yang jauh di sana. Berselang satu menit, seorang wanita tua muncul di sampingnya. Wanita tua itu duduk di kursi roda, dan kurasa yang mendorongnya adalah pelayan karena seragamnya sama seperti wanita yang masih menyiram bunga.

"Itu ibunya?" Aku bergumam.

"Benar, ibunya." Kulihat Valdos merunduk rendah dan mengecup kening wanita tua itu sebelum dia keluar dari teras.

Pantas bila ibunya sudah setua itu. Karena Valdos sendiri telah berusia 37 tahun.

"Apa yang kau lakukan, Lily? Cepat turun dan bertemulah di gerbang depan."

Mataku melotot. Cepat-cepat aku mengambil tasku, berlari menuruni anak tangga lalu menuju garasi di samping rumah. Tidak perlu lagi kupanaskan, langsung saja kunyalakan mesin mobilku kemudian keluar dari garasi.

Pas, tepat sekali Valdos pun akan keluar dari halaman rumahnya.

Mobil kami saling berhadapan dari jarak seratus meter. Dapat kulihat pria itu mengenakan kaca mata hitam dengan setelan jas licin berwarna biru gelap.

Kompak, sama-sama pula kami berbelok arah menuju gerbang keluar dari kompleks ini. Mobil kami bahkan sejajar dan saat kulirik memakai ekor mata, di sebelah Valdos tengah melihat ke arahku sembari menyesap cerutunya.

OLD MAN : HIS PROPERTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang