Chapter 26

32K 3.3K 790
                                    

Lily's POV

Aku tidak jadi pulang. Lebih tepatnya tak diperbolehkan pulang oleh ayah.

Lihat? Karena Valdos ayah jadi banyak bertanya padaku, bertanya tentang Benicio yang ternyata ayah pun mengenal orang tuanya. Tentu saja, tidak mungkin ayah mengenal keluarga Yordanov namun tidak mengenal keluarga Roxferd. Mereka itu satu yang terpecah jadi dua.

Untungnya ayah percaya padaku, untungnya ayah percaya bila aku dan Benicio hanya berteman karena kami memang satu kampus. Untungnya ayah mengerti, anak muda pasti suka saling bertukar percakapan di instagram atau whatsapp.

Akhirnya satu jam aku duduk manis hanya bermain ponsel. Sesekali melirik Valdos yang sibuk meladeni semua tamu-tamu pentingnya sampai mereka semua pergi satu-persatu.

Pesta sudah tidak seramai tadi. Semuanya mulai pulang dan hanya para pelayan yang sibuk bermondar-mandir, membersihkan ini dan itu, membawa semua piring-piring juga menu-menu yang tidak tersentuh.

Kini ayah beserta ibu, Valdos dan seorang pria, mereka sedang mengobrol serius sembari berdiri. Aku bosan bermain ponsel, akhirnya kuamati mereka yang bercakap-cakap tidak begitu jauh dari posisiku.

Lagi dan lagi mataku juga mata Valdos bertemu. Tatap tenangnya seolah memuja, memberi isyarat untuk mengajakku pergi ke suatu tempat dan berbagi rindu di sana. Itu mengerikan.

Aku merinding, semakin lama dia menatapku, aku teringat kini kejadian malam di dalam kamar nomor lima kala itu. Benar itu merupakan penyesalan bagiku, tapi juga merupakan pengalaman yang takkan pernah bisa kulupakan dalam hidupku.

Kepadanya, kepada pria itu, kepada Valdos Roscoe Yordanov kuserahkan diriku, mengakhiri masa murniku dalam kekuasaannya dan aku terlena. Terus terang.

Kulihat Valdos mendekat ke arahku setelah dia bicara kepada ayah. Kutebak dia meminta izin.

"Boleh aku duduk di sini?" Valdos menunjuk kursi di depanku.

Belum kujawab, dia langsung duduk. Jadi apa gunanya dia meminta izin? Dasar pria.

Kini kami saling berhadapan. Dan aku tak tahu apa yang sebenarnya terjadi, aku benar-benar masih pangling dibuatnya. Aku merasa bila dia bukan Valdos, tapi aku tahu dia Valdos.

"Bagaimana kelanjutan hubunganmu bersama Benicio?"

Lihat? Dia memang ingin sekali memulai pertengkaran. Nanti kujawab, dia cemburu, mengancam ingin memukulku.

"Benicio sangat tampan, benar?"

Lihat? Dengar? Dia memang bangsat.

"Itu benar. Dia sangat tampan, tinggi, dan keren," balasku sekalian. Tanpa melihatnya dan aku menunduk, membuka ponsel untuk membalas pesan Benicio. Pacar omong kosongku ini belum tidur, dia baru saja selesai berlatih basket.

Valdos menatapku. Dia duduk bersandar dan bersedekap tangan di dada. Seperti ingin menatarku.

"Pesan dari Benicio?"

"Um. Dia bilang rindu."

"Benarkah?"

Aku melihat Valdos. "Um. Dia mengajakku bertemu."

Kutangkap ekspresi Valdos berubah. "Bertemulah dengannya. Bertemu dan kuhajar kalian berdua sampai babak belur di tempat."

"Kau merasa jagoan, Mr. Yordanov?" timpalku berani.

Singkat Valdos menengok ke samping. Menunjukkan rahang tegasnya yang kini tak berbulu tipis. Sekilas kulihat dia mengembuskan napas kasar serta merta menekan pipi dalamnya menggunakan lidah. Kini dia melihatku kembali.

OLD MAN : HIS PROPERTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang