Chapter 40

24.5K 2.4K 1.2K
                                    

Author's POV

Tak ada waktu untuk menangis. Valdos lelah menangisi hubungannya bersama Lily yang ternyata serumit ini dan tak semudah yang ia dulu sangka.

Cukup sudah ia menangis, cukup sudah. Jika benar ia dan Lily tak bisa bersama, itu artinya Tuhan memang tak mengizinkan. Itu berarti mereka memang tak ditakdirkan untuk bersama. Itu pertanda bahwa ia harus merelakan.

Lily telah ia pulangkan ke rumah orang tuanya secara baik-baik, amat baik. Bukan Valdos, melainkan Dozan dan Emery-lah yang begitu sedih, mereka sangat tak enak hati, mereka berduka atas musibah ini. Mereka memohon kepada Valdos untuk jangan menyerah, tolong bersabar, Lily membutuhkan waktu untuk membaik, untuk sembuh.

Valdos berkata, ia takkan memaksa Lily. Ia tak ingin kian memperburuk keadaan Lily. Semua keputusan di tangan perempuan itu, ia siap menerima apa pun sebab semua ini memanglah salahnya. Valdos menyalahkan dirinya sendiri padahal ia pun telah banyak terluka.

Ketika Dozan meminta agar Valdos mengambil alih kembali semua kekayaannya karena itu bukan lagi hak Lily, Valdos juga berkata bila itu masih hak Lily. Valdos takkan mengambilnya, ia telah membuat Lily hancur, dan Lily berhak atas itu. Jika cintanya tak dapat membahagiakan Lily, setidaknya semua itu bisa.

Satu minggu berlalu, tepat di malam sabtu Valdos mengundang para pelaku perundungan Lily untuk hadir makan malam bersama-sama dengannya di sebuah restaurant. Restaurant yang biasanya Valdos gunakan untuk bertemu dengan para teman-teman pengusahanya, restaurant elit bernuansa old money yang juga hanya dihadiri oleh orang-orang elit Brazil maupun di luar Brazil.

Restaurant yang pernah didatangi oleh keluarga kerajaan Inggris, Raja Arab Saudi, juga para aktor-aktor kelas dunia lainnya. Restaurant sedari tahun 1985, paling mengesankan saentero Brazil, sering digunakan sebagai latar pembuatan film.

Selena, Beta, Amory dan Cora. Keempat gadis itu duduk di hadapan Valdos bak tikus basah nan kotor. Telapak tangan mereka dingin, wajah mereka pucat, bahkan kaki mereka gemetar kecil, gugup membelenggu.

Valdos duduk bersandar di depan keempat gadis itu. Satu tangannya menjepit cerutu, satu kaki jenjangnya disilangkan seksi, dan manik cokelatnya mengamati wajah-wajah di depannya saat ini. Datar tanpa ekspresi, tanpa suara.

"Pesanlah menu yang kalian inginkan. Tak perlu sungkan," timpal Valdos akhirnya. Memakai dua jari ia memanggil waitress yang kemudian datang, membungkuk hormat kepada Valdos lalu Valdos suruh pergi memakai dua jarinya lagi.

"Silakan. Pilihlah menu yang paling mahal jika ingin. Harga menu-menu di sini bukan masalah bagiku, aku bisa mentraktir seluruh pengunjung restaurant yang datang jika aku mau. Bahkan membeli harga diri kalian, itu pun sangat mudah. Semudah aku membayar semua menu-menu di sini yang hanyalah murahan bagiku."

Para gadis menunduk tersipu. Mereka selalu mengatai Lily perempuan murahan, gila harta, bahkan berbau pria tua karena menjalin kasih bersama Valdos. Sementara malam ini, mereka dibuat tak sanggup berkutik oleh Valdos, oleh pria tua kecintaan Lily.

"Cora?"

"Yes, Sir." Gadis bernama Cora mengangkat wajah. Menatap Valdos meski tak berani.

Lebih dulu Valdos menyesap cerutu mahalnya. Ia tilik lekat pupil Cora nan bergetar tanda takut. Memerah seluruh wajah perempuan itu.

"Kudengar ayahmu hampir mengalami kegilaan setelah dua bisnisnya bangkrut dan kalian terlilit utang. Jika kutuntut perbuatanmu kepada Lily dengan sejumlah uang, apakah orang tuamu sanggup membayar? Aku khawatir ayahmu akan semakin gila lalu gantung diri."

Kompak ketiga teman Cora menatap gadis itu. Ternyata Cora tak pantas berteman dengan mereka, Cora tak sekaya yang mereka ketahui selama ini.

"Beta putri Gubernur," celetuk Valdos hingga gadis bernama Beta menatapnya kini. Tegang, Beta berusaha agar matanya tak melotot.

OLD MAN : HIS PROPERTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang