Chapter 23

33.1K 3.2K 556
                                    

Sorry for typo.

****

Lily's POV

Seperti orang linglung kehilangan akal sehat, aku benar-benar tak bisa melupakan insiden semalam barang lima menit pun. Dari pagi sampai sore ini aku terus mengingat Valdos, mengingat bagaimana dia menyentuhku, bagaimana dia memperlakukanku dengan tidak waras hingga aku berakhir menangis tersedu-sedu di bawah tubuhnya.

Aku menyesali kejadian satu malam kami yang panjang itu, aku malu pada diriku sendiri, aku kecewa pada diriku sendiri yang ternyata tak bisa menjaga diri dengan baik.

Valdos telah mendapatkannya, dia telah mendapatkan kehormatanku yang selama ini mati-matian kujaga. Aku sudah berakhir dalam dekap kekarnya, telanjang bersamanya, dan menyatu bersama-sama dengannya.

Aku— ssshh... aku tak sanggup melupakan ini. Aku tak sanggup melupakan caranya yang lembut menyentuhku, merenggut dengan aku yang merelakan, dan dia mulai kasar di akhir. Aku tak sanggup melupakan tiap kecup bibirnya pada kulitku hingga kini aku merinding kembali.

Rasa itu, rasa itu terlalu ngilu dan amat menusuk. Milikku terluka, dia berdarah, bahkan sampai sore ini masih sangat panas, perih juga sakit. Sakitnya pun sampai ke dalam-dalam perutku. Dua kali sudah aku meminum obat, namun sakitnya masih bersarang hingga aku tak bisa ke kampus hari ini, dan mungkin juga besok.

Wajahku pucat, aku takut buang air kecil saking perihnya.

Namun dibandingkan rasa sakit pada daerah pribadiku, aku jauh lebih memikirkan hubunganku bersama Valdos. Sekarang bagaimana? Sekarang apa? Apa yang harus kulakukan? Aku harus seperti apa lagi?

Ini bukan sepenuhnya salah Valdos, tapi ini kebodohanku. Harusnya aku langsung pulang, harusnya aku tidak minum, dan harusnya aku tidak sangat bergairah seperti itu. Aku tidak tahu kenapa aku seperti itu. Rasanya sangat aneh.

Aku bahkan ingat bagaimana lebih dulu tanganku yang menggoda Valdos, mengusap-usap dadanya dan berharap dia menyentuhku. Gila, kau gila, Lily. Benar-benar memalukan. Bagaimana bisa aku berpikir begitu? Itu bukan Lily, itu bukan diriku, tapi itu aku. Sial. Aku pusing, aku marah, tapi melebihi semua itu, aku sangat malu.

Dari tadi aku menahan jeritan. Aku ingin sekali berteriak lalu menangis, memukul sendiri kepala tololku ini dengan benda tumpul. Harga diriku benar-benar jatuh, aku mempermalukan diriku sendiri hingga kini kutimba rasa malu menggunung.

"Kuharap kau tak datang dan membahasnya dengan Ayah, Valdos. Kuharap kau jaga rahasia ini hanya untuk kita berdua." Aku terus berucap demikian dalam hatiku.

Berharap, benar-benar berharap Valdos tak memberitahu ayah tentang semua ini. Aku takut, takut ayah marah, murka padaku dan akhirnya membenciku. Aku takut ayah dan ibu kecewa. Aku takut ayah menikahkanku dengan Valdos.

"Tapi bagaimana jika aku hamil?"

"Tidak. Itu tidak boleh terjadi."

Bertanya sendiri, menjawab sendiri. Aku sungguh gila.

"Nona? Tadi Nona memanggilku?"

"Uh?" Pelayan menyadarkanku. Aku sedang duduk di halaman belakang, membaca buku demi mengalihkan pikiran namun nyatanya itu tak berhasil. Aku tetap mengingat segalanya.

"Iya. Bisa kau buatkan aku segelas jus? Ada buah apa saja di lemari es buah?" tanyaku.

"Oh? Ada banyak, Nona." Dia pelayan yang subuh tadi menangkap basah diriku pulang ke rumah. Kuharap dia pun tak berkhianat lalu memberitahu ayah dan ibu jika aku pulang ke rumah pada subuh dini hari.

OLD MAN : HIS PROPERTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang