Author's POV
Segala sesuatunya memang tak bisa dipaksakan. Jika alam dan semesta telah memberi pertanda untuk berhenti sejenak, maka baiknya berhentilah.
Dan Valdos telah melakukan perintah serta pertanda itu dengan sangat baiknya. Keadaan memintanya untuk jangan memaksa Lily lagi, jangan terlalu berharap lagi, hingga akhirnya ia mengikuti arahan yang ada.
Bukan ia tak lagi mencintai Lily, bukan ia ingin berhenti berjuang pada hubungan mereka, tetapi ia sadar apabila ia harus berhenti sejenak mendambakan wanita itu. Biarlah Lily sembuh, biarlah Lily pulih, membaik dan dapat merasakan kembali dunia serta masa-masanya nan indah.
Tak apa, cinta takkan ke mana. Jika benar wanita muda itu terlahir untuknya, kelak ia akan kembali dengan sendirinya bahkan mungkin, di saat Valdos sudah tak mengharapkan apa-apa lagi.
Tapi sampai kapan? Kapan kelak yang dimaksudkan itu? Tiga bulan telah berlalu, namun Lily masih bersembunyi bak peri kecil rapuh nan takut bertemu dengan manusia yang adalah Valdos.
Beberapa kali Valdos mengunjungi rumah Dozan untuk menemui Lily secara formal, tetapi pria itu selalu pulang dengan perasaan hampa. Lily tak mau bertemu dengannya, Lily takut, Lily trauma, dan Lily benar-benar menolak. Dozan pun selalu meminta maaf bahkan sampai memegangi tangan Valdos dengan mata berkaca-kaca, tak sampai hati melihat pria itu terus datang namun berakhir dicampakan. Membawa kembali rasa rindunya yang tak pernah tersampaikan.
Valdos merana serta merindu seorang diri. Pria dewasa mengangumkan itu tersiksa akan pecutan rindunya terhadap Lily, begitu menyakitkan pun menyesakkan dada. Tak ada barang satu malam pun ia tak mengingat Lily.
Lily, Lilyku sayang, cintaku. Ia teringat akan masa-masa indah itu, masa-masa nan memabukan keduanya hingga melupakan segala batasan-batasan dan melampaui akal sehat. Terlalu indah untuk diingat, namun menyakitkan untuk dikenang.
Benarkah masanya telah berakhir? Benarkah hanya sampai seperti ini saja? Kepada sang malam Valdos bertanya-tanya, menanti jawaban yang tak kunjung ia dapatkan. Tidak sampai sore tadi Dozan meneleponnya, meminta Valdos agar hadir dalam pesta yang seorang teman pengusaha mereka adakan di mansionnya. Valdos menolak, kesedihan hatinya sangat tak ingin diajak ke pesta.
Akan tetapi, Dozan katakan bila untuk yang pertama kalinya sejak tiga bulan, Lily sangat ingin hadir di pesta, menikmati pesta bersama orang-orang dan menampilkan kembali kecantikannya.
Valdos pun tergerak untuk hadir. Namun telah ia putuskan untuk tidak menegur Lily, untuk tidak muncul langsung di depan mata perempuan itu, dan cukup mengamati Lily dari jauh demi mengobati sedikit rasa rindunya.
"Mereka datang," gumam Alfred lantas meneguk minumannya di gelas kaca.
Atensi Valdos teralihkan ke arah pintu masuk, kepada Dozan beserta Emery juga Lily. Pria itu menahan napas, tatapnya menyendu, dadanya bergemuruh mendapati Lily di sana, cantik dalam balutan gaunnya yang aggun dan menawan.
Tiga bulan tak bertemu, tiga bulan Valdos sama sekali tak tahu bagaimana keseharian Lily, malam ini ia mendapati perempuan itu telah sembuh dengan sangat baik.
Badan Lily sedikit menggemuk, pipinya menjadi lebih chubby, dan surai pirangnya dihitamkan lalu diluruskan. Senyum indah Lily merekah, bibir cantiknya dipoles oleh lipstick deep red, kemudian yang paling membuat Valdos tak sanggup berkedip ialah sebab Lily menggunakan kalung pemberiannya. Kalung berlian yang dulu pernah Valdos berikan di saat mereka bahkan resmi menjalin hubungan.
Alfred terkekeh, ia jentikan jarinya di depan wajah Valdos nan tak berkedip sedari tadi, menyorot Lily begitu sayu dari posisinya berdiri.
"Kontrol dirimu, Mr. Yordanov. Rindumu terlalu jelas," gumam Alfred agar tak ada yang mendengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLD MAN : HIS PROPERTY
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! Mature (18+) ‼️ **** Tapi bukankah memang harus begitu? Wanita memang harus dikejar dan diperjuangkan, bukan tugas mereka untuk mengemis cinta di bawah kaki pria. Hanya perempuan tolol yang rel...