Chapter 33

35K 2.9K 695
                                    

Author's POV

Di depan bibir Lily pria itu berbisik, "Baju kecil pink dan motif strawberry-mu ini membuatku sangat kencang, Miss Harlow."

Rona merah memenuhi pipi Lily. Valdos terlalu terus terang, terlalu blak-blakan. Bukan Lily sengaja memakai pakaian selucu itu, dia memang suka dan warna pink adalah kecintaannya. Andai Valdos memberitahu bila dia akan datang, mungkin Lily akan berpakaian lebih kasual seperti biasanya.

Manik cokelat Valdos menilik bibir Lily, mata Lily, dan kembali ke bibir. "Jadilah dirimu sendiri. Kenakan apa pun yang kau suka, kau tak perlu berpura-pura jika di depanku. Aku mencintaimu dan segalanya yang ada padamu," ucap Valdos pelan.

Dia suka Lily yang begini atau yang begitu. Seperti apa pun Lily-nya, dia akan tetap suka.

"Tapi bukankah ini terlalu seperti anak kecil? Kau pasti berpikir kalau aku sangat—"

"Uhm? Tidak." Valdos menyela, dia menyorot Lily dengan mata yang tersenyum. "Ini hanya pakaian, bukan sesuatu hal yang dapat mengubah sifat atau pemikiran dewasamu. Tidak apa, tidak perlu malu."

Bagaimana tidak malu? Valdos mengaku bila dia mengencang karena pakaian itu. Dan bagaimana Valdos tidak mengencang? Dada Lily tampak membusung karena kaos pinknya yang kecil dan ketat, juga paha mulusnya terpampang nyata. Jangan lupakan fakta yang satu ini bahwasannya Valdos ialah pria dewasa, dia normal, benar-benar normal.

Valdos berdeham kecil. Menyadari bila mulutnya sedikit lancang beberapa saat lalu dengan mengakui dirinya mengetat. Barulah rasa malunya muncul ketika Lily terdiam dan situasi menjadi agak canggung.

"Maafkan mulutku," celetuknya. Ia tetap memegang tangan Lily.

Lily masih diam, ia mengangguk sebagai jawaban. Memiliki kekasih yang jauh lebih dewasa dan yang dicintai sepenuh hati ternyata selalu mendebarkan dada. Lily tak bisa untuk tidak berdebar, sekarang ia tak bisa untuk tidak merasa malu jika bersama Valdos. Ternyata dunia percintaan sekacau itu.

"Aku pulang." Valdos melepaskan tangan Lily, dia cium lagi kening Lily satu kali.

Mereka lalu meninggalkan halaman belakang. Seiring keduanya melangkah menuju ruang tamu. Mereka harus berpisah di situ, tetapi diam-diam hati mereka merasa berat. Mereka masih ingin duduk bersama, berbincang, atau mungkin berpelukan lebih lama lagi.

"Tolong langsung pulang dan jangan—."

Tidak sampai selesai Lily berucap, suaranya putus saat tiba-tiba Valdos menarik pipinya, mendapatkan bibir Lily lalu ia cumbu penuh rindu. Dada Lily meninggi, ia memegang lengan keras Valdos, ia remas sembari merelakan bibirnya dirampok.

Langkah Lily perlahan mundur ke belakang, mentok keduanya pada sofa di ruang tamu dan di situlah Lily jatuh terduduk tak dapat menahan beban tubuhnya sendiri. Kepalanya berat mendapat serangan tiba-tiba Valdos.

Tak terpisahkan, Valdos menindih Lily rasa-rasa, memeluk pinggang Lily dari bawah dengan posisi berbaring di sofa. Pagutan demi pagutan terlaksana, menciptakan suara merdu kecapan yang indah di telinga.

Pelan-pelan Valdos melerai, melepas tautan bibir mereka. Sayu redup ia memandang wajah merona Lily dengan bibir Lily nan basah. Tak ada suara, tak ada percakapan apa pun, mereka bungkam namun mata keduanya seolah tengah berbincang.

OLD MAN : HIS PROPERTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang