Author's POV
Alfred memandang Dozan. Ia berdecih kecil kemudian menyeringai. "Dia pria yang sangat gila harta, Valdos. Belilah putrinya dengan seluruh kekayaanmu, sebab di matanya, Lily adalah propertinya yang amat berharga. Maka rebutlah Lily, beli Lily menggunakan seluruh kekayaanmu dan biarlah dia menjadi propertimu. Berpindah tuan serta pemilik."
"Jaga bicaramu. Lily bukan suatu barang yang dapat kalian beli," geram Dozan. Rahangnya mengencang tanda marah dan matanya menajam.
Dari mulut Valdos mengembuskan napas. Ia manggut-manggut kecil, pelan samar-samar. "Aku tidak akan memaksa lagi. Dia putrimu, aku tak ada hak apa pun," kata Valdos lalu melihat Alfred. "Mari kita pulang. Aku tak ingin memperumit keadaan dengan terus memaksa."
Kening Alfred mengernyit, ekspresi wajahnya seolah berkata, kau waras? Berjuanglah lebih keras.
"Valdos—"
"Kita pulang, Alfred. Kita pulang," pekik Valdos akhirnya. Ia membentak lantang, matanya melotot namun berair.
"Kau tidak dengar? Dia tak ingin aku menikahi putrinya yang berharga itu. Aku tidak pantas bersama putrinya," teriak Valdos. Tangannya gemetar menunjuk-nunjuk ke bawah, ia tahan suara tangisnya agar tak terlepas, namun air matanya berderai.
"Lily tidak pantas bersama pria tua bau tanah sepertiku. Dia ingin putrinya menikah bersama pemuda tampan gagah dan kaya raya, bukan lelaki yang tidak lama lagi beruban lalu masuk lubang kubur." Valdos terus membentak-bentak, sesaat ia menunjuk wajah Dozan ketika berucap barusan.
"Dari awal kau tahu, kau memang tak pantas bersama putriku. Kaulah yang—"
"Akulah yang apa?" potong Valdos serta merta membentak Dozan. Ia melengos cepat hingga Dozan dapat melihat mata pria itu yang merah sampai ke saraf-saraf di bagian dalam, basah mengalirkan bulir bening.
Pria itu marah, ia yang selalu berusaha bersikap dermawan, penuh kasih kepada semua orang, sopan kepada siapa pun, untuk pertama kalinya Dozan melihat Valdos semenggelegar ini. Ia tak ubahnya bak petir menyambar pada siang bolong, tanpa hujan, ataupun awan gelap.
"Akulah yang apa, Dozan? Aku apa? Aku memaksamu? Aku memaksa Lily?" Rahang Valdos sekencang tali jangkar. Ia maju mendesak Dozan.
"Kau! Kaulah yang dengan sengaja memperkenalkan putrimu padaku bahkan sedari dia masih berusia 13 tahun. Kau terus bercerita tentangnya padaku padahal aku tak ingin mendengarnya dan aku tak peduli. Kau selalu membawanya ke pesta-pesta setiap kali kau tahu, aku akan hadir di sana. Kau pernah berkata; nikahilah putriku ketika dia dewasa nanti. Kau! Kaulah yang seolah-olah ingin membuatku jatuh hati pada putrimu." Cepat, lantang, penuh emosi Valdos bertutur kata. Ia tahan rasa sesak hebat di dadanya.
Mendengar bentakan-bentakan besar Valdos, Lily yang berada di kamar pun bergegas turun ke bawah. Kompak semua mata menoleh, ke arah Lily mereka semua memandang. Muncul pula Emery dari arah dapur.
"Masuk. Kembali ke kamarmu," pinta Dozan. Menunjuk ke atas tangga.
Lily terpaku di wajah Valdos. Matanya mendadak panas dan pandangannya memburam. Ia merindukan pria itu, ia rindu pada kekasihnya, ia ingin mengeluh pusing pada Valdos, ia ingin Valdos memeluknya sembari memijat kepalanya.
"Lily!" Dozan membentak tinggi tatkala Lily melangkah maju, berlari kecil dan langsung berhambur diri ke dalam dada Valdos, memeluk Valdos erat kemudian menangis tersedu hingga pundaknya kontan bergejolak.
Meledak, terlepas tangis Valdos dan ia balas dekap Lily dengan kencang. Ia peluk, benar-benar memeluk sembari menempelkan bibirnya pada pucuk kepala Lily. Begitu takut kehilangan, hancur hati membayangkan mereka akan segera dipisahkan dan takkan ada kesempatan untuk bersama. Berjuang pun tak diizinkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLD MAN : HIS PROPERTY
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! Mature (18+) ‼️ **** Tapi bukankah memang harus begitu? Wanita memang harus dikejar dan diperjuangkan, bukan tugas mereka untuk mengemis cinta di bawah kaki pria. Hanya perempuan tolol yang rel...