Sorry for typo.
****
Lily's POV
Sepanjang malam aku berpikir, benar-benar berpikir mengenai kelanjutan permainanku. Biasanya aku melewatkan malam minggu dengan menonton film kesukaan atau menonton podcast, tetapi semalam, malam mingguku hanya dipenuhi oleh pikiran akan Valdos Roscoe Yordanov.
Valdos, Valdos, Valdos.
Aku takut diriku akan kalah dalam waktu dekat ini. Bagaimanapun, aku tetap hanyalah seorang perempuan muda biasa. Aku bisa merasakan salah tingkah, aku bisa gugup, dan aku bisa gemetar ketika ditatap penuh pesona oleh pria tua sialan itu.
Jika semua ini kuteruskan, aku benar-benar akan kalah dalam waktu dekat, dan aku tak ingin itu terjadi.
Berjam-jam aku memikirkan akan semua ini. Sebelum memadam lampu lalu tidur, aku pun menemukan satu jawaban yang kurasa, itulah yang terbaik.
Aku harus berhenti; berhenti berusaha mencuri hatinya, berhenti memainkan peranku, berhenti membuatnya tertarik, dan berhenti memainkan mantraku.
Kutekankan, Valdos akan menang tidak lama lagi jika aku bersikukuh melanjutkan semua ini. Dia akan memenangkanku, dan mungkin dia akan langsung menikahiku. Terus terang kukatakan, aku belum siap untuk yang satu itu.
Dia pria dewasa. Dia membutuhkan istri secepat mungkin dan dalam waktu dekat ini. Jika dirinya harus menunggu, mungkin dia harus menungguku sekitar lima atau tujuh tahun lagi sampai aku merasa siap. Karena targetku, aku ingin menikah ketika usiaku telah di atas 25 tahun. Sementara Valdos? Usianya sudah memaksa, mengharuskan dirinya menikah lalu segera memiliki keturunan.
Semalam semuanya kupikirkan, kupertimbangkan, dan akhirnya kuputuskan untuk berhenti. Menyudahi, mengakhiri permainanku sebelum ini menyeretku jauh lebih ke dalam.
Tapi ayah dan ibu tak boleh tahu tentang ini. Mereka tak boleh tahu aku sudah memutuskan untuk berhenti. Valdos memang menantu idaman semua mertua, tetapi aku sadar, aku masih terlalu muda untuk memasuki dunia pernikahan. Sebab yang kuinginkan adalah kekasih, bukan suami.
"Apa rumah yang ini kosong? Aku tak pernah melihat keluarga ini membuka pintu atau jendela mereka," kata ayah. Kami melihat ke arah satu rumah di kompleks ini.
Ini minggu pagi yang cerah. Ayah mengajakku dan ibu jalan pagi menyusuri jalanan aspal kompleks yang sepi, luas, indah, hangat dan terasa nyaman. Kami berpakaian santai, membawa juga anjing betina kesayangan kami yang berbulu putih lebat, cantik dengan hiasan kalung berbandul pada lehernya.
Kami jalan perlahan, menikmati udara sejuk, mengobrol ringan membahas kuliahku. Dua bulan lagi aku akan ujian semester, dan lulus nanti, aku akan mengikuti sekolah khusus perancang busana seperti yang kuinginkan sebelum akhirnya membangun rumah busanaku sendiri. Masa depanku tertata sebab aku memiliki orang tua yang memenuhi segala hak-hak anaknya, aku bersyukur akan itu.
"Chiki..." Aku tertawa, anjing kami Chiki sangat senang diajak jalan pagi. Dia berlari jauh, berlari lagi mendekat, berputar-putar di tempat dan memeletkan lidahnya. Kami gemas.
Mengeluarkan ponsel, aku merekam video Chiki berlari, merekam juga ayah dan ibu di samping. Ayah merangkul bahu ibu, mereka melihat ke kamera lalu memasang senyum hangat. Dua sosok yang merupakan titik kehidupanku, aku bangga pada mereka, aku cinta kepada kedua orang tuaku.
Setelahnya video singkat ini kuposting di instastory. Memberitahu seluruh pengikutku kalau minggu pagi ini aku sedang bahagia.
"Mr. Yordanov dan Ibunya," celetuk ayah tiba-tiba.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLD MAN : HIS PROPERTY
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! Mature (18+) ‼️ **** Tapi bukankah memang harus begitu? Wanita memang harus dikejar dan diperjuangkan, bukan tugas mereka untuk mengemis cinta di bawah kaki pria. Hanya perempuan tolol yang rel...