Chapter 11

39.9K 4.1K 523
                                    

Sorry for typo.

****

Valdos's POV

Aku tidak main-main, aku serius pada ucapanku. Aku ingin melamar Lily, dan kurasa ini waktu yang tepat meski memang terlalu terburu-buru.

Kurasakan tubuh Lily semakin menegang setelah semua ucapanku terlontar. Kendati ekspresinya tenang, namun aku tahu dia menahan perasaan amat terkejut. Ini terlihat dari pupil matanya yang bergetar kecil sebab kami masih saling menatap dan tangannya pun masih kugenggam.

"Tolong katakan sesuatu," mintaku. Benar, aku meminta padanya untuk menjawab. Berdetik-detik dia hanya bungkam tanpa sepatah kata pun dan itu mendebarkan dadaku. Mendebarkan dada pria setua diriku ini.

"Maaf," celetuknya tanpa menjawab apa-apa. Menarik tangannya dari genggamku kemudian melangkah menjauh, meninggalkanku di sini yang hanya bisa mengamati kepergiannya dalam keheningan.

Lily pergi tanpa memberi respon apa pun. Melukai harga diriku dan terus terang, aku shock.

Dalam-dalam aku menarik napas, menahannya sejenak lalu kuembuskan. Banyak perempuan di luar sana yang berharap aku melamar mereka, termasuk beberapa mantan kekasihku yang sampai rela memohon-mohon agar jangan kutinggalkan. Tetapi hari ini, seorang gadis muda menolakku secara terang-terangan.

"Baiklah, Miss Harlow. Mari kita lanjutkan permainanmu. Tempat tinggalmu hanya di depan sana, dan aku tak takut untuk menemui orang tuamu jika aku nekat."

Dia lupa, dia memancing pria dewasa dan bukan lelaki muda yang baru tumbuh jakun dan kumis.

****

Empat hari setelah di mana aku memberanikan diri mengatakan kepada Lily bila aku ingin melamarnya, empat hari itu juga aku sama sekali tak melihat keberadaan Lily.

Entah di balkon kamarnya, di garasi rumahnya, atau sekadar berjumpa di gerbang depan pun tidak. Satu yang kupahami, Lily berusaha menjaga jarak sebaik mungkin dariku.

Ini membingungkan. Di awal dia seolah menginginkan aku mengejarnya, dia membuatku penasaran dan gelisah, namun setelah kuutarakan niat baikku, dia justru hilang-hilangan seakan-akan tak pernah mengenalku. Seakan dia tak pernah memiliki niat agar aku mengejarnya.

Aku mulai bertanya-tanya, apa yang dia inginkan? Sementara di sini, aku semakin memikirkannya.

Apa semua gadis muda memang semembingungkan ini?

Tapi tak apa, karena malam ini, aku dan Alfred akan mendatangi rumah Dozan Harlow yang artinya aku berkesempatan untuk melihat Lily di sana. Aku dan Alfred ke sana untuk membahas mengenai kelanjutan rencana bisnis kami. Ini weekend dan kebetulan Alfred tidak begitu sibuk.

"Jalan kaki saja, itu tidak jauh," kata Alfred sembari membenarkan dasinya.

Aku setuju. Pukul tujuh tepat kami berdua kemudian berjalan kaki menuju rumah Dozan Harlow. Sejajar kami melangkah dengan menenteng koper masing-masing.

Setibanya di depan pintu, Alfred lah yang menekan bell. Aku menengok ke arah garasi, melihat bila ada mobil Lily terparkir dan itu artinya dia pun sedang berada di rumah. Bagus, segera aku akan melihat wajahnya setelah ini.

Beberapa detik usai Alfred menekan bell, pintu terbuka dan yang pertama kali kutemukan ialah kedua mata indah Lily. Dia yang membukakan kami pintu, menyambut kedatangan kami dengan senyum tipis ramahnya.

"Selamat malam, Miss Harlow."

Spontan aku menengok melihat sisi wajah Alfred. Apa-apaan? Kenapa dia ikut-ikutan memanggil Lily sama formalnya denganku?

OLD MAN : HIS PROPERTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang