Chapter 22

35K 3.2K 509
                                    

Author's POV

Pagi itu Lily pulang ke rumah pada pukul lima dengan menggunakan taksi. Mengendap-endap seperti pencuri, salah satu pelayan mereka memergok Lily masuk melalui pintu dapur.

"Nona?"

Lily terkesiap, buru-buru ia menyeka air matanya. Sembap, bengkak kedua mata Lily.

"Nona baru pulang?" Si pelayan bertanya pelan, memastikan bila tak ada orang lain lagi selain mereka berdua.

Lily menahan senggukan, ia mengangguk cepat dan menyatukan kedua telapak tangannya. "Kumohon jangan bilang pada Ayah dan Ibu. Ini rahasia kita, kumohon," minta Lily serak. Ia memohon, benar-benar memohon.

"A-aku berjanji. Tapi, t-tapi Nona kenapa? Nona dari mana?" Pelayan muda itu bertanya lagi.

Lily masih lengkap dengan gaun pestanya, tas, juga heels. Ia baru pulang dari kediaman Mr. Greek, melarikan diri dari kamar tamu.

"Aku tidak bisa menceritakannya padamu. Tapi kumohon, kumohon jangan beritahu Ayah dan Ibu," balas Lily semakin serak. Ia tersengguk lagi, hidungnya memerah.

"Kalau begitu Nona cepat ke kamar. Tidak lama lagi Tuan akan bangun, beliau selalu bangun di jam begini."

Bekerjasama, si pelayan memantau kemudian Lily segera menaiki anak tangga menuju kamarnya. Sesampai ia di kamar, Lily menjatuhkan tas serta heelsnya ke lantai, menuju ranjangnya dan merebah, menangis membenamkan wajah di bantal.

Mukanya pucat, lipsticknya pudar, daerah pribadinya perih, sakit, terluka. Lily kehilangan mahkotanya. Kehilangan kemurniannya di kediaman Mr. Greek, di kamar tamu nomor lima itu.

Bagaimana bisa? Bagaimana bisa ia melakukan itu? Lily menanyakan ke mana perginya akal sehatnya semalam, ke mana kewarasannya sampai-sampai ia menerima sentuhan pria itu, bahkan menikmatinya setelah beberapa saat berlangsung.

Sebelumnya ia katakan pada kedua orang tuanya bila ia akan pulang dengan sopir. Namun tiba-tiba Alfred muncul di hadapannya saat Lily akan keluar dari kediaman Mr. Greek.

Mereka kemudian mengobrol. Menerima gelas berisi minuman pemberian Alfred sebagai tanpa hormat, Lily meneguk tandas dan ia terus menerima lagi gelas-gelas berikutnya. Mereka minum bersama sembari berbincang, membahas ini dan itu, dan terus minum sampai akhirnya Alfred benar-benar mabuk berat.

Bukan hanya Alfred, Lily pun sama mabuknya. Ia gadis baik-baik, ia tak terbiasa minum, dan minuman dengan kadar alkohol tinggi itu membuat Lily langsung mabuk berat tak terkendali. Ia dan Alfred tertawa bersama, namun tiba-tiba Lily muntah. Ia memuntahi jas Alfred yang langsung Alfred lepaskan jasnya di sana.

Lily ingat Alfred bertanya, "Kau ingin istirahat? Aku akan meminta satu kamar pada Mr. Greek untukmu."

Lily ingat lagi dirinya mengangguk berat, setuju tanpa berpikir panjang dan memang, tak seorang pun yang sedang mabuk dapat berpikir panjang dan jernih.

Kemudian Lily ingat Alfred memapahnya, membawanya memasuki satu kamar yang mirip dengan kamar hotel. Alfred membaringkannya di ranjang, dan setelah itu, Lily tak tahu apalagi yang terjadi. Dia tertidur.

Namun tidak berselang lama, tiba-tiba Lily mendengar suatu keributan.

"Harusnya aku tidak minum... harusnya aku langsung pulang..." Sembari menangis Lily bermonolog serak, menekan kuat mukanya di bantal. Ia tak sanggup mengingat semuanya, ia tak ingin mengingat kejadian itu. Ia malu pada dirinya sendiri. Ia kotor, tubuhnya kini telah berbau pria.

"Kau tolol, Lily... kau memalukan..."

****

Pukul 07.15

OLD MAN : HIS PROPERTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang