Chapter 21

37.5K 3K 975
                                    

Valdos's POV

Suaranya putus. Kutarik dia ke dalam pelukanku, kudekap dirinya dengan erat. Lututku mendadak lemas, aku ingin tumbang sampai-sampai kutopang tubuhku dengan menekan kuat dinding di depan. Sesaat napasku tertahan, merasakan tubuh hangatnya berada dalam dekapku.

Kuatur napasku kembali normal. Kupeluk tubuhnya dengan kedua tanganku, melilitnya erat dan aku benar-benar memeluknya sedalam mungkin.

Lily membeku tanpa suara. Kurasakan debaran di dadanya, kencang seperti debaranku.

"Aku rindu," ungkapku pelan seperti bisikan. Aku terpejam menikmati debaran kami berdua.

Kudengar Lily mengembuskan napasnya perlahan. "Tolong lepaskan."

"Begini." Kubawa kedua tangan Lily ke pinggangku, membuatnya membalas pelukanku.

"Valdos, ini tidak pantas."

"Satu kali ini saja. Anggap ini pantas."

Tak tahu apa yang salah. Saat Lily menyebut namaku barusan, aku tak merasa bila itu tidak sopan. Di posisi ini, di saat seperti ini, aku merasa sebutannya barusan sangatlah tepat. Dan suaranya yang bergetar membuat penyebutan itu kian sempurna.

Aku tak ingin ini cepat berakhir, aku tak ingin melepasnya, aku ingin memeluknya lebih lama lagi namun seperti katanya, ini tidak pantas.

Pelan-pelan melerai, kulepas dekapanku dengan perasaan tak terelakan.

Kupandang wajah memerahnya di bawah. Lurus dia hanya menatap dadaku.

Jari-jemariku gelisah, mereka memberontak memaksaku untuk menyentuh pipi Lily, merasakan selembut apa kulit pipinya yang sedang memerah ini. Sehangat apa kulit halusnya ini.

"Lil— Lily?"

Kompak aku dan Lily melihat ke ujung dapur, kepada Dozan di mana dia tampak salah tingkah di sana. Kaget melihatku dan Lily di sini, di bawah remang-remang pencahayaan dan tangan Lily sudah kembali berada dalam genggamku.

"Maaf. Lanjutkan obrolan kalian. Kupikir tadi—"

"Mr. Harlow, aku mencintai putrimu. Tolong minta padanya untuk memaafkanku."

"Valdos please." Lily tarik paksa tangannya dan tetap kutahan.

"Lily please. Kasih aku kesempatan untuk merebut hatimu. Aku takkan seberani dan senekat ini berterus terang pada orang tuamu bila aku tak serius."

"Aku tidak ingin—"

"Aku ingin, Lily. Aku ingin mengajakmu serius. Aku ingin."

Kutatap lagi Dozan di sana. Dia terdiam. "Tolong minta putrimu untuk memaafkanku. Kesalahanku yang kemarin adalah karena kami tak memiliki hubungan apa pun. Andai dia menerimaku tanpa banyak drama, aku takkan melakukan kesalahan itu. Aku pria dewasa yang memahami arti kesetiaan. Kau mengenalku sejak tujuh tahun lalu, kau tahu sesetia apa diriku pada kekasihku di saat mereka bahkan hanya menginginkan uangku."

"Valdos!"

"Lily tolong diam." Singkat aku melihat Lily dan kembali menatap Dozan di sana. "Dozan, tolong. Aku habis akal, Dozan. Putrimu seperti batu."

Sikap formalku dan Dozan hanyalah terjadi saat kami sedang bersama yang lain. Aku dan Dozan berteman, tujuh tahun kami berteman akrab, asal tahu saja.

Sedari Lily masih berusia 13 tahun, Dozan sudah selalu menceritakan tentang Lily padaku. Dia bilang putrinya sangat cantik, dia akan menjadikan putrinya wanita hebat, putrinya begini, putrinya begitu. Sudah lama, sudah dari lama aku mendengar tentang Lily dari ayahnya langsung.

OLD MAN : HIS PROPERTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang