Chapter 8

56.3K 5.4K 594
                                    

Ini pada nggak suka kah? Pada nggak minat sungguh-sungguh kah sama cerita ini? Aku pindahin saja ya di Bestory kalau gitu. Sepi banget di sini, bikin males update.

****

Lily's POV

Sudah pukul enam. Aku pun sudah mandi, mengenakan setelan santai namun tetap elegan, juga merias wajah dengan tidak menor. Tipis-tipis seperti biasanya dan aku suka itu. Semakin formal dan semakin penting acara yang akan kuhadiri, riasan wajahku akan semakin tipis dan sederhana.

Karena di dalam suatu pesta, yang dinilai bukan hanya riasan wajah kita. Tetapi seluruhnya, dimulai dari ujung kaki sampai pada kepala. Maka dari itu, pertipis riasan wajahmu, namun buatlah mata semua orang memandang kagum padamu atas setelan yang kau kenakan.

Berpakaianlah bagai seorang bangsawan, elegan, klasik, tetapi berkualitas dan mahal. Jika belum bisa membeli brand mahal dan original, jangan terbiasa memakai barang bodongan yang palsu. Itu hanya akan mempermalukan dirimu sendiri apabila kau bertemu dengan orang yang benar-benar tahu akan kualitas.

Bergayalah sesuai kemampuan. Jangan utamakan gaya daripada perut. Jika kebutuhan makan saja masih kurang, tak perlu banyak gaya. Kasihanilah perut kita, begitu yang ayahku katakan.

Lagi pula sebagai perempuan, yang terpenting adalah tahu kebersihan diri. Sebab cantik itu dimulai dari dalam seperti menjaga pola makan dan tidur agar terhindar dari jerawat, mata panda, dan agar mendapatkan kulit yang sehat. Karena bersih pun bagian dari kecantikan, aku mempelajari itu.

"Mereka datang," celetuk ayah di bawah.

Bergegas ayah dan ibu berdiri dari sofa sementara aku tetap di lantai dua, melihat ke arah luar di mana terdapat dua mobil parkir di halaman depan rumah kami. Dua mobil yang berbeda, satu merupakan mobil Mercedes Benz 250 SL milik Valdos, dan yang satu Bugatti Chiron pure sport milik saudara lelakinya. Siapa tadi namanya? Alfred? Ya, kurasa itu.

Mereka kakak beradik, tapi kurasa mereka memiliki selera dan style yang berbeda. Valdos menganut dan hidup dalam vibe old money, sementara dari mobilnya saja, kurasa Alfred menyukai gaya hidup glamor pria kaya raya zaman sekarang yang gaul dan modern.

Aku diam di sini. Selang satu menit, dua pilar kehidupan makmur idaman para wanita-wanita itu pun memasuki ruang tamu.

Valdos dan Alfred, mereka muncul dalam setelan formal dengan langkah gongai lebar yang setara. Mataku fokus pada mereka, kuamati keduanya dan memang, mereka memiliki aura serta wibawa yang berbeda.

Sama-sama mengenakan outfit serba hitam, tetapi Alfred tampak lebih hangat dan ceria, ia bahkan merekahkan senyumnya kepada ayah dan ibu. Sementara Valdos, ia hanya tersenyum ramah tipis-tipis, melepas sarung tangan kulit merk Guccinya ia lalu berjabat tangan bersama ayah dan ibu yang menyambut mereka.

Tinggi mereka sejajar, muka mereka pun mirip, tapi tetap, mereka terasa berbeda. Ketika ayah dan ibu mempersilakan mereka duduk, kudapati Alfred berbincang dengan penuh ekspresi. Tangannya bergerak-gerak, posisi duduknya terbuka mengangkang, sementara Valdos duduk menyilangkan satu kaki dengan elegan, mengobrol santai dan tetap hanya mengulas senyum ramahnya tipis-tipis.

"Lily? Kemari, turunlah."

Smirkku tercipta. Begitulah ayahku, dia selalu ingin menunjukkan kepada siapa pun bila dia memiliki seorang putri yang cantik. Dia sangat bangga padaku dan aku harus mempertahankan itu. Aku harus bisa membuatnya semakin bangga dan lebih bangga lagi padaku.

Kini aku menuruni anak tangga memutar dari lantai dua. Perlahan aku melangkah, memegang pembatas tangga lalu di bawah sana mata Yordanov bersaudara kompak melihat ke arahku.

OLD MAN : HIS PROPERTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang