Author's POV
Menengadah Lily memandang Valdos. "Kau tahu? Kata orang, jika pria yang meminta berpisah, itu berarti untuk selamanya. Sekuat apa pun aku ingin berpisah, jika kau masih ingin bersama, kita pasti akan tetap bersama. Tetapi jika kau yang meminta berpisah, maka takkan ada lagi caraku untuk kembali."
Samar-samar Valdos menggeleng. "Tidak, bukan seperti itu. Aku hanya ingin kau terbebas dari bebanmu. Semenjak aku hadir dalam hidupmu, kau tampak terbebani atas hadirku. Perundungan yang kau alami tiga bulan lalu, itu bahkan adalah karena diriku, Lily. Karena kau bersamaku, karena kau mengandung anakku, dan semua itu membuat orang-orang di sekitarmu, teman-temanmu di kampus, mereka semua membicarakanmu. Selena, Beta, Amory dan Cora, mereka semua—"
"Sungguh kau menyesal atas kebersamaan kita selama ini? Kenapa jadi kau yang lembek dan ingin menyudahi hanya karena itu? Oh, aku tahu." Lily tarik tangannya dari genggaman Valdos. Matanya basah tak tercegahkan.
"Apa karena aku tak berhasil memberimu keturunan? Jadi kau tak menganggapku berharga lagi? Apa karena aku gagal melahirkan anak itu untukmu?" Sesak. Seperti ada gumpalan asap dalam dada Lily. Ia baru saja kembali dan ingin melanjutkan hubungan mereka, tetapi Valdos justru berniat memulangkannya kepada Dozan dan Emery selamanya. Itu jahat, itu menyakitkan.
Kening Valdos mengernyit pun matanya jadi agak melotot. "Apa yang kau bicarakan? Ini bukan semata-mata hanya karena anak yang keempat perempuan sialan itu gugurkan. Ini tentangmu, tentang kenyamananmu. Terbukti bahwa atmosfer di sekitarmu berubah berat bahkan gelap, saat kau bersamaku. Lihat dirimu, sekarang kau jauh lebih baik padahal baru tiga bulan kita berpisah. Kau benar-benar membaik tanpaku di sisimu, Miss Harlow," tegas Valdos.
"Aku tidak bisa menerima alasanmu, Valdos." Lily mendorong dada Valdos. Suaranya mulai meninggi. "Sampai hati kau berniat mengusirku dari hidupmu setelah aku berusaha pulih, membaik dan agar bisa kembali padamu. Kau jahat," jerit Lily. Sekali lagi dia mendorong dada Valdos, membuka pintu kemudian berlari keluar.
"Miss Harlow." Valdos mengejar, menyusul langkah cepat Lily dengan berlari.
"Kau tak bisa begini." Valdos menangkap tangan Lily, terjeda langkah keduanya di ruang tamu. "Kau salah memahami maksudku," ucap Valdos cepat.
"Kau ingin kita benar-benar berpisah, benar? Aku mengerti maksudmu. Tidak perlu kau beralasan begini dan begitu, aku tahu kau sudah lelah denganku, denganku yang plin-plan, labil, dan seenaknya ini. Aku tahu kau lelah menungguku, membujukku, merayuku, dan terus berjuang untukku. Aku tahu kau lelah." Bibir Lily bergetar, jatuh melengkung dan ia tersengguk satu kali.
Valdos pusing. Ia lepaskan tangan Lily, mengayun tangannya satu kali seolah meninju angin, berbalik badan lalu memukul kepalanya sendiri. "Aku tak pernah lelah denganmu," katanya setelah kembali menghadap Lily.
"Kulihat kau sangat damai tanpaku dan itu sangat baik. Jika hadirku hanya memberimu masalah dan beban, bahkan trauma seperti lalu, jadi untuk apa aku bersamamu? Untuk apa pria tua ini bersamamu jika dia hanya memberimu banyak masalah?" Rahang Valdos mengetat saat ia berucap, matanya melebar, dan sembari ia tunjuk-tunjuki dadanya sendiri.
Dalam-dalam Valdos menarik napas. Ia memejam, mengembuskan napasnya kasar lantas membuka mata dan menatap Lily kembali.
"Aku menghancurkan hidupmu dan—" Valdos membuka kedua tangannya singkat, sulit berucap. "Dan aku merasa sangat bersalah. Aku menidurimu berkali-kali hingga kau hamil, setelah kau hamil orang-orang membicarakanmu, kau mendapat perundungan dari keempat gadis itu, kau terluka, kau keguguran, dan kau mengalami trauma ringan."
Lingkar mata Valdos memerah. "Semua salahku. Semua itu berawal dari diriku, aku merusak hidupmu, masa muda dan masa gadismu yang luar biasa. Aku bukan pria sejati, aku tak layak—"
KAMU SEDANG MEMBACA
OLD MAN : HIS PROPERTY
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! Mature (18+) ‼️ **** Tapi bukankah memang harus begitu? Wanita memang harus dikejar dan diperjuangkan, bukan tugas mereka untuk mengemis cinta di bawah kaki pria. Hanya perempuan tolol yang rel...