Valdos's POV
Di bulan ke enam pernikahanku dan Lily, di saat aku sedang sibuk-sibuknya begitu juga dengan Lily yang saat itu sedang mengambil sertifikasi designer, tiba-tiba Lily jatuh sakit dan dua kali sudah dia pingsan ketika pagi hari.
Bodohnya kami, kami tak membawa Lily ke Dokter dan hanya meminta pelayan merawatnya di rumah. Sampai ketika ibu datang menjenguk Lily, dia omeli kami berdua yang terlalu bodoh dan tidak tahu jika Lily sedang hamil.
Kuingat aku sampai melotot dan memekik shock begitu juga Lily. Bagaimana tidak? Lily sudah cukup banyak meminum obat karena mengira dia sakit dan bukan hamil.
Eeeeyyy... memang, bodoh sekali kami berdua. Ibu sampai pukul-pukuli bokongku dan mengata-ngataiku hanya tahu menyodok. Maaf jika terlalu vulgar, tapi memang begitulah yang ibu katakan.
Dan selama kehamilannya, Lily benar-benar membuatku kalang kabut dengan sikapnya. Dia galak sekali, sungguh. Aku takut sekali tiap kali dia mulai kesal dan mengomel. Rambutku ini selalu rontok di tangannya karena tiap dia marah padaku, selalu rambutku yang menjadi sasaran. Kupikir aku akan cepat botak, untung saja tidak.
Bukan main. Seketika Lily menjelma menjadi singa betina. Parahnya, dia tidak suka melihat wajahku. Dia jengkel melihatku. Dan karena itulah sampai-sampai aku tidak pulang ke rumah hingga dua minggu, menginap di rumah ibu dan Alfred seperti anak yang dibuang.
Satu hari saat kutemani dia berbelanja, Lily mengamuk di Mall karena aku mengobrol bersama seorang wanita. Kacau. Dengan perut besar dia menjambakku, mengomel sepanjang jalan hingga aku tersenyum kikuk kepada setiap orang yang melihat kami.
Jika perempuan lain selalu ingin ditemani oleh suami mereka saat proses bersalin, berbeda dengan Lily yang mengusirku dari ruangan, tak mau melihatku karena katanya anaknya jadi tidak mau keluar. Ya sudah, terpaksa aku berdiri saja di depan jendela seperti pencuri, mengamati istriku melahirkan dari jendela dan itu Alfred rekam sampai di hari ini kami bisa terus menontonnya.
Luar biasa. Sembilan bulan aku dibenci oleh istriku sendiri dan ketika anak kami lahir lalu kini telah menginjak usia dua tahun, wajahnya benar-benar copy paste diriku. Sering sekali Lily mengusap-usap wajah putri kami dan berkata, "Kenapa kau mirip sekali dengan Ayahmu, uh? Bagaimana bisa kau setega itu pada Ibu? Hey, sembilan bulan Ibu yang mengandungmu sembari terus berkuliah."
Lily tidak tahu saja, aku pun sampai ikut mengidam saat dia mengidam. Dia bisa makan tapi aku tidak bisa makan. Dia makan dengan banyak sementara aku terus muntah, mual mencium aroma makanan. Aku pun sampai sakit hingga tidak bisa bekerja.
"Mommy..."
"Mommy? Mana Mommy?" Kuparkirkan mobil sejajar dengan mobil-mobil yang lain. Hari ini hari kelulusan Lily, ini hari besar dan pentingnya. Hari di mana Lily telah berhasil mendapatkan gelar strata satunya setelah empat tahun dia berkuliah dan sempat kubuat sulit karena dia harus berkuliah sembari membawa anak kami.
Salut. Dia bahkan giat belajar dan terus berusaha mendapatkan nilai terbaik meski sedang hamil sekalipun.
"Mommy..." Aku tersenyum. Putriku menjerit girang melihat mommy-nya di sana, memakai toga dan sedang menunggu kami.
"Kita ke Mommy." Kulepaskan seatbelt dari tubuh kecil putriku, menggendongnya keluar mobil dan kami berjalan menuju Lily yang juga melangkah mendekati kami.
Kugendong putriku di sebelah kiri, dan tangan kananku memegang satu buket bunga. Mawar pink kesukaan Lily di hari wisudanya.
"Gwenn..." Lily memanggil lalu Gwenn melambai girang, menjerit-jerit nyaring, mengentak-entakkan tubuhnya dalam gendonganku.
KAMU SEDANG MEMBACA
OLD MAN : HIS PROPERTY
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! Mature (18+) ‼️ **** Tapi bukankah memang harus begitu? Wanita memang harus dikejar dan diperjuangkan, bukan tugas mereka untuk mengemis cinta di bawah kaki pria. Hanya perempuan tolol yang rel...