Valdos's POV
"Pandanganku terhadapmu takkan berubah hanya karena kau terima ajakan berkuda denganku."
Aku meyakinkannya. Kurasa kali ini aku harus lebih mendesak, aku ingin sekali saja dia menerima tawaranku.
Dia menyipit kecil melihatku yang berdiri memegang tali kuda. Duduknya sangat elegan, dua tangannya bahkan ia tumpu anggun jadi satu.
"Aku berjanji untuk itu," tambahku kemudian.
"Kali ini kau memenangkan tawaran." Lily berdiri.
Aku tersenyum tipis dan aku sadar itu. Kubuka satu tanganku untuk mempersilakan ketika Lily berlenggang. Dia melewatiku tanpa berminat melirikku meski sedikit.
"Hati-hati," kataku begitu Lily hendak naik ke atas kuda.
Di depannya aku membuka telapak tangan, memberinya pegangan namun dia menatap telapak tanganku kemudian wajahku bergantian.
"Aku bisa sendiri."
Shit. Kepalaku manggut-manggut dan di sini aku menahan senyum. Penolakan yang manis setelah ia buat diriku berharap namun berakhir merasa malu.
Jika semua perempuan di dunia ini sepertinya, kurasa semua lelaki pun akan sangat berhati-hati dan terus berusaha membenahi diri. Sekali lagi, kukatakan ini bukan tentang fisik, tetapi ini mengenai harga diri serta nilai seorang perempuan yang memiliki batasan tinggi.
Lily, berterus terang dua kali sudah dia berhasil membuatku merasa malu seoarang diri. Seolah telanjang aku di matanya, dia tahu niat-niat serta inginku.
Di kursi roda ibu mengamati kami. Dia terus tersenyum menyaksikan interaksi kami, aku tahu ibu pun pasti dapat melihat tembok batasan yang Lily miliki.
"Dia sangat gagah." Di atas kuda Lily duduk, dia mengusapi kudaku sembari mengulas senyum.
Segera aku memerintah seorang pekerja untuk membawakan kudaku yang satunya ke sini dari kandang. Menyusul Lily, aku juga naik ke atas kudaku yang kedua ini, warnanya putih dan dia kuda betina.
Kedua kudaku adalah sepasang kekasih di mataku. Hitam dan putih, cantik dan tampan di mataku. Lalu fakta lainnya adalah, Lily orang pertama yang menuggangi kudaku dan ini aku sendiri yang menawarinya.
"Bagaimana kuliahmu?" Aku bertanya. Sama-sama kami mulai menunggangi kuda masing-masing, kami pacu perlahan mengelilingi halaman belakang.
Lily tidak melihatku. "Tidak ada yang susah. Aku tinggal mengusahakan yang terbaik."
Kubuat kudaku sejajar dengan kudanya. "Apa menurutmu kuliah itu penting?"
"Tentu saja. Kuliah memang tidak menjamin sukses, tetapi dengan berkuliah pola pikir seseorang dapat diasah lebih tajam dan diajak memandang lebih luas. Tapi banyak anak yang tidak berkuliah karena faktor ekonomi, maka berkuliah dan raihlah ilmu baik-baik jika memang kita mendapatkan kesempatan itu, maksudku berkuliah," katanya.
Dari sini saja aku semakin tahu, dia memang perempuan pemikir serta penilai. Usianya masih muda, namun cara berpikirnya sudah jauh. Dan lagi, dia cerdas sebab dirinya pun menjunjung tinggi sebuah ilmu.
Menjauh, Lily membawa kudanya agak jauh di depanku. Dia tersenyum kepada ibu lalu kulihat ibu membalasnya dengan lebih merekah.
Sementara aku, di sini mataku kembali terpaku ke arahnya. Dengan kesadaran penuh aku berhenti di tempat, bergerak kepalaku mengikuti Lily yang terus mengelilingi halaman luas berumput hijau pendek-pendek hampir rata tanah ini.
"Jagalah matamu agar tidak terlepas dari tempatnya, Mr. Yordanov."
Tersentak kian sadar, kudengar ibu tertawa dan aku menunduk singkat hanya untuk tersenyum. Kembali aku melihatnya, menyusul Lily membuat kuda kami sejajar lagi.
![](https://img.wattpad.com/cover/356165800-288-k240849.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
OLD MAN : HIS PROPERTY
RomanceFollow untuk membuka bab-bab yang dikunci melalui web ! Mature (18+) ‼️ **** Tapi bukankah memang harus begitu? Wanita memang harus dikejar dan diperjuangkan, bukan tugas mereka untuk mengemis cinta di bawah kaki pria. Hanya perempuan tolol yang rel...