Chapter 5

41.9K 3.8K 218
                                    

Valdos's POV

Dia sangat berani. Aku tak pernah melihat gadis muda seberani dirinya. Cara dia menyinggungku di makan malam saat itu benar-benar membuatku terkejut. Seumur hidupku, itu pertama kalinya seorang perempuan menegurku sebab dia kutatap. Seolah memperingati agar mataku tidak lancang.

Maaf jika bingung, di sini aku membicarakan putri dari Dozan Harlow. Gadis muda 20 tahun yang berkuliah di jurusan fashion design, cantik dan percaya.

Sebagai seorang pria dewasa, kuakui anak itu sangat memikat. Dari pertama kali dia mengetuk pintu rumahku dalam rangka mengundangku untuk makan malam, ketika mataku melihatnya, saat itu juga dia telah membuatku terkesan.

Dia berani namun tetap memberi batasan. Akal-akalan atau tidak, yang pasti anak itu cukup sangat menarik. Percaya dirinya yang tinggi bahkan dapat kurasakan.

Semalam baru saja aku meneleponnya. Dia datang ke rumah mengantarkan kue, berbincang bersama ibuku, mengobrol dan ternyata ibuku menyukai anak itu. Tentu, siapa pun akan langsung menyukainya. Dia memberi aura yang positif dan penuh semangat, aku dapat melihat itu.

Kurasa dia memang gadis cerdas, pun tahu memosisikan diri. Kuingat saat di jamuan makan malam kala itu, sama sekali aku tak melihatnya tertawa cengengesan. Duduknya anggun, pose duduk ala putri-putri elegan.

Cara bicaranya lancar namun teratur, nilai plus sebagai seorang perempuan. Terus terang, malam itu aku memperhatikannya.

Lalu entah kenapa, hari ini aku seperti ingin meneleponnya lagi. Dia mengundang rasa penasaranku karena kulihat dia seperti tak tertarik padaku.

Jangan sebut aku pedofil. Umurnya sudah legal, 20 tahun.

Hari ini aku tidak pergi mengawasi konstruksi. Selain di lokasi ini, aku sedang merenovasi bisnis hunian mewahku lagi yang berjarak satu jam dari sini. Ini bisnis keluargaku yang telah berjalan selama beberapa generasi terakhir.

Kami memiliki tujuh lokasi bisnis hunian mewah di seluruh Brazil. Empat di São Paulo karena di sini merupakan wilayah metropolitan terbesar ke tujuh di dunia, berpengaruh kuat dalam perdagangan, keuangan regional, kesenian, hiburan juga berpenduduk terbesar di Brazil.

Sementara tiga yang lain berada di Salvador. Yang tiga itu adik lelakiku yang menanganinya, dia juga belum menikah, umurnya 34 tahun.

Banyak yang mengatakan, aku terlalu gila uang hingga melupakan dunia percintaanku sendiri. Tidak, aku tidak melupakannya. Ada waktu-waktu tertentu di mana aku pun ingin merasakan perhatian dari seorang istri.

Sayangnya, benar-benar sayangnya, aku belum siap untuk itu. Maksudku menikah, aku belum siap untuk menjadi kepala rumah tangga, sebab pernikahan tidaklah semudah itu sekalipun kita kaya dan memiliki banyak uang.

Aku memiliki banyak kenalan wanita; dari berbagai usia serta berbagai kalangan. Tapi, tidak satu pun dari mereka yang kurasa pantas untuk menjadi pendampingku. Bukan tentang fisik, tetapi moral dan etika. Tiak semua, namun banyak wanita zaman sekarang yang krisis akan moral dan etika.

Mereka tak tahu soal batasan. Padahal jika benar kau wanita cerdas dan baik-baik, kau akan paham akan segala batasanmu.

Mereka tak suka diberi fakta, tetapi menuntut banyak harta. Ini kacau.

"Apa gadis itu sudah pulang dari kampus?" Suara tua ibu menyadarkanku.

Kami duduk di halaman belakang rumah. Ibu dengan kursi rodanya, lalu aku di kursi lipat. Kami dipisahkan oleh meja kaca bundar dan kecil, tanpa alas lalu di atasnya terdapat satu toples kaca cantik berisikan biskuit tanpa gula berlebihan, gelas kopiku, juga gelas teh hijau milik ibu. Kami mengamati para pekerja yang sedang memandikan dua ekor kuda milikku.

OLD MAN : HIS PROPERTYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang