「49」 : Pantai

75 3 0
                                    

🍁🍁🍁🍁🍁

"Udah bangun, Azalea?"

Suara berat yang tak asing itu langsung menyambut begitu Azalea membuka matanya perlahan. Bukan hanya suaranya saja yang terdengar dekat, sosoknya pun begitu.

Terduduk di samping Azalea sambil bersandar dan mengotak-atik ponselnya. Setelah dilihatnya gadis itu membuka mata, ponselnya ia letakkan di atas nakas tak jauh dari tempatnya.

Kini wajah tampannya terpampang jelas dan cukup dekat dengan Azalea. "Aza?" gumamnya sambil mengerjap sesekali.

Tanpa menunggu lama, Azalea beranjak bangun dari posisinya. Teng! Seketika linu menjalar di sekujur tubuhnya. "Badan Lea sakit banget."

"Iyalah, satu banding dua!" timpalnya sedikit mengejek. Lihat saja bibirnya yang mengukir senyuman sampai gigi putihnya nampak.

Satu banding dua? Azalea bingung. "Apanya?"

"Lo ga harus berpura-pura lagi. Gue udah bongkar semuanya di depan mereka."

Jawaban itu langsung membuat Azalea menyadari kejadian kemarin. Seolah menarik kembali Azalea pada malam dimana semuanya terjadi. Bukan hanya ingatan, tapi juga perasaan yang dia rasakan tercetak dengan jelas. Oh iya, gue hampir lupa.

"Mulai sekarang, lo Azalea. Bukan AZA ataupun Lea." tambah Azazel menyadarkan gadisnya.

Seketika Azalea terdiam. Ujaran kalimat-kalimat itu membuatnya tidak bisa berkata-kata. Canggung dirasanya saat mata berpapasan dengan Azazel. Goresan cinta yang pernah terpendam kembali muncul dan membuat dadanya berdebar kencang.

"Makasih ya." Meski sempat canggung, sekelibat juga rasa gengsi untuk mengutarakannya. Tapi, lihat, dia mengatakannya dengan baik.

Azazel mendaratkan kecupan manis di keningnya. Padahal Azalea sudah mencak-mencak ingin menghindar. Hanya saja kakinya terasa berat untuk digerakkan. Tumben? Padahal gue dah mau tantrum.

●●●

Deburan ombak yang merdu, desiran angin yang syahdu, harumnya aroma khas pantai yang menenangkan. Di sambut sore yang cerah, menemani hangatnya pantai yang indah.

Lea berdiri sendirian disana. Menghadap ke arah laut, dengan kakinya yang berada di garis pantai. Kadang tersapu ombak, tapi tetap di atas pasir putih yang bersih.

Pakaiannya yang juga putih, berbentuk dress. Tak terlalu terbuka, menempel sempurna di tubuh rampingnya. Membuat Lea terlihat cantik hari ini. Mendongak ke arah langit biru jelang jingga.

Hfffft! Hembusan nafas panjang terdengar, disusul dengan bulir air mata yang jatuh di pipinya. Dalam lamunannya menunggu Azazel yang entah kemana, Lea teringat. Teringat akan kenangan lama tentang hidupnya. Tentang bagaimana dia bertahan, hingga menempuh jalan yang dia jalani saat ini.

Waktu itu usianya sembilan tahun. Gadis kecil itu sudah mendapatkan insting kalau Bela dan Fathur bukanlah orang tua kandungnya. Dan itulah awal Aza dan Lea terbentuk. Dari yang awalnya Azalea, mulai terbelah menjadi Aza dan Lea.

Satunya Aza, gadis polos yang seolah menemukan sesuatu yang menuntunnya pada jalan lain. Jalan yang tidak pernah terpikirkan olehnya. Tentang kebisaan bela diri, tentang jiwanya yang mendadak berani, tentang dirinya yang bertekad mempunyai motor sport bahkan sampai bergabung dengan gangster.

Sedang satunya, Lea. Gadis polos, lugu, manis, pendiam dan cenderung pemalu. Sosok yang selalu muncul ketika dirinya di rumah, atau di depan orang-orang yang tertentu.

Tidak tahu pasti, tapi Aza merasa ada sesosok yang selalu menuntunnya atas apa yang dia lakukan selama ini. Aza sempat mengira kalau dia adalah Mama kandungnya. Ternyata benar.

Langit Asmara Azalea [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang