「63」 : Akankah?

61 4 0
                                    

🍁🍁🍁🍁🍁

"Lea, awas!"

Suara itu mengudara dengan keras. Rasanya tak asing. Tapi tetap saja, tanpa melihat wajahnya, rasanya sulit untuk mengenalinya.

Peluru yang terhempas dari senjata itu tak sampai pada tubuh Azalea. Bukan sebab dia tiba-tiba punya kekuatan magis. Tapi, seseorang merelakan tubuhnya melahap benda panas itu.

"Daddy?" lirih Azalea tak menyangka. Baru saja matanya terbuka, kian makin membulat.

Lelaki yang namanya disebut barusan, tampak membentengi Azalea. Lelaki itu tersenyum sambil menahan perih. Tak butuh waktu lama sampai dia ambruk.

Pembunuh bayaran sekalipun bisa terbunuh. Dia tetap manusia. "Daddy! Bangun! Pelurunya gak kena, kan?"

Lelaki itu mengerang pelan. Menahan sakit dan panas yang membakar satu titik dan melemahkan pusat tubuhnya. "Lea .., dengerin-ekhh .., daddy, yaahh?"

Lelaki itu memegangi bagian bawah dadanya yang terkena serangan. Cairan merah segar mulai mengalir dari sela-sela jari tangannya. Azalea menopang tubuh besar lelaki itu dalam pangkuannya.

Gadis itu menggeleng kuat. Menepis hal buruk yang dia lihat di depan matanya. Lelaki menyeka air mata Azalea. Sambil menahan sakit, dia berucap lirih, "Maaf .., erkhh ..., maaf udah .., erkhh nyembunyiin hal ..., sebesar itu .., dari kamu .., "

Dia menemui akhirnya. Hembusan nafas panjang yang terasa hangat itu menjadi menutup hidupnya yang penuh liku. "Daddy ga bole ninggalin Leaa!" gadis itu menjerit.

"Daddy! Daddy Dendra Narendra! Ayo bangun!" ujarnya memaksa sambil bercucuran air mata. Tangis tak tertahankan.

Dari kejauhan, Azazel pun mulai meneteskan air mata. Bulir-bulir itu jatuh dengan sendirinya. Melihat kedatangannya terburu, membelah kerumunan polisi, langsung menhadang peluru dengan tubuhnya, Azazel sudah sangat terpukul.

"Ayo jelasin semuanya, daddy ga boleh ninggalin Lea begini!" Gadis itu menuntut.

"Pria itu, Dendra Narendra, pelaku sebenarnya dari pembunuhan Syahell Angelea beberapa tahun yang lalu. Dia juga Senja si pembunuh bayaran yang kita cari dua puluh tahun yang lalu." papar seorang polisi yang baru saja datang.

Azalea mendekat mendengar ucapan polisi kesiangan itu. "Apa maksudnya pak?"

"Azalea Mevia Avghastanierra, anda di bebaskan dari hukuman atas Heaven."

Azalea masih tak mengerti. Banyak tanya yang mulai bermunculan di benaknya. Belum juga selesai dengan Dendra, kini polisi itu menambah pikirannya. Perasaannya rancu. Campur aduk tak karuan.

Daddy .., dia meninggal, dan sekarang gue bebas. Apa maksudnya? Ini semua terlalu ambigu.

Di tengah tanya dalam hatinya, Azazel datang bergabung. Mendekat, lantas kemudian memeluk Azalea erat.

Rekan penyidik yang datang bersama polisi kesiangan itu berkata pada Azazel dan Azalea, "Oh ya, tersangka meninggalkan rekaman peninggalan untuk Azalea dan Azazel. Kalian ikut kami ke kantor."

Meski semuanya masih samar dan penuh tanda tanya, Azalea mencoba menuruti permintaan polisi. Mobil putih itu, di bawa oleh polisi, dengan Azazel dan Azalea di dalamnya. Sementara penyidik dan rekan yang lain mengurus Dendra.

Air matanya tak bisa berhenti menetes. Seolah bocor dan harus diperbaiki. Hatinya merasa aneh sekarang. Hampir kosong, rasanya ada celah yang tercongkel cukup dalam.

Azazel terus memeluknya erat. Dia terus merapal, "Gue gamau kehilangan lo." Azalea mengerti keadaannya. Mungkin saja Azazel terpukul dengan kematian Dendra yang cukup mengenaskan. Apalagi disaksikan dengan mata kepala Azazel sendiri. Pasti dia terluka hebat.

Langit Asmara Azalea [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang