「45」 : Terikat

71 3 0
                                    

🍁🍁🍁🍁🍁

Entah sudah bel keberapa yang Vito tekan, tak kunjung ada jawaban dari pemilik rumah. Lama-lama, kesal juga menunggu diluar begini. Krek! Renyah suara kunci dari pintu yang terbuka.

Berdiri dengan wajah segar sehabis cuci muka, dengan kaos hitam polos, Dendra menatap Vito dengan tatapan kosong. Vito awalnya bingung bagaimana harus menghadapinya, sampai akhirnya Vito teringat siapa pria yang berdiri di depannya.

"Om, saya Vito Ghifari. Saya dateng kesini sebagai putra dari Nanda Ghifari, dan Tara Violyta. Bukan sebagai rivalnya Azazel." katanya memperkenalkan diri dengan hormat.

Dengan tatanan yang baku dan teramat kaku, Vito melanjutkan, "Kedatangan saya kesini. Saya mau bahas tentang Azalea. Saya yakin om cukup bijak dan mampu memahami saya. Jaー"

Kalimat panjang yang tersampaikan dengan baik itu justru mendapat decakan risih dari Dendra. "Baku amat? Santai aja," katanya menyela.

"Gue ga segila hormat itu. " tambah Dendra melayangkan tatapan datar yang tidak begitu berarti penekanan. "Lo mau apa?"

Sebelum mempersilahkan Vito untuk menjawab, Dendra memilih untuk membawanya masuk dan duduk di dalam. Biarpun Vito adalah musuhnya Azazel, dia datang dengan baik, menyatakan perdamaian dan kebersihan sejak awal kedatangannya di hari ini.

"Ada dugaan kalau, Azalea itu keluarga kita, om." Vito memulai perbincangan setelah keduanya dirasa duduk dengan nyaman.

Mendengar itu, Dendra memasang wajah datar dengan picing mata tajam menusuk. Vito merasa canggung melihatnya, sepertinya ada yang salah dengan ucapannya.

Vito menambahkan dengan rasa canggung yang menyelimuti, "S-saya gak berniat ngerusak kebahagiaan Azazel. Tapi bunda saya bilang, kalau namanya mirip sama anak tante saya." katanya membujuk Dendra dengan kenyataan. "Azalea Mevia, kan?"

Benar, sih. Dendra kemudian lanjut mendengarkan cerita anak berkacamata di depannya. "Sebenernya dia itu Azalea Mevia Avghastaniera. Namanya turunan dari om saya, Heaven Avghastan."

Anak itu memang benar, tidak ada kebohongan ataupun niat jahat dalam ucapannya. Namun, Dendra malas meladeni hal seperti ini. "Bukan. Dia Azalea Mevia Agustina. " katanya menyanggah.

"Saya kira om bisa lebih dewasa." telak Vito menyahuti.

Pria berkaos polos itu tertawa menyeringai, "Hahaha, iya." katanya. Satu tarikan nafas menjadi jeda sebelum melanjutkan ucapannya, "Tapi, Vito.., Lea udah bahagia sekarang. Gue gak mau ngerusak kebahagiaannya."

"T-tapi om! Dia pengen ketemu keluarganya, kan?"

"Dia pengen. Tapi gak bisa kan? Pada akhirnya dia cuma akan tau, bisa jadi dia sedih. Angel udah meninggal. Heaven di penjara. Kamu tega liat dia sedih nantinya?"

Deg! Vito tercengang mendengar Dendra dengan lancarnya mengatakan keterangan tentang Angel dan Heaven. Bahkan kedua nama itu tidak Vito sebutkan sejak awal. Jadi, Dendra sendiri memang sudah tahu?

Tidak, tidak! Vito jadi penasaran. Sebenarnya, siapa Dendra ini? Apa dia ada hubungannya dengan Azazel yang terobsesi pada Lea maupun AZA? Lelaki itu bungkam, larut dalam jutaan tanya dalam benaknya.

"Dia sodara kamu, kan?"

Ah iya, Dendra ada benarnya. Penolakan itu perlahan bisa Vito terima. Dendra menambahkan sebuah pengakuan, "Saya akui. Tidak akan saya bantah ataupun saya tutupi. Tapi saya juga mohon. Lebih baik tidak usah di bahas lagi."

Tadinya, Vito menyerah. Semua yang Dendra katakan ada benarnya. Justru, mungkin saja itu memang saran yang lebih baik. Tapi Vito teringat, "Bunda saya pengen ketemu sama dia, boleh?" katanya meminta.

Meski dia tidak hafal betul siapa Bunda yang Vito maksudkan, Dendra sama sekali tidak tertarik untuk mengubah pikirannya. Vito benar-benar meminta. "Saya janji gak akan ada omongan apapun tentang keluarganya."

Dari mata Vito yang terbilang sipit, Dendra melihat ada ketulusan di dalamnya. Binar harapan yang terpancar begitu kuat. Terbalut dengan kacamata kotaknya. Apa boleh buat, kalau dia se-bersikeras itu?

"Boleh. Kebetulan Lea nya ada di dalem. Bentar gue panggil." balas Dendra dengan nada santai yang lebih bersahabat.

Dendra pun beranjak dari duduknya. Vito tersenyum melihat itu. Hanya saja, ada hal di luar dugaannya. Kirain bakal di panggil langsung, ternyata ditelepon. Hadeuh..,

"Kamu lagi apa, Lea? Turun dulu ya, ada tamu." ucap Dendra dengan lembut pada gadis itu. Entah apa yang Azalea katakan di balik telepon. Tak lama, Dendra membawa ponselnya turun dari telinganya.

Dari arah timur, di sebuah tangga besar yang megah, terdengar sebuah langkah yang lembut. Dia Azalea, turun dari kamarnya, mengenakan rok hitam selutut dengan paduan crop top berwarna Lilac. Sedikit bertabrakan dengan rambut pirangnya.

Melihat Vito menghadap pada Daddy, Azalea merasa heran. Tapi, dia juga tidak bisa menyimpulkan sendiri apa yang dia lihat dengan matanya.

"Iya ada apa, Daddy?" tanya Azalea setelah sampai di hadapan Dendra.

Dendra melempar pandangannya pada Vito sejenak, "Dia mau ngomong sama lo." katanya. "Silahkan. Gue di atas. Kalau ada apa-apa, panggil aja."

Lalu lelaki berkaos hitam itu pun pergi, memberikan ruang untuk Azalea dan Vito berbincang. Azalea memandangi kepergian Dendra dengan heran. Hingga kemudian Vito menarik tangannya dan membawanya duduk berseberangan.

Azalea tak mampu lontarkan tanya, maka Vito memilih mengawali pembicaraan. Tanpa basa-basi, Vito berkata, "Lea.., orangtua gue mau ketemu sama lo..,"

Azalea makin bingung setelah mendengar ucapan Vito. Sambil mengerutkan keningnya, heran, Azalea menahan tawa. Hingga kemudian, terdengar kekehan manis darinya. Vito menghela nafas pasrah melihatnya. Susah payah nguatin mental buat dateng ke rumah ini, eh malah diketawain.

"Orangtua lo mau apa ketemu gue?" tanya Azalea, masih tak luput dari tawa. "Lo bukan mau ngelamar gue, kan? "

"Bukan, Lea." balasnya. Vito mulai merasa lega, setelah sekian lama hilang, akhirnya tawa manis itu bisa kembali dia dengar.

Azalea masih menatap dengan heran. Gadis itu menuntut sebuah keterangan, "Trus apa dong?"

"Mereka pengen ketemu aja sama lo. Gue keceplosan bilang kenal sama lo, waktu kecelakaan hari itu." katanya.

Mendengar penjelasan Vito, Azalea justru beralih merasa bersalah. "Mereka keluarga lo? " katanya dengan mimik wajah datar sedikit kalut.

Vito berat hati mengangguk, apalagi, melihat wajah bahagianya hilang. Berubah menjadi pilu. "Hm, sorry ya. Gue gak sengaja"

"Iya. Gimana, mau ikut?" katanya. Vito sama sekali tidak bermaksud menyudutkan Azalea. Hanya itu alasan yang terbesit dalam otaknya. Yah, dia memang tidak bohong, sih.

Azalea termenung sejenak. "Lea izin Daddy, dulu." katanya, meminta waktu. Vito merasa ada yang salah dengan itu. Kenapa? Kenapa Azalea perlu izin? Sejak kapan Azalea terikat dengan suatu aturan?

Vito menatapnya dengan tatapan datar yang menyimpan rasa heran. "Lo gak terikat sama mereka, kan?" tanya Vito. Tangan besar itu, kembali terasa mencekal tangannya.

"E-engga. Tapi sebagai Lea, jelas iya." katanya membalas tatapan datar Vito. Vito pun melepaskan Azalea untuk pergi dan meminta izin.

●●●

<<< n e x t >>>

Langit Asmara Azalea [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang