「52」 : Dewasa

74 2 0
                                    

🍁🍁🍁🍁🍁

Brugh!

Papan besi bercorak ukir itu terhempas cukup kencang dan membuatnya tertutup rapat. Azazel yang menutupnya dengan cepat. Sebelum Azalea sempat masuk ke dalam. Ga salah?

Sepanjang perjalanan pulang, tak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulutnya. Dia tidak mengatakan apapun, tidak melakukan apapun, bahkan tidak lebih dari mengandarai Reddo. Azalea sudah merasa ganjal melihatnya.

Di tambah, sekarang, Azazel mengunci kamarnya sebelum Azalea sempat masuk. Daddy belum pulang. Entah kemana lelaki itu pergi. Tangannya merogoh saku dan mengambil benda persegi di dalamnya. 21 : 45, ternyata sudah sangat larut.

"Azaa!" Gadis itu berteriak sambil menggedor-gedor pintu. "Azaa! Buka pintunya!"

Cukup lama. Namun tak kunjung ada jawaban dari Azazel. Bukan Azalea namanya kalau menyerah begitu saja. "Azaa! Lo seriusan kunciin gue di luar?" ujarnya lagi.

Tiga puluh menit menunggu, sambil terus bersuara, namun tidak ada jawaban dari dalam. "Argh, sial!"

Kaki nya sudah tak kuat lagi terus berdiri. Perjalanan panjang sejak tadi sore di pantai, lalu di Rumah Sakit sampai sekitar setengah jam yang lalu. Tubuhnya sudah lelah. Sudah cukup untuk hari ini.

Sambil menyandarkan punggungnya pada dinding seberang pintu, Azalea bergerak turun. Hingga dia terduduk di lantai. Dingin, hembusan angin yang dingin terasa menusuk kulit. Tapi, lelah yang di rasanya, sudah cukup jadi alasan untuk ia tidur. Tak peduli meski sedingin apapun.

H-ah! Pengap. Rasanya stok udara disekitarnya habis diserap malam. Azalea terbangun, dengan matanya yang mengerjap cepat, badannya pun ikut terangkat.

Huuuft~! Dia tersadar. Azalea mendapati dirinya terduduk diatas ranjang kamar Azazel. Seperti biasanya. Apa yang terjadi semalam? Mimpi, kah?

Pertanyaan itu teralihkan. Saat matanya mendapati Azazel dengan handuk kecil yang menggantung di bahunya. Rintikkan air satu persatu berjatuhan dari rambutnya yang basah.

Sambil bertelanjang dada, lelaki itu berdiri tegak di depan cermin. Luka lebam di tubuhnya sudah hilang. Tidak begitu mencolok, warnanya tak sebiru kemarin. Luka yang lain pun sepertinya sudah sembuh.

Kulitnya yang putih bersih, tampak cerah mengkilat seusai di basuh air habis mandi. Menonjolkan perutnya yang kotak-kotak, dadanya yang bidang, tampak atletis. Azalea jadi menyentuh miliknya. Keras, sedikit terbentuk kotak-kotak yang sama, tapi tidak sejelas itu. Perutnya lebih rata di banding Azazel.

Perutnya sekeras gue juga ga ya?

Azalea tak kunjung memalingkan pandangannya. Asyik sekali memandangi Azazel yang bertelanjang dada begitu. Matanya sampai bersinar di buatnya. Kalau di gambarkan dalam komik, pasti ada bintang yang keluar dari kedua matanya.

Tiba-tiba saja Azazel berbalik badan. Gerakan mendadak itu menyadarkan Azalea dari pesona Azazel. Daripada terus memandanginya terus, lebih baik dia bertanya sekarang. Tentang apa? Tentu saja tentang kejadian semalam. Gamau.

Seolah kehadirannya itu hanyalah bayang semu, Azazel mengabaikannya. Tak ada sapaan hangat setiap pagi seperti biasanya. Dengan tekun Azazel memasangkan kancing kemeja seragam sekolahnya.

"Azaa, kamu gak nungguin Lea? Kamu mau sekolah sendirian?" katanya dengan polos bertanya. Azalea masih belum sadar dengan apa yang terjadi kemarin malam.

Sikap Azazel yang terus mengabaikannya. Membuat Azalea semakin tak karuan.

"Azaa, ih.. " rengeknya. Sembari mulai beranjak dari kasur. Ayunan langkahnya dengan cepat membawa Azalea mendekat.

Langit Asmara Azalea [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang