「59」 : Berjarak

64 2 0
                                    

🍁🍁🍁🍁🍁

Lima bulan berlalu dengan sangat cepat. Sebentar lagi, kenaikan kelas. Disela-sela waktu yang terus berjalan, Azalea termenung. Seolah menghitung waktu penjemputannya. Entah oleh polisi, atau akan keduluan oleh Tuhan.

Duduk bersama Dendra dan Azazel, ditemani bunyi nyaring di atas meja makan. Azalea terdiam, bergelut dengan pikirannya.

Rasanya, baru saja tadi seru-seruan di acara perayaan upacara terakhir, sekaligus hari terakhir kelas 12 di SMA-fies. Azalea masih ingat betapa dirinya bersemangat. Bersama dengan Azazel menjadi pusat kerumunan yang bermain dengan bom smoke warna-warni.

"Lo ga mau corat-coret di baju gue?" Azazel bertanya dalam ingatannya. Awalnya, Azalea menggeleng. Tapi Azazel meletakkan paint spray di tangannya.

Bukannya melukiskan sesuatu disana, Azalea justru mendekat. Tak pernah di sangka, kalau gadis itu kemudian memeluknya erat. Dengan senang hati, Azazel membalas peluknya.

Bima datang dan berkata, "Lo ga perlu sedih! Ga akan ada yang pisahin Azazel dan Azalea." Untung saja suaranya masih terdengar ditengah kerasnya sorak-sorai penuh semangat di lapangan.

Dendra selesai dengan makanannya. Lelaki itu beralih pada Azazel yang sedang memandangi Azalea melamun. "Berarti lo gajadi sekolah ke Jepang?" cetus Dendra bertanya.

Suara Dendra akan pertanyaan itu, berhasi menarik Azalea dari lamunannya. Baru saja menoleh kikuk, Azalea kembali mendengar suara Azazel menyahut, "Kan bisa di tunda, Dad."

"Lea masih punya dua tahun. Masih ada waktu buat kamu, Aza. " timpal Azalea ikut menyahut.

Hembusan nafas panjang, sambil menyandarkan kepalanya pada kursi. "Bisa ga ya? Gue lulus dalam 2 tahun?" gumamnya kemudian.

Azalea mengangguk, mendukung Azazel agar tak menahan langkahnya disini. Melihat gadisnya mengangguk penuh semangat, Azazel mendekat. Melingkarkan tangannya, merangkul Azalea. "Setelah dua tahun, kita lari ke Jepang bareng-bareng, ya, Lea?"

"Ada-ada aja kamu."

Panjang pertimbangan, sebelum akhirnya Azazel menerima usulan Azalea untuk mewujudkan wishlistnya untuk kuliah di Jepang. Meski sudah sebulat itu, Azazel masih sering termenung di hari-hari seminggu sebelum keberangkatan.

Gue gatau ini salah atau justru bener. Antara ini keinginan terakhir Lea, atau justru harusnya dua tahun ini gue abisin bareng Lea. Semoga ini yang terbaik.

Gumam Azazel dalam batinnya. Sambil menatapi Azalea yang memeluknya. Gadis itu tampak lucu, duduk bersampingan di dalam mobil di perjalanan menuju bandara. Terlarut dalam kenyamanan juga hangatnya perasaan mengantarkan Azazel. Dia tertidur sambil memeluk lelaki itu.

"Dua tahun ni negeri orang tanpa Lea, bisa ga ya?" gumam Azazel. Dendra pun menoleh, melihat Azazel asyik menyisir rambut Azalea dalam peluknya.

Sebagai ayah yang baik, Dendra berusaha bersikap bijak. "Ke Jepang itu mimpi, lo, kan?"

"Tapi tanpa Lea? Apa artinya?"

"Gue jagain Lea disini, lo capai mimpi lo disana, ya?"

Perasaannya sedikit lega. Alasan kepergiannya kian menguat berkat ucapan Dendra. Tapi tetap saja, ada rasa sesal yang mengganjal dalam hatinya. Azazel mendongakkan pandangannya, menatap langit-langit mobil. Sambil tangannya membelai lembut bahu Azalea.

Langit Asmara Azalea [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang