「56」 : Senior

64 2 0
                                    

🍁🍁🍁🍁🍁

"Leaa?" Dendra menyapa dengan pelan.

Sapaan itu membuat Azalea memfokuskan diri dan perhatiannya pada Dendra. Sehingga genggaman tangannya ada Azazel terlepas dengan sendirinya. Seolah ada kekuatan magis yang membuatnya terhipnotis saat menatap mata Dendra.

"Maaf, Daddy..," balasnya. Azalea langsung memalingkan pandangannya. Buang muka entah kemana, yang penting tidak nengarah pada Dendra.

Dendra tersenyum tipis. Sebelah tangannya mendorong dagu Azalea, merebut pandangan Azalea kembali padanya. "Jangan ganggu dia lagi, ya?"

"Daddy, Lea ga bisa." Azalea tak bisa berbohong. "Lea ga akan bisa berhenti sebelum dapetin apa yang Lea mau."

"Tapi, kenyataannya ga bisa. Kamu ga boleh egois." Dendra juga tidak ingin membiarkannya berpikir begitu.

Apalagi melihat Azalea sekarang ini menoleh ke belakang. Tepatnya mengarah pada rumah itu. Meratapi? Sebut saja begitu. Dendra pun berinisiatif untuk mengajaknya pergi, "Ayo masuk, sayang..,"

Tangan Dendra merangkul Azalea pelan, sambil menuntunnya masuk ke dalam mobil. Tepatnya disebelah kiri, di depan, sebaris dengannya. Azazel menjadikan momen ini sebagai kesempatannya.

"Gue di motor, ya." katanya. Lalu lelaki itu menghilang. Bersamaan dengan mobil yang mulai melaju, Azazel melangkah mundur.

Sepanjang perjalanan yang penuh renungan. Penuh oleh hal-hal yang memenuhi kepala, juga tangis yang terus ditahan hingga memenuhi kelopak matanya.

Pasti ga mudah buat lo, Lea.

Dendra ikut bersedih melihatnya. Gadis kesayangannya tampak lesu, terdiam tak berdaya, dengan wajah datar dan tatapan kosong. Tak terasa bulir air mata berjatuhan dari matanya.

●●●

Hampir satu jam berlalu, sejak Azalea dan Dendra sampai ke rumah. Namun tidak ada tanda-tanda dari kepulangan Azazel.

Di luar sana sedang hujan deras. Butiran air kecil yang beramai-ramai menjatuhkan dirinya pada bentala. Menjadikannya basah dan penuh keresahan. Dimana Azazel sekarang?

Dendra dan Azalea menunggu di ruang tengah. Ruangan yang paling dekat dengan pintu. Dengan setoples camilan yang tersaji di meja, mereka menunggu.

Anak kampret, kemana coba, gak balik-balik?!

Dendra berdecak sebal. Tangannya tergerak menyugar rambutnya dengan keras. Tak lama terdengar suara ketrukan pintu, pintu itu pun terbuka. Di susul dengan sosok lelaki yang berdiri gagah dilawang pintu.

"Azaa!" Azalea berujar dengan suara lantang. Di susul suara petir yang menyambar.

Lelaki itu basah kuyup. Dari rambutnya yang basah, meneteskan bulir-bulir air. Azalea dengan segala kekhawatirannya, datang menghampiri. "Kamu dari mana?"

Sekali lagi, Azalea menelaah Azazel dengan matanya. Bukan hanya basah, tapi tubuhnya pun kacau. Penuh luka lebam, bahkan tepian bibirnya tampak berdarah. "Jangan bilang Papa yang-"

Azalea tak kuasa melanjutkan ucapannya. Tangannya terangkat menutupi mulutnya. Sambil menarik nafas berat, "Azaa..,"

"Ayo sini, biar Lea obatin!" ujarnya sambil menarik tangan Azazel untuk ikut bersamanya.

Baru dua langkah beranjak dari tempatnya, Azazel menahan langkah. "Gue gapapa." katanya. Azalea pun menoleh, melempar tatapan heran pada Azazel. Sambil mengembangkan senyuman tipis, Azazel meminta, "Jangan ganggu orang itu lagi, ya?"

Langit Asmara Azalea [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang