「47」 : Rival

61 2 0
                                    

🍁🍁🍁🍁🍁

"Lo yakin, gapapa lo disini?" Vito bertanya dengan ragu.

Raut di wajahnya menyiratkan asa yang mulai sirna. Pasrah. Mungkin kata itu yang tepat untuk menggambarkan suasana hatinya.

"Entah, meng. Semoga aja gapapa." Azalea membalas dengan panjatan doa dan harapan singkat.

Malam itu, disebuah jalanan yang sepi pengguna dan pengunjung, Azalea kumpul bersama Vito, John dan teman-teman Calvaride yang lain. Tak begitu ramai, kurang lebihnya hanya tiga puluh orang. Orang-orang itu menempati posisi nyamannya masing-masing.

Di bawah pohon beringin besar di tepian jalan dekat pelataran rumput. Terlalu sempit untuk disebut ladang, apalagi bukit. Azalea dan Vito berbincang tepat di bawah tembokan besar yang menjadi pot pohon beringin tua itu. Keduanya terduduk dengan kaki yang menjuntai ke bawah.

John dan Denis sedang merenung sambil bersandar ke pohon beringin. Sisanya, ada yang duduk ditepian, ada yang ikut duduk seperti Vito namun agak jauh dari Azalea.

Bisa dibilang mereka berpencar. Ada pula yang duduk di atas motor kesayangannya. Tapi yang duduk di atas pohon, itu jelas bukan anak Calvaride. Meski pakaiannya sama putihnya dengan jaket Calvaride.

Sejak terakhir kali, tepatnya saat kedatangan Theo, Azalea tak terlihat lagi bergerak dari posisinya. Paling tidak sekedar berkedip. Rambut pirangnya yang terombang-ambing oleh angin pun dibiarkan begitu. Lihat saja bibirnya yang kering membentuk manyunan yang kosong.

Vito mengerti keadaannya sekarang ini. Perasaan sesak, bingung, dan bertanya-tanya akan keberadaan orang tuanya, pasti membuat Azalea pecah. Belum lagi permasalah bocah-bocah kemarin itu.

Satu.., dua.., tiga.., tiga step diangkatnya. Vito membawa pantatnya bergeser mendekat pada Azalea. Gadis itu tidak menoleh. Tersekelebat dalam hatinya rasa kesal dan geram. Anjir, gue di cuekin.

"Lo tenangin diri, jangan emosi duluan. Gue ngerti perasaan lo lagi ga karuan. Tapi, jangan bawa itu ke lapangan." pesan lelaki itu dengan pelan.

"Jangan mati!" tambahnya tiba-tiba menguat. Membuat Azalea merasakan pukulan di hatinya.., dan di bahunya. Perlahan, senyum mengembang dengan sendirinya. Azalea tidak bisa menolak perasaan itu. "Okey?" Vito menekankan dengan percaya.

Malam pun berbisik, meniupkan anginnya. Hembusan itu membelai seluruh permukaan tubuh yang bisa diraihnya. Azalea mengangguk dengan sedikit senyuman. Membuat anak rambut pirangnya yang berterbangan jatuh ke bawah.

Syukurlah, Vito juga bisa tersenyum lepas setelah itu. Vito takut Azalea merasa gagal. Entah sebagai dirinya sendiri, atau sebagai AZA leader dari Calvaride, atau justru sebagai pasangan Azazel.

Beban itu terlalu berat, Vito paham. Selama ini, Azalea selalu sendirian. Bahkan setelah Vito menemaninya, gadis itu selalu memendam masalahnya sendiri.

•••

"Gue mungkin gabisa diandelin, tapi, lo bisa percaya sama gue, Lea. Jangan di pendem sendiri terus." Masih ingat sekali waktu itu Vito menuturkan dengan lembut.

Pandangan Azalea yang datar namun dalam, masih terekam jelas dalam ingatan Vito. Gadis itu bingung. Dia tidak bisa mengerti perasaannya sendiri. Bagaimana Azalea mau berbagi?

"Gue percaya kok sama lo Vit." balasnya dengan senyuman tipis. Senyuman yang dipaksakan. Vito tahu akan hal itu.

Sambil menyunggingkan senyuman miring, disusul hembusan nafas. Vito menyaut dengan datar, "Percaya apa?"

Deg!

Vito merasa, dia akan melewati batasannya sendiri. Entah bagaimana kedepannya. Ada dua kemungkinan, Vito yang berhasil merebut hatinya Azalea, atau justru Vito kehilangan Azalea dan mulai dijauhinya.

"Masih banyak hal yang lo sembunyiin dari gue. Masih banyak hal yang lo tutupin, dan gue gatau tentang lo." jelas Vito memperjelas kepercayaan yang dibahasnya.

Dengan entengnya gadis itu menyeringai tawa. "Haha, bukan gitu. Gue ga sembunyiin apapun dari lo. Gue juga ga keberatan kalo lo tau semua tentang gue."

Azalea benar. Dia tidak membela diri. Bahkan rumput yang bergoyang, ranting yang berjatuhan didekat mereka pun berkata demikian.

Ditambah lagi dia nyeletuk, "Tapi eta mah kamu weh yang ga bisa nemuin apapun tentang aku." dengan polosnya.

E-eh?!

Vito tercengang mendengar gadis pirang dengan hidung mancung kulit putih bak bule itu berbicara dengan logat sunda yang fasih. Seketika reflek dia menimpalinya, "Ah piraku, neng?"

"Neng Lea." ulangnya lagi.

Mendengar sebutan aneh itu, Azalea mengernyit jijik. "Gak, ya, Vit!" katanya dihiasi tawa. "Jangan panggil gue neng!"

"Kenapa atuh? Kan kamu orang sunda." Vito mulai terbawa suasana. Kini dia malah seolah adu susundaan dengan Azalea.

Gadis itu terdiam dengan tatapan geram, namun mulutnya tersenyum miring. Vito malah semakin senang menggodanya, "Gak bisa bales ya? Kasian!"

"Gue tau lo mau manggil Aa tapi gengsi. Atau gak, geli sendiri, haha!" Vito mengakhiri, lalu tertawa dengan renyah. Tanpa menghiraukan raut Azalea yang mulai kesal betulan.

Meski begitu, Azalea menyadari, Vito yang berhasil menggodanya. "Diem yaa!"

Bukannya menurut, Vito malah terus-terusan menjahilinya. Bisa-bisanya lelaki itu malah tertawa dengan puasnya di tengah Azalea yang terus mengoceh. Untungnya, dari komsekuensi yang berat itu, Vito mendapatkan yang pertama.

•••

Malam kian larut, mungkin waktunya sudah tiba. Tinggal menghitung dalam detik. Azalea sudah ancang-ancang mengambil perannya. Kehadirannya, seolah membuktikan bahwa semua orang yang bilang kalau AZA tidak akan ikut malam ini salah total.

Lihatlah dia sekarang, berada di tengah-tengah pasukan, berdiri di paling depan. Dengan helm putih full facenya di gandeng di pinggang.

"28 orang yang tersisa..., gue salut sama kalian." ujar Azalea mengudara. Menerbangkan rasa hormat dan percaya. Juga menyampaikan perasaannya yang bangga akan teman-temannya.

Tepukan tangan meriah menyusul. Dimulai dari Azalea sendiri, diikuti yang lain. Gadis itu melanjutkan, "Entah berapa orang yang bakal jadi lawan kita. Inget, ya.., jangan mati!"

Apa dia sadar dengan apa yang baru saja dia ucapkan? Bisa-bisanya dia menyampaikan itu dengan senyuman lebar? Seolah orang yang ingin menang, atau justru seolah siap untuk mati kapanpun.

Tak lama setelah itu, akhirnya yang di tunggu pun tiba. Tampak sekumpulan orang bermotor datang memenuhi jalan besar dari belakang kumpulan anak Calvaride. Mereka adalah LION GANG. Di pimpin oleh Azazel, hampir sejajar dengan Bima, Farel, Xeno Yoga dan Zay.

Tuk! Langkah kaki Azazel turun dari motor menghadirkan suasana lain yang terasa menegangkan. Lebih parahnya, terlihat jelas, kurang lebih 54 anak Lion, berdiri gagah di depan mereka.

Sedangkan di pihak Calvaride, hanya terkumpul 28 orang. AZA, muncul menghampirinya dari belakang. Dengan helm full face di wajahnya seperti biasa, membelah kerumunan Calvaride menjadi dua bagian. Prediksinya tentang arah kedatangan LION sangat tepat.

Untunglah gadis itu masih punya waktu untuk bersiap. Krak! Azazel melepaskan helm di kepalanya, berharap kapten lawan juga melakukan hal yang sama. Tapi tidak mungkin, untuk AZA.

"Hahaha!" Yoga tertawa dengan kerasnya. Padahal suasana disana sedang sunyi. "Pada kemana anak lo? Dikit amat?" tanya menyusul.

Xeno juga tersenyum miring. Terlihat dengan jelas wajah arogan keenam lelaki itu. "Gue kasih tau ya sama lo lo pada. Lebih baik nyerah sekarang deh!" seru Xeno kemudian.

Zay selaku partner panglima, tidak mau kalah. "Kita ga akan segan. Walaupun kalian sekarang kaya kumpulan orang malang. Jangan harap kita bakal kasih celah!"

Vito masih bisa menyombongkan dirinya, "Kita bukan pecundang, yakali nyerah sebelum perang?!" katanya menyahut. Disusul dengan sorakan ramai dari 26 anak Calvaride yang bersuara.

"Sombong juga lo, Vit?!!" balas Bima melemparkan tatapan sinis yang memancing emosi.

🍁🍁🍁🍁🍁
<<< n e x t >>>

Langit Asmara Azalea [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang