06.00
Jam enam pagi, di saat Widya sedang tidur di sofa rumah sakit, menjaga mamahnya yang kembali harus membutuhkan perawatan, dia mendengar suara nafas yang terdengar tersengal-sengal.
Widya terbangun mungkin mimpi pikirnya, tetapi suara itu tidak berhenti walaupun Widya sudah bangun dari tidurnya.
Widya mengedarkan pandangannya, dia terpaku melihat nek Lia yang terbangun dengan nafas yang memburu dan merintih kesakitan sambil memegangi dadanya.
"Mamah!" Widya langsung berlari menghampiri, memeluk mamahnya dengan erat,"mah! Mamah kenapa mah?!"
Tangan Widya dengan cepat memencet tombol darurat untuk memanggil dokter supaya datang ke ruangan ini.
"Mah! Mamah sadar mah!"
"W-widya... Mamah udah gak k-kuat lagi."
Widya mulai meneteskan air mata melihat wajah mamahnya yang kesakitan, tangan lembut nan sudah keriput itu membelai wajahnya.
"Maafin mamah Widya... Kasih Dylan yang menurut kamu terbaik buat dia Widya.." sedetik itu juga tangan nek Lia terjatuh lemas di ranjang, dengan nafas yang mulai mereda hingga dia juga menutup kedua matanya.
"Mah! Mamah! Mah!!" Widya memekik histeris, dia mengangkat tubuh mamahnya dan memeluknya.
Cklek
Dokter dan dua suster datang memasuki ruangan nek Lia, Widya langsung memberikan ruang agar dokter dapat memeriksa nek Lia.
"Maaf Bu, tunggu di luar dahulu ya." Ujar suster.
Widya sudah menangis tersedu-sedu, dia melangkah keluar ruangan berharap dokter bisa menyelamatkan mamahnya.
"Sayang? Kenapa di luar? Hei.. kenapa nangis." Andreas datang karena dia tadi habis pulang untuk mengambil beberapa baju, karena di kiranya nenek Lia akan di inap dalam jangka panjang.
Widya langsung memeluk suaminya dengan tangisan yang tidak mereda, dia sesenggukan sambil berkata,"mamah! Mamah tiba-tiba kumat lagi!"
Andreas meletakkan tas diatas kursi, dan membalas pelukan Widya, mengusap-usap punggung istrinya,"kumat gimana? Tenang aja sayang, ya. Pasti mamah baik-baik aja."
"Mau aku telponin Dylan?" Widya mengangguk.
~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Sampai jumpa lagi anak-anak." Bu Hana melambaikan tangan lalu masuk kedalam mobil.
Dylan dan Januar berpelukan dahulu dengan anak-anak, mereka berjongkok dan di kerumuni oleh bocil-bocil.
"Belajar yang pinter okay, biar nanti bisa ketemu kak Dy lagi." Dylan mengusap surai bocil.
"Kak Janu sama kak Dylan bakal jenguk kita kan?"
"Kakak masih harus sekolah, nanti kalau gak sibuk kita bakal kesini lagi." Jawab Janu.
"Huhu... Kenapa kakak harus pergi."
"Iya, jangan nakal-nakal ya kasian ibu." Dylan tersenyum.
"Nanti gak ada yang bisa bikin kue lagi."
"Ibu juga bisa kok, ya." Dylan menatap Bu Anis sambil tersenyum.
Bu Anis mengangguk, melihat anak-anak yang tidak rela di tinggalkan membuat dirinya ikut sedih, memang selalu seperti ini setiap ada guru sukarelawan yang datang dan akrab dengan mereka di saat ingin pergi pasti mereka gak akan rela.
"Ah jangan sedih dong, jangan nangis. Sini peluk-peluk." Dylan di peluk oleh anak-anak yang mulai berkaca-kaca matanya.
Januar tersenyum, tiba-tiba aja ada yang memeluknya dari belakang, dia menoleh dimana ada Rafi.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BOYS LOVE] MY SOULMATE [END]
Teen Fiction"Gue bisa jadi heroin, buat lo candu sama gue." Ini bukan kisah Dylan dan Milea, tapi ini tentang Januar dan Dylan, dua laki-laki bocah SMA yang memiliki cerita sendiri didalamnya. ___________________________ Dylan harus menuruti keinginan orangtuan...