"Nah selamat datang pak, ini kondisi rumah saya. Rumah dan tanah ini milik saya, bapak bisa membeli keduanya atau salah satunya saja kalau bapak tertarik."
Widya memperkenalkan rumahnya kepada salah satu teman bisnisnya, pak Susilo.
Bersama Andreas mereka bertiga berkontribusi menyakinkan kalau rumah dan juga tanah, kondisi letaknya sangat strategis.
Dylan melihat dari lantai dua kedua orangtuanya benar-benar ingin menjual rumah ini, padahal rumah ini paling banyak kenangan dan memorinya.
Dari dulu papah Darwin masih tinggal bersamanya, sampai sekarang nenek Lia sudah tiada semua cerita tercetak di rumah ini.
Dylan melihat kalender tahun ini di handphonenya, tersisa lima bulan lagi di semester akhir. Tandanya lima bulan lagi juga masa sekolahnya akan selesai.
"Dylan! Sini turun! Sapa teman mama." Ajak Widya.
Lelaki manis menoleh lalu dia menghampiri Widya kebawah, Dylan berjabat tangan dengan teman mamahnya.
"Dia anak saya, Dylan." Ucap Widya.
"Salam kenal." Pak Susilo tersenyum, dan Dylan balas dengan senyuman tipis.
Papih Andreas merangkul pundak anaknya, menatap anaknya dengan senyuman.
Di saat Widya lanjut bicara dengan pak Susilo, Dylan ingin bicara dulu dengan papihnya.
"Pih kenapa harus di jual rumah ini?"
"Ya karena gak akan di tempati lagi."
"Bukan itu alasannya kan Pih? Apa alasannya?"
Andreas menghela nafas,"untuk menyelematkan perusahaan kita, perusahaan kita membutuhkan dana."
Dylan berdecak,"kemana investor papih?"
Andreas memegang pundak anaknya,"di perusahaan sedang ada masalah, jadi mau gak mau kita yang turun tangan. Dylan nurut aja dulu ya?"
Lelaki itu mengulum bibir,"tapi nanti Dylan masih bisa pulang ke sini kan Pih?"
Andreas mengusak rambut Dylan, dan setelahnya tanpa mengatakan apapun lagi papihnya pergi menyusul mamahnya.
Membuat Dylan diam di tempat dengan pertanyaan yang belum terjawab membuatnya menerka-nerka.
~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Sumpah sepi banget gak ada Dylan." Celetuk Felly sambil mengaduk-aduk buburnya.
"Kan ada gue."
"Anj-" Felly terkejut melihat keberadaan Fadli di sebelahnya.
Fadli tersenyum,"lebay pake kaget segala, emangnya muka gue nyeremin."
"Ya, emang."
Aurora sama Deo ketawa melihat dua sejoli yang sudah menjadi mantan itu.
"Eh si Janu mana?" Tanya Deo.
Zael menggeleng, jadi mereka ini lagi berada di kantin setelah olahraga. Zael sama Fadli ikut nimbrung sama Iqbal dkk.
"Gak tau dah." Jawab Zael sembari mengunyah bakso bakar, dia melirik ke samping dimana ada Iqbal lagi mau ngeracik bakso kuahnya menggunakan saos.
"Bisa gak?" Zael mengambil alih botol saos sambal yang masih baru dan tersegel rapat.
Iqbal melihat Zael membuka tutup botol itu gampang banget,"makasih."
"Sama-sama, nih." Zael tersenyum.
Aurora berada di depan mereka di tengah-tengah antara mereka berdua diam-diam menampilkan senyum misteriusnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
[BOYS LOVE] MY SOULMATE [END]
Ficção Adolescente"Gue bisa jadi heroin, buat lo candu sama gue." Ini bukan kisah Dylan dan Milea, tapi ini tentang Januar dan Dylan, dua laki-laki bocah SMA yang memiliki cerita sendiri didalamnya. ___________________________ Dylan harus menuruti keinginan orangtuan...