"Mah nanti jam delapan ke sekolah ya." Ucapan Dylan memecah keheningan di meja makan.
"Iya sayang, Janu siapa yang ambil rapot kamu?" Tanya Widya sembari memakan sarapannya.
"Oh.. biasanya Janu ambil rapot sendiri."
Janu tersenyum tipis.Di meja makan gak cuman ada mereka bertiga, tapi ada nenek Lia, Uti dan papih Andreas.
Andreas menatap Janu,"bukannya harus sama orang tua ya?"
"Di bolehin yang penting udah lunas semua bayarannya."
Andreas cuma ngomong oh doang, dia lanjut makan.
"Kalo Uti? Kapan ambil rapot?" Tanya Widya,"biar nanti mamah yang ambilin rapotnya Uti."
"Beneran mah? Uti ambil rapotnya besok!"
"Iya, kalo Abang kamu mah biarin aja ambil sendiri kan udah besar, emang Janu juga mau mamah ambilin?"
Januar menggeleng sambil tertawa kecil, Andreas juga ketawa mendengar Widya kayaknya seru juga kalo Dylan punya adik.
Putri tertawa,"hahaha iya! Bang Janu udah besar bisa ambil sendiri!"
"Tapi bang Dy udah besar masih di ambilin." Celetuk nek Lia.
Dylan cuma berdehem, Widya melihat anaknya yang tidak ada semangatnya pagi ini, pasti karena permasalahan papahnya.
Widya tahu betul kalau Dylan sangat sayang kepada papah Darwin, pasti dia merasa terpuruk saat ini.
"Kamu kenapa sayang? Hm? Sakit? Mau izin dulu aja sehari?" Tanya Widya dengan halus.
Dylan menggelengkan kepalanya pelan,"gak mah."
"Udah gak usah di pikirin papah kamu." Ucap nenek Lia.
Membuat Dylan tambah bad mood, dia meminum susunya dan beranjak,"mah jangan lupa dateng, aku berangkat."
Januar paham, mungkin hati Dylan sedang tidak baik-baik saja, bagaimana tidak papa kandungnya sedang terperangkap di penjara saat ini dan entah kapan keluarnya.
Widya menghela nafas, Andreas di sebelah sang istri cuman mengusap pundak Widya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Eh mamahnya Dylan, apa kabar Bu?" Tanya Bu Susi sembari mengajaknya bersalaman, karena saat ini sedang berhadapan dengan mamahnya Widya.
Widya ingin mengambil rapot anaknya, dia tersenyum dan membalas salaman Bu guru,"baik, ibu gimana?"
"Baik juga, oh iya.. Dylan gak keliatan loh Bu dari pagi gak di kelas."
"Kok bisa? Dia tadi pagi izin buat sekolah kok."
Pengambilan rapot dilaksanakan didalam kantor guru, jadi Widya gak liat ke kelas untuk mengecek Dylan.
"Hm... Gimana sih Dylan."
"Astaga, kemana lagi anak itu. Dia emang lagi ada masalah sama papahnya."
"Oalah, pantesan. Emang anak seumuran dia masih labil gampang ngambekan."
Widya cuman senyum kikuk, padahal dalam hati khawatir dimana anaknya berada.
"Tapi ada kabar bagus loh, saya gak nyangka nilainya Dylan bisa sebelah dua belas sama Janu."
Rasa khawatir Widya tersingkir dan rasa gembira dan juga bangga dia rasakan.
"Apa iya Bu? Coba saya lihat nilainya, sekalian saya juga mau ambil rapot nya Janu."
KAMU SEDANG MEMBACA
[BOYS LOVE] MY SOULMATE [END]
Fiksi Remaja"Gue bisa jadi heroin, buat lo candu sama gue." Ini bukan kisah Dylan dan Milea, tapi ini tentang Januar dan Dylan, dua laki-laki bocah SMA yang memiliki cerita sendiri didalamnya. ___________________________ Dylan harus menuruti keinginan orangtuan...