21. ditinggal

59.4K 3.1K 87
                                    


Pagi ini, aku sudah berada di apartemen Galih. Lebih tepatnya di kamarnya. Sedang membantunya mengancingkan kemejanya.

Sayangnya, gerakan tanganku harus terhenti ketika Galih menyambar bibirku tanpa aba-aba. Secara otomatis, aku memejamkan mata dan membalas ciumannya sama mendambanya.

Aku tidak tahu kenapa, bibir Galih menjadi candu sejak semalam. Itu kenapa aku terima-terima saja ketika Galih menerkam bibirku di mobil sepulangnya dari rumah sakit dan sekali lagi sebelum kami berpisah untuk masuk ke unit masing-masing.

Dan pagi ini, aku sama pasrahnya.

Berbeda dengan semalam yang menggebu-gebu, kali ini Galih memagutku dengan lembut dan perlahan. Seakan menikmati rasa bibirku baik-baik.

Saat Galih menggigit bibir bawahku, aku segera membuka mulut. Tapi mendadak ide jahil muncul di kepalaku. Begitu lidahnya menyusup, aku sengaja tidak menggerakkan lidahku atau menyambutnya.

Galih menggeram dalam ciuman, membuat sudut bibirku terangkat.

"Eungh!" Aku melenguh saat bokongku diremas. Ah, Galih balas dendam.

Tanganku bergerak naik, berpegang pada pundaknya. Takut tubuhku merosot karena bukannya berhenti, Galih malah meremasnya semakin kuat. Belum lagi tubuh kami yang semakin menempel satu sama lain. Aku bisa merasakan kerasnya dada bidangnya dan benda keras yang mulai menusuk perutku.

Tanpa sadar, lidahku mulai bermain dengan lidahnya. Menerima ciumannya yang makin lama makin dalam dan menuntut.

Saking mendominasinya, tubuhku mulai terdorong hingga terduduk di tepi tempat tidurnya. Alarm dalam kepalaku baru berbunyi saat Galih masih berusaha mendorongku, mungkin ingin membaringkanku.

Aku mendorongnya dan menarik tubuhku menjauh. Pandanganku langsung jatuh pada bibir Galih yang basah dan membengkak. Sepertinya, kondisi bibirku hampir sama dengan miliknya. Mengingat bagaimana Galih begitu bernafsu mengisapnya.

"Nanti kamu telat," bisikku tepat di depan bibirnya.

Galih belum berniat menjauh. Jarak antara kami hanya terpisah beberapa senti. Apalagi posisi kedua tangannya berada di sisi kanan dan kiri tubuhku. Mengungkungku agar tak bisa menghindar.

Galih mengusap bibirku. "Nggak apa-apa."

Aku terkekeh sambil menahannya yang ingin kembali mendaratkan bibirnya.

"Sekali lagi." Galih memohon.

Aku membekap mulutku sendiri. "Nggak."

Tampaknya Galih belum menyerah meminta. Dia berusaha menarik kedua tanganku yang menutupi benda incarannya.

"Nanti aja, pas kamu pulang," kataku pada akhirnya. Karena aku tahu, dari segi kekuatan Galih pasti menang dan akan mendapatkan apa yang dia mau.

Galih menatapku dengan mata menyipit dan segera kubalas dengan anggukan. "Kamu udah janji." Galih menegakkan punggungnya lalu menarikku berdiri.

"Itu saran, bukan janji," kataku sambil lanjut mengancingkan kemejanya.

Galih tertawa ringan sebelum menunduk dan berbisik, "Siap-siap kamu bakal kehabisan napas."

Aku meremang merasakan embusan napas hangatnya. Menimbulkan gelenyar aneh di tubuhku. Aku berdehem demi mengalihkan pikiranku. Jika tidak, bisa-bisa aku yang menyerangnya. "Udah nih. Sana berangkat."

Setelah mengantar kepergian Galih dengan satu kecupan ringan, aku berbelok ke unitku. Sekarang, waktunya aku yang bersiap.

Aku mengecek ponselku sebelum memilih pakaian di dalam lemari. Siapa tahu ada pesan atau panggilan penting. Keningku mengernyit ketika menemukan pesan dari nomor tak dikenal.

Teman MantankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang