27. Boleh?🔞

115K 3.3K 28
                                    


Otw 🔞


**


Aku tidak berlama-lama di kantor Galih. Alasan pertama, ya untuk apa? Galih di sini untuk bekerja. Kehadiranku sama sekali tidak membantu meringankan pekerjaannya.

Kedua, selanjutnya memang ada meeting yang menunggunya. Jadi semakin lengkaplah alasanku segera pulang.

Dan karena Galih harus bergegas ke ruang meeting, lagi-lagi aku di antar Alam menuju lobi. Walau sebenarnya aku merasa tidak perlu.

Namun Galih memaksa.

Situasi ini akhirnya aku jadikan kesempatan bertanya pada Alam. Tentang Galih yang menjadi sosok berbeda di kantornya.

"Galih suka marah-marah ya di kantor?" tanyaku ketika kami berada di dalam lift.

Hening beberapa saat sebelum Alam menjawab, "Dibanding marah, Pak Galih lebih cocok disebut tegas."

Aku manggut-manggut.

Lalu Alam melanjutkan, "Pak Galih nggak pernah pandang bulu antara laki-laki atau perempuan. Dalam hal pekerjaan, semuanya sama. Mungkin itu juga yang bikin orang-orang segan sama Pak Galih. Nggak banyak yang deket sama Pak Galih."

"Kamu salah satunya?" Melihat Alam yang diam, aku memperjelas maksud pertanyaanku. "Yang deket sama Galih."

Alam mengangguk.

Pintu lift terbuka. Alam tersenyum lalu kami berjalan bersisian menuju mobil yang terparkir. Sampai suara Alam kembali terdengar.

"Tapi akhir-akhir ini, saya lihat Pak Galih jauh lebih bersemangat dan banyak senyum."

Aku mengurungkan niatku membuka pintu mobil lalu menoleh ke arah Alam. Dia tersenyum dan aku membalasnya dengan senyum yang lebih lebar.

Aku menarik pintu dan akhirnya masuk ke sana. Meninggalkan Alam yang masih setia berdiri di tempatnya.

Sepertinya, aku yang terlalu banyak berpikir buruk tentang Galih. Sementara orang sekitarnya, justru menilai Galih berbeda.

Aku mengeluarkan ponselku dan menghubungi Sherina. Tidak lama, Sherina mengangkatnya.

"Halo?"

"Hai, Sher. Gue bisa ganggu sebentar nggak?"

"Bisa, bisa. Gue nggak lagi sibuk kok."

"Gue mau nanya soal keadaannya Dony, Sher."

"Dony? Dia udah membaik, Cha. Katanya, orang yang ngeroyok dia juga udah ketemu."

Detak jantungku memompa dua kali lebih cepat. "Oh ya?"

"Iya, ada tiga orang. Mereka sama-sama mabuk terus nggak sengaja saling senggol. Nah si Dony apes karena cuman sendiri."

Helaan napas lega mencuri keluar dari mulutku. Aku memegang dadaku yang perlahan mulai menenang.

Perasaan bersalah semakin membesar setelah mendengar penuturan Sherina. Aku mencurigai Galih yang tidak ada kaitannya sama sekali.

Aku harus menebus kesalahanku.

**

Menjelang kepulangan Galih, aku masih sibuk di dapurnya. Sedang memasak makan malam untuknya.

Ini salah satu caraku menyampaikan permintaan maaf. Dan... satu lagi yang telah kupikirkan matang-matang.

Sebagian besar masakanku telah matang dan tertata di meja. Sekarang, tinggal menunggu sayurnya matang.

Teman MantankuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang