Yg mau baca ronde dua galih Chaca move ke karyakarsa.
Utk yg gak mau baca jg gak masalah. Gak akan bikin kalian bingung di part selanjutnya.Link-nya ada di bio ku. Kalian langsung klik aja.
💋💋
"Kak, tumben pake turtleneck. Nggak panas?"
Pertanyaan itu langsung menyerang begitu aku masuk ketika mereka masih sibuk menyantap makan siang.
Aku tersenyum kikuk, bingung juga menjawab pertanyaan Amel. "Hah? Emm, pengen aja. Kasian bajunya nganggur terus di lemari, jarang gue pake."
Amel mengangguk-angguk. Kukira dia akan diam, ternyata masih ada yang ingin dia ucapkan. "Tapi kan bisa dipake pas musim hujan, Kak. Hari ini panas banget tau, Kak."
"Mel, di sini ber-AC, nggak panas sama sekali."
Aku melarikan tatapanku ke Rahma dan Eka yang senyum-senyum. Dua orang ini pasti paham apa yang sebenarnya terjadi padaku.
Gara-gara Galih aku jadi malu begini.
Ya, alasan dibalik aku mengenakan turtleneck di cuaca sepanas ini adalah bekas kemerahan yang Galih tinggalkan di leherku.
Oh, bukan hanya leher. Di sekitar payudaraku, perut, dan bahkan pahaku pun banyak bertebaran.
Untuk bagian leher, tidak banyak memang. Tapi tetap saja aku tidak mau ada gagal fokus karena melihatnya.
"Pantes dua hari kemarin nggak nongol-nongol." Rahma cekikikan saat yang lainnya keluar, meninggalkan kami berdua.
"Gue udah kasih tau alasannya, ya, Ma."
Sabtu Minggu kemarin aku memang tidak masuk. Dan itu karena Galih. Tapi aku berbohong pada Rahma dan bilang akan menemui Tante Raya.
Sebenarnya aku tidak perlu berbohong, toh Rahma tahu hubunganku dengan Galih. Hanya saja, aku malu mengatakannya.
"Sayangnya gue nggak percaya."
Aku mengernyit.
"Gue lebih percaya kalau lo bilang habisin waktu berdua bareng Galih."
"Lo diem aja."
Rahma terkekeh. "Berarti bener, kan?"
Aku memutar bola mata malas. "Menurut lo?"
Rahma tertawa lagi. Sepertinya dia sangat puas menggodaku hari ini. Lihat, kan? Tidak kuberitahu saja aku digoda habis-habisan. Bagaimana kalau dia tahu? Mungkin satu mingguku akan diisi dengan kejahilannya.
"Oh iya, di dalam ada paket lo," kata Rahma setelah puas tertawa.
"Paket?" tanyaku.
"Iya."
Aku terdiam sejenak. Menggali ingatan yang mungkin aku lupakan. Sayangnya aku tidak menemukan kapan dan barang apa yang sudah kupesan. "Kayaknya gue nggak pesen apa-apa," gumamku.
"Tapi bener kok. Nama sama alamatnya."
Akhirnya aku berdiri dan menghampiri sebuah kotak berbahan plastik berukuran sedang di sudut ruangan. Siapa tahu memang aku lupa atau bisa jadi Galih yang memesannya untukku.
Aku menarik lakban bening di atas kotak lalu membukanya. Di dalam sana, ada dua ekor ikan busuk dan berbelatung.
"Aaakh!" Kakiku spontan melangkah mundur, menjauhi kotak. Bau busuk dari ikan itu langsung memenuhi ruangan.
Aku menutup hidungku saat Rahma dengan panik menghampiriku. "Cha, itu apa?"
"Ikan busuk, Ma."
Mungkin karena mendengar jeritanku, Andini, Amel, Laras, dan Eka muncul tak lama kemudian. Namun buru-buru membekap hidung masing-masing.
Rahma bergegas menutup kembali kotak itu dan membawanya keluar. Meski telah dibuang, sisa-sisa bau busuknya masih tertinggal.
Aku masih bergeming di posisiku. Menerka-nerka siapa pelakunya?
"Ras, lo yang tadi ambil paketnya, kan? Siapa yang bawa?" tanya Rahma begitu dia kembali.
"Nggak tau, Kak. Paketnya ada di depan pintu, karena ada namanya Kak Chaca makanya gue bawa ke dalam," jawab Laras.
"Maaf, Kak." Laras meminta maaf padaku.
Aku meliriknya lalu menggeleng cepat. "Nggak, nggak. Jangan minta maaf, ini bukan salah lo." Aku mengusap wajahku. "Lain kali, jangan terima paket apa pun kecuali gue yang bilang ke kalian."
Rahma pun meminta mereka keluar, meninggalkan kami berdua. Aku terduduk lemas di kursi, entah karena pusing mencium bau busuk tadi atau memikirkan bagaimana nasibku selanjutnya.
Rahma duduk di hadapanku dan bertanya, "Cha, lo ada masalah sama seseorang?"
"Gue enggak tau, Ma. Sebenarnya gue nggak mau curigain dia, tapi akhir-akhir ini dia emang sering teror gue."
Satu-satunya yang bermasalah denganku hanya Alina. Hanya dia yang menerorku dan hanya dia yang pernah secara gamblang mengirimkan pesan tentang Tama.
Rahma menyipitkan mata. "Jangan bilang ... Tama?"
Aku menggeleng. "Pacarnya Tama."
Mata Rahma berubah melotot. "Yang pernah dateng ke sini?"
Aku mengangguk.
Sekarang Rahma mengernyit. "Kenapa dia gangguin lo?"
Aku mengembuskan napas panjang sebelum bercerita. "Waktu itu dia cerita, katanya dia putus sama Tama gara-gara gue. Tama belum bisa lupain gue."
"Gila tuh cewek! Jelas-jelas dia yang pelakor." Rahma mendecakkan lidah. "Emang cocok mereka berdua," kesal Rahma.
Aku tersenyum kecut. Sebenarnya bukan cuman Rahma yang kesal, aku juga jelas kesal. Mereka berdua membuatku jadi pihak yang paling jahat dan akhirnya menggangguku.
"Tunggu, Cha." Raut Rahma berubah serius. "Gue inget sesuatu. Kalau nggak salah lo pernah bilang, Tama minta balikan sama lo karena tuh cewek yang minta putus. Pernyataan mereka berdua beda, Cha."
Alisku terangkat. Benar kata Rahma.
Setelah kuingat-ingat lagi, Tama mengaku Alina yang tidak mau melanjutkan hubungan mereka. Sementara Alina mengaku tidak benar-benar serius ingin putus dari Tama.
Siapa yang berbohong di antara mereka berdua?
Aku menyambar ponselku di atas meja dan mencari kontak yang terus menerorku. Aku harus tahu siapa yang berbohong agar bisa menyelesaikan masalah ini secepatnya.
"Lo telepon siapa?" tanya Rahma.
"Orang yang neror gue."
Tidak diangkat. Bahkan ketika aku memanggil kedua kalinya, hasilnya tetap sama. "Nggak diangkat," kataku pelan.
"Cha, ke depannya lo harus hati-hati. Nggak ada yang tau orang itu senekat apa. Mungkin hari ini masih ringan, tapi nggak tau selanjutnya gimana." Rahma menatapku khawatir.
Aku mengangguk.
"Saran gue, mulai sekarang mending lo pulang bareng Galih, Cha. Biar lo aman."
Aku mengangguk lagi. Mulai sekarang, aku cuman bisa mengandalkan Galih.
**
Halo. Maaf aku baru muncul skrng.
Skrng aku msh dirawat di RS dan blm tau kpn bisa pulang. Doain aja aku cepet sembuh dan bisa lanjut lg
KAMU SEDANG MEMBACA
Teman Mantanku
RomanceTujuh tahun pacaran, Chaca dan Tama akhirnya putus karena Tama menyukai juniornya di kantor. Namun yang justru lebih mengejutkan Chaca adalah teman baik Tama yang dulu selalu menjauhinya. Setelah putus dari Tama, Galih mulai terang-terangan mendekat...