Desahan di kamar sebelah Bab 8

363 1 0
                                    




Aku masih gelamun di dapur memikirkan apa yang harus ku lakukan untuk menyelamatkan nyawa ketiga temanku, suara desahan laki-laki dewasa dari kamar itu seperti menggelar di rumah ini membuat aku tersadar dan cepat berlari ke kamar Meri.

Meri dari tadi ambil selimut belum keluar dari kamarnya, aku sekarang berdiri di depan pintu kamar Meri yang tertutup rapat,rasa kawatir mulai bermain di hati dan pikiran,karena dalam keadaan seperti ini Meri tidak mungkin berani menutup pintu dan berlama-lama di dalam kamar.

"Meri", aku coba memanggil sambil mengetuk pintu tapi tidak ada jawaban, aku memutar ganggang pintu yang ternyata tidak di kunci , di dalam kamar Meri gelap gulita, aku mengeluarkan hp dan menyalakan senternya.

Setelah menemukan tombol lampu dan menekannya berulang kali tapi lampu di kamar Meri tidak mau hidup, keringat dingin mulai keluar di dahiku , aku memanggil Meri dan memeriksa setiap sudut kamarnya saat tengah dalam kekawatiran aku mendengar teriakkan Meri dari lantai atas.

Aku langsung berlari ke lantai atas menggedor pintu kamar iblis itu sambil berteriak penuh emosi.

"Jangan sakiti sahabatku manusia iblis, kalian tidak pantas hidup di dunia ini, buka pintu hadapi aku!, aku terus menggedor pintu kamar itu dengan sekuat tenaga.

Pintu terbuka dengan lebar aku langsung masuk ke dalam kamar itu tapi kosong di mana Meri, aku berteriak memanggil Meri pintu kamar ini kembali tertutup dan tidak bisa di buka, apa ini jebakan.

"Ikut aku!, gadis blasteran itu muncul di hadapanku, aku pun mengikutinya berjalan menuju ruang bawah tanah di kamar ini.

Gelap gulita, basah dan bau tanah bercampur bau bangkai membuat dada sesak .Kami terus berjalan sampai akhirnya aku kini berdiri di depan dua orang manusia yang terbujur kaku dan di kelilingi emas dan batu mulia.

"Dia orang tuaku, mati dalam keserakahan dunia".

"Aku tidak ingin melihat ini, aku ingin temanku, di mana Meri?, jangan sakiti dia!, kataku dengan penuh emosi.

Wanita itu kembali berjalan tapi gambang , aku kembali mengikutinya kami masuk ke sebuah ruangan yang sangat lembab yang hanya di terangi cahaya lilin yang cukup banyak , di atas ranjang aku melihat Meri di baringkan, dan laki -laki monster dengan air liur menetes sudah siap untuk mencabik dada Meri, aku tahu laki -laki itu hanya ingin menikmati jantungnya.

"Hentikan, aku mohon lepaskan temanku aku siap menjadi pelayan kalian tapi lepaskan ketiga temanku!, aku berlutut dengan air mata yang terus mengalir.

Meri yang mendengar kesanggupanku menagis histeris, laki-laki monster itu mengeram mendengar kataku.

Tubuh Meri terlempar dari atas ranjang ke lantai tanah yang agak basah, laki -laki monster itu mengambil hewan berbulu dari dalam tanah lalu melahapnya, itu adalah tikus yang gemuk.

"Kata-kata kamu tidak bisa di tarik, aku akan antar temanmu sampai di depan rumah ini, dan jika mereka kembali maka mereka akan mati".

Sebelum berpisah dengan Meri untuk selamanya , aku memeluk Meri dengan erat, tubuh Meri terguncang hebat karena menangis.

"Ceritakan semuanya pada Dinda, Putri dan nenek itu, setelah itu pulanglah ke kampung bilang sama ibu dan adikku kalo aku sudah pergi jauh, dan tolong saat mereka sakit atau butuh sesuatu bantu mereka sebisa kalian!.

Meri terus menagis kesegukan.

"Pergi jangan siakan pengorbananku jangan pernah kembali ke sini!.

Akhirnya Meri pergi mengikuti gadis itu keluar dari ruangan ini meninggalkan aku berdua dengan laki-laki monster, yang masih asik menyantap beberapa tikus besar.

_____________________


Meri masuk ke dalam ruangan di mana Dinda di rawat dengan langkah gontai dan air mata yang tidak bisa berhenti mengalir.

"Meri,kamu kenapa dimana Tika?, tanya Putri kawatir.

Meri tidak langsung menjawab tapi memeluk tubuh Putri sambil menagis dan setelah cukup tenang Meri menceritakan semuanya, Putri yang mendengar itu tidak bisa berkata apa-apa hanya terdiam dengan air mata yang mengalir .

Di saat mereka berdua menagis Dinda yang tidak sadarkan diri tiba-tiba menggigau sambil menagis dan minta maaf kepada Tika, melihat itu Putri dan Meri mendekatinya lalu menekan tombol untuk memanggil dokter.

Sebelum dokter tiba di ruangan,Dinda sudah sadar dan menagis memanggil Tika, Meri dan Putri mendekati Dinda yang sudah tertuduk di atas ranjang rumah sakit, mereka bertiga berpelukan dengan tagisan atas keserakahan mereka.

Dokter tiba dan memeriksa Dinda, dokter merasa heran kondisi Dinda yang tadinya keritis kembali sehat segar dan bahkan Dinda merasa tidak sakit atau lemah sedikitpun, kalau sampai besok kondisi Dinda terus seperti ini dokter mengizinkannya untuk pulang.

Hari ini Dinda keluar dari rumah sakit sebelum pulang ke kampung halaman, mereka bertiga pergi ke rumah nenek itu untuk memberi tahu beliau tentang Tika.

Angkot berhenti tepat di depan kebun yang terawat mereka bertiga turun dari angkot dan berjalan menuju rumah sederhana milik nenek.

'Assalamualaikum', mereka bertiga mengucapkan salam pada wanita tua yang sedang menyiram bunga yang bermekaran di depan rumahnya.

'Waalaikumsalamsalam', beliau menjawab salam mereka sambil menatap ke arah mereka yang berdiri terpaku.

Wanita itu hanya menarik nafas dalam lalu berkata.

"Tika adalah dewi penyelamat yang di kirim tuhan untuk kalian, sekarang pulanglah jangan pernah datang ke rumah itu lagi!.

"Nenek, apa kami tidak akan pernah bisa bertemu dengan Tika lagi, bagaimana dengan ibu dan adiknya mereka pasti sangat sedih?.

"Biarkan semua berjalan sesuai takdir Allah, tanpa izin darinya tidak mungkin ini akan terjadi, ini sudah keputusan Tika, kita hanya bisa berdoa semoga keajaiban menyelamatkannya!.


Naex











Desahan di kamar sebelah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang