Desahan Di Kamar Sebelah Bab 100

54 2 0
                                    



Aku hanya ingin cucuku kembali, Aldo mau mati atau  tidak aku sudah tidak perduli, karena dia berani menentang ku.

Tapi semuanya terlalu sulit sehingga aku yang harus turun tangan sendiri masuk ke dunia mereka menjemput cucuku Adam.

Dan sekarang aku sudah berubah wujud menjadi wanita iblis yang akan membunuh putraku sendiri, lidah panjang ku terus melilit leher Aldo, tangisan Adam mengema di dalam hutan.

"Mama,, kamu mamaku", ucap Aldo di tengah rasa sakitnya.

Tiba-tiba muncul bayangan di mana aku melahirkan Aldo, wajah bahagia suamiku menyambut kelahirannya, saat kami liburan, saat aku bermain dengannya, saat Aldo selalu membuat aku tertawa bahagia dengan celoteh manjanya, dan semua bayangan di mana masa kebahagiaan itu ada.

Aku menatap wajah tampan putraku, tanpa sadar air mataku jatuh dan aku melepaskannya.

"Kenapa kamu bisa mengenal ku?, tanyaku padanya.

"Kalung pemberian papaku ada di lehermu", jawab Aldo.

Membuat bayangan di mana hari persri yang ke 10 tahun kembali terbayang, di malam yang sangat romantis Daniel menghadiahkan kalung berlian untukku.

"Ma aku mohon, kita sudahi semua ini, kita hidup seperti dulu lagi!, kata Aldo.

"Mengakhiri semua ini tidak semudah yang kamu inginkan ", kata tante Amira pada putranya.

"Selama masih ada keyakinan pada tuhan kita pasti bisa ", jawab Aldo.

"Ikut dengan kami, jangan takut apa yang kamu cari ada bersama kami, cepatlah sebelum matahari terbenam!, kata tiga jin berwujud manusia yang tiba-tiba muncul.

"Kalian siapa", tanya Aldo.

"Kami dari bangsa jin yang percaya akan adanya tuhan yang satu", jawab mereka.

Setelah mendengar itu aku dan mamaku yang sudah kembali berubah wujud menjadi manusia  mengikuti mereka.

Dalam waktu singkat kami sudah berada di sebuah desa kecil yang sangat indah bak di negeri dongeng, aliran sungai yang jernih, taman bunga aneka warna, jejeran rumah panggung yang indah dan sawah ladang membentang luas.

Suara burung dan anak-anak melantunkan ayat-ayat suci menggema di seluruh desa, sungguh suasana yang sangat nyaman.

"Aldo,tante Amira", ucapku begitu melihat mereka di bawa menuju ke rumah yang kami tempati, aku langsung turun dari rumah panggung mengambil Adam dari gendongan Aldo.

Melihat Aldo dan tante Amira Ana langsung bersembunyi di balik tubuh kekar Dewa.

Dewa mengepal kuat setelah melihat Aldo dan tante Amira.

"Mandi dan berganti pakaian, setelah itu kita makan bersama!, kata tetua desa.

Aku, dan Dewa beserta anak-anak duduk di ruang tengah menunggu Aldo dan mamanya datang.

Aldo keluar kamar dengan menggunakan kemeja biru tua dan celana hitam yang pas di tubuh putih atletisnya.

Kami menikmati makan malam bersama.

"Kenapa kalian bisa ada di sini?, tanya Dewa dengan raut wajah tidak suka pada Aldo dan tante Amira.

"Dia sengaja datang untuk membawa kalian kembali", jawab tetua desa.

"Aku tidak butuh bantuan mereka", marah Dewa.

"Hiduplah dengan damai,buang rasa dendam dan sakit hati!.

"Tidak semudah apa yang anda katakan, setelah apa yang mereka lakukan padaku orang tuaku, istri dan anakku", jawab Dewa dengan wajah merah.

"Aldo dan om mu tidak bersalah, semua salah tante,tante yang telah membuat mereka seperti ini", kata tante Amira.

"Saya tidak suka ada keributan di sini, jadi hiduplah dengan damai!, kita tunggu waktu yang tepat baru kalian akan pulang", kata tetua desa lalu pergi meninggalkan kami.

____________

Aldo terus menimang putranya di serambi depan sampai tertidur, lalu membaringkan Adam di atas tikar pandan wangi di ruang tengah dan kembali berdiri di depan rumah.

"Kenapa kamu tidak istirahat?, tanyaku padanya.

"Aku belum gantuk ", jawab Aldo terus memandang langit yang indah bertabur bintang

"Tika kamu wanita yang sangat beruntung mendapatkan Dewa, tapi Dewa lebih beruntung mendapatkan kamu, kamu cantik tapi hatimu jauh lebih cantik", ucap Aldo menatapku sekilas lalu kembali menatap langit.

"Siapa yang cantik?, tanya Dewa dari belakang.

"Langit malam ini yang cantik tapi lebih cantik istrimu Dewa ", jawab Aldo.

"Jangan macam-macam kamu ", marah Dewa langsung mencengkeram kuat kerah baju Aldo.

"Sudah cukup jangan sampai kita buat keributan ", aku mengingatkan Dewa dan Aldo.

"Dan kamu juga gapain bersama bajingan ini?, marah Dewa padaku.

Aku  tahu sipat suamiku kalau sudah marah susah di kendalikan, aku langsung menarik tangannya masuk ke dalam kamar.

"Aku belum selesai bicara, kenapa kamu tarik?, marah Dewa .

"Sampai kapan kita terus bermusuhan, saling benci, setiap manusia pasti pernah melakukan kesalahan, dan apa salahnya kita hidup dalam damai".

"Tapi Aldo segaja memancing emosiku, dan kamu jangan lupa Tika ,Aldo yang telah membuat masa depan Ana hancur, itu tidak bisa aku maafkan, di saat aku melihat putriku pulang dalam keadaan hamil tua, dan tubuhnya penuh luka ", jawab Dewa sambil mengacungkan jari padaku.

Aku tidak berani bicara lagi karena Dewa saat ini lagi emosi, aku memeluknya menenangkan hatinya.

"Kita istirahat!, ajakku padanya lalu membawanya pada pembaringan.

________________

Aku dan Dewa jalan pagi bersama, rambut panjangku tertiup angin pagi dengan lembut, kebaya hitam yang pas di tubuh putih sintalku menambah kesan sedikit seksi, membuat mata para lelaki di desa ini suka curi pandang.

"Bisa gak kamu jangan pakai kebaya", kata Dewa.

"Terus aku gak usah pakai baju gitu?, tanyaku padanya.

"Bukan begitu maksudku, ini kebaya kekecilan Tika, lihat itu bagian dada sampai terlihat sesak ", jawab Dewa kesal.

"Adanya cuma ini, dari pada pakai kemben terus suka melorot ", jawabku .

"Jalan-jalannya sampai sini aja,putar balik", kata Dewa padaku, padahal baru lima langkah dari rumah panggung.

"Terkadang kamu itu nyebelin", ucapku lirih, membuat Dewa menoleh padaku.

"Kamu bilang apa?, tanya Dewa.

"Kamu ganteng ", jawabku .

"Oya,setau aku ganteng dan nyebelin itu bede ", kata Dewa membuat aku tertawa kecil.


Next


Desahan di kamar sebelah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang