Desahan di kamar sebelah Bab 33

50 2 0
                                    


Dewa dengan telaten memandikan bayi perempuan kami di sungai  , tangisan kecil yang lucu membuatnya tersenyum bahagia, setelah selesai memandikannya dia membawanya berjemur, kulit putih bersih seperti mutiara bersinar di bawah sinar matahari.

Dewa kembali menyelimuti bayi kami dengan bajunya lalu mengendongnya, dan kami kembali berjalan menelusuri hutan yang entah di mana ujungnya.

Hari yang sangat panjang, yang aku sukuri di hutan ini tidak ada hewan buas tapi penuh mahluk halus apalagi kalau malam hari mahluk halus akan tiba-tiba muncul di depan kami.

"Tika kita sudah bebas dari kejaran iblis itu, karena kata pak kyai mereka hanya ingin kamu sebelum melahirkan".

"Alhamdulillah kalau akhirnya kita bebas, tapi yang sekarang aku pikirkan gimana cara keluar dari hutan ini?.

"Yang penting jangan putus asa!, jawab Dewa.

Kami berjalan dan istirahat begitu seterusnya, entah kami semakin masuk ke dalam hutan atau akan segera keluar .

"Apakah itu rumah?, tanyaku pada Dewa sambil menunjuk ke arah sebuah bangunan rumah yang terbengkalai di tengah hutan .

Karena butuh tempat berlindung kami putuskan untuk mengecek kedalam rumah itu.

Kami mendekati pintu utama rumah yang masih sangat kokoh, entah siapa yang membangun rumah lantai dua di tengah hutan entah berantah seperti ini.

Dewa memberikan bayi kami padaku sementara dia mencoba membuka pintu rumah itu.

Beberapa kali dobrak akhirnya pintu itu terbuka,kami masuk ke dalam dan terkejut karena di dinding rumah itu ada poto keluarga Dewa, dari poto orang tuanya masih muda,menikah, tapi tidak ada poto Dewa dan Brenda .

Dewa menarik gorden rumah  sehingga cahaya bisa masuk, rumah yang indah dan besar kami terus memeriksa setiap kamar, semua kamar lengkap dengan isinya.

Kami kedapur, di dapur tidak ada apa-apa cuma bekas tungku api, mungkin karena di tengah hutan mereka masak dengan kayu bakar.

Kami coba naik ke lantai atas cuma ada satu kamar tidur tapi lengkap dengan kamar mandi yang sudah tidak memiliki air, ruang kerja dan ranjang tua yang masih kokoh dengan kasur yang masih bisa di pakai.

Dewa membuka album foto yang ada di laci meja kerja,di sana ada poto ayahnya saat masih muda bersama kakeknya.

Ada juga foto saat ayahnya menemani kakeknya menebang kayu di hutan, ada juga foto saat ayahnya,kakek neneknya berkumpul di depan rumah ini bersama orang tuanya Aldo .

"Mungkin ini rumah lama kakek dan nenek sebelum mereka pindah ke kota", kataku pada Dewa.

"Ya mungkin juga, tapi ini di mana kok hutan ini gak ada ujungnya?, Kata Dewa bingung.

"Mungkin saja kita sekarang sudah keluar dari dunia iblis, sehingga kita bisa menemukan rumah ini" .

"Kita lihat jika waktu berjalan normal berarti kita sudah keluar dari dunia mereka", jawab Dewa lagi.

Kami kembali turun ke lantai bawah mengunci pintu dari dalam , untuk menghindari binatang buas masuk karena di luar tembok pekarangan sudah roboh.

Aku dan Dewa menuju kamar paling ujung yang ternyata bukan kamar tapi tempat sumur tua yang airnya sangat jernih , Dewa pun coba menimba dan menyuruhku untuk mandi duluwan ,sementara dia menunggu di depan pintu di mana aku mandi biar  gak takut.

Karena sudah bersih dari nipas aku pun mandi besar, kebetulan ada sedikit sabun walaupun udah lama tapi masih berbusa dan wangi.

Setelah mandi  kami masuk ke dalam salah satu kamar di lantai bawah.

Dewa membuka lemari pakaian yang ternyata masih banyak pakeyan di dalamnya.

Kami langsung meganti pakeyan sudah kotor, tapi sayangnya tidak ada baju untuk bayi kami.

Setelah membersihkan tempat tidur ,aku membaringkan putriku kecilku yang sudah terlelap.

"Kamu tunggu di sini aku mau lihat kedapur, mungkin ada sisa lilin atau apa yang bisa kita jadikan sebagai penghangat dan penerang!, kata Dewa  dan langsung pergi ke dapur.

Cukup lama  Dewa pergi dan belum juga kembali ke kamar membuat aku mulai takut, aku langsung mengendong bayi kami, sebelum keluar kamar aku meraba-raba di lemari mencari sesuatu yang bisa aku gunakan untuk membuat gendongan bayi, biar aku bisa memegang sebatang kayu untuk perlindungan.

Aku mulai melangkah ke luar kamar menuju dapur,rumah yang gelap membuat aku harus ekstra hati-hati, karena takut bayiku nagis aku kasih dia asi.

Di dapur tidak ada tanda-tanda ada manusia.Aku semakin takut dan kawatir di mana Dewa.

Aku berjongkok di lantai tidak berani bergerak, aku meraba sesuatu di lantai seperti orang yang terjatuh, apa itu Dewa jantung ku mulai bergemuruh.

Aku memegang rambutnya basah dan lengket  lalu mencium tanganku,bau anyir darah, tubuhku gemetar aku tidak bisa membayangkan kalau yang sekarang terlentang di depanku adalah Dewa.

Next

Desahan di kamar sebelah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang