Desahan di kamar sebelah Bab 34

51 3 0
                                    

Ku beranikan diri meraba bagian wajah orang yang terlentang di dekatku.

Ada brewok tipisnya, hidungnya mancung, ini Dewa, aku menahan tagis  karena takut ada yang mendengarnya.

Dan kembali meraba, di mana letak lukanya, dan menemukan luka di bagian samping kepalanya cukup besar, aku mengingat langkah ku tadi, setelah mengigatnya dengan baik aku mempererat gendongan bayiku, kemudian dengan sekuat tenaga ku tarik tubuh Dewa.

Aku mendengar suara desahan di lantai atas,ku kerahkan tenagaku menarik tubuh suamiku, sampai akhirnya aku sekarang sudah ada di dalam kamar dan pelan-pelan menutup pintu lalu menguncinya.

Aku kembali meraba ke dalam lemari mengambil kain untuk membalut lukanya, aku takut terjadi apa-apa dengannya, tangisku pecah  sambil menaruh kepalanya di atas pangkuanku.

"Tika,,,", kata Dewa mulai sadar dan meraba wajahku yang basah dengan air mata.

"Ambilkan aku cincin di celana panjang yang tadi aku letakkan di dekat lemari!, kata Dewa padaku.

Aku  merangkak mencari celana itu dan akhirnya menemukannya, dengan cepat ku bawa pada Dewa.

Dia mengambil cincin dari saku celana panjang  dan meminta aku membaca ayat-ayat suci yang aku hapal, lalu menyuruhku bersembunyi ,dan jangan pernah keluar sebelum matahari pagi muncul.

Dewa memakai cincin itu kemudian meraung memecah kesunyian malam, dia langsung keluar kamar, aku pun langsung mengunci pintu dan terus membaca doa.

Dari dalam aku mendengar Dewa dan monster itu bertarung, kemudian mendengar suara pintu utama terbuka lalu
hening tidak ada suara lagi .

Ingin sekali rasanya keluar kamar, tapi aku ingat pesan Dewa untuk keluar saat matahari sudah mulai menunjukkan diri.

Karena capek aku pun tertidur dengan mengendong bayiku di sudut kamar.

__________

Matahari menerobos masuk melalui celah fentilasi, suara tagis bayi kecilku membangunkanku.

Rasa sejuk di dress ku menandakan kalau bayiku sedang pipis, karena sudah pagi ,ku beranikan diri untuk keluar kamar begitu keluar dari kamar aku terkejut dengan semua isi rumah yang berantakan bekas goresan panjang di mana-mana, dan bekas darah di lantai.

Karena bayiku sudah tidak nyaman aku segera keruang belakang dan langsung meletakkan bayiku di atas tanah dengan beralaskan kain,ku tiimba beberapa gayung air, lalu mulai memandikannya.

Bayi perempuan yang sangat cantik dengan rambut coklat cerah, mata biru muda seperti Dewa,aku menciumnya lembut lalu menyelimuti tubuhnya yang sudah mulai montok kemudian pergi ke kamar.

Ku baringkan bayiku di atas ranjang ,dan mulai mengemas beberapa baju dan kain, lalu pergi dari rumah ini.

Kabut tebal masih  menghalangi jarak pandang di dalam hutan, tapi sinar matahari  menerobos masuk ke dalam kabut membantuku untuk berjalan,ku pilih  arah kanan sambil terus memanggil Dewa.

Setelah sekian lama berjalan , dari jarak tidak terlalu jauh aku melihat seorang laki-laki bertubuh tinggi atletis dengan kulit putih  sedang mandi di tengah danau  di tengah hutan ini.

Aku tidak yakin itu Dewa karena dia semalam terluka, dan pria itu tidak ada luka di tubuhnya, aku bersembunyi di balik pohon untuk memastikan siapa pria itu, tapi karena bayiku mau nagis ,aku menunduk untuk  membuka kancing bajuku dan memberikan asi .

"Seharusnya kamu menungguku datang,di luar berbahaya!, kata seorang laki-laki yang tentu aku kenal suaranya .

"Dewa,,,", ungkap ku menatap pria yang kini berdiri di depanku, wajahnya semakin tampan dia tersenyum memperlihatkan lesung pipi dan barisan gigi indahnya .

Desahan di kamar sebelah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang