Desahan Di Kamar Sebelah Bab 101

165 2 0
                                    





"Ana aku minta maaf atas semua kesalahanku, dan izinkan aku bertanggung jawab atas semua yang telah terjadi!, kata Aldo pada Ana ,saat Ana sedang asyik memasak di dapur sedangkan semua orang sedang keluar menikmati keindahan alam di desa ini.

Ana terdiam tidak menjawab sedikit pun.

"Tolong berikan aku kesempatan untuk menebus semua kesalahanku!, kata Aldo lagi.

Ana memberanikan diri menatap wajah tampan Aldo, wajah yang tidak kalah tampan dengan Dewa dengan tubuh putih atletis.

"Tanggung jawab apa yang kamu maksud?, tanya Ana pada Aldo.

"Kita nikah", jawab Aldo, membuat Ana terdiam.

"Ana kita akhiri permusuhan ini, kita kembali menjadi satu keluarga yang bahagia!, kata Aldo dengan wajah penuh harap.

Dengan berani Aldo meraih tangan Ana dengan lembut.

"Aku janji akan menjadi suami yang baik untukmu dan ayah yang baik untuk  putra kita ", kata Aldo tanpa melepaskan tangan Ana.

"Kalau begitu lamar aku langsung pada papaku ", jawab Ana tanpa memandang Aldo.

"Aku akan melamar mu hari ini juga ", jawab Aldo dengan wajah gembira.

___________

Dewa dan Tika baru saja sampai di rumah, Kevin dan si kembar masih asik bermain di pekarangan rumah, sedangkan tante Amira sedang ikut belajar agama di mushalla.

Aku lebih dulu masuk ke dalam rumah meniggalkan Dewa yang masih duduk di depan melihat anaknya bermain.

Sarapan pagi sudah tersaji di meja makan.

"Siapa yang masak?, tanyaku pada putriku Ana yang semakin cantik bak pinang dibelah dua dengan wajah almarhum Berinda.

"Aku yang masak ma", jawab Ana.

"Sayang,putri mama ternyata udah pinter masak", ucap sambil mencium keningnya.

"Di bantu oleh Aldo", kata Ana lagi, membuat aku diam sambil menatap wajah Ana penuh tanda tanya.

"Mama gak salah dengar?, tanyaku tanpa berkedip melihat  putriku.

"Ya itu benar ", jawab Aldo dari arah dapur sambil membawa piring bersih lalu di letakkan di atas meja makan.

Aku seperti tidak percaya dan menatap mereka dengan mata selidik dengan senyuman yang tidak bisa aku artikan.

"Hari ini aku akan melamar Ana ", kata Aldo.

"Melamar Ana, jangan mimpi kamu", teriak Dewa dari arah pintu depan.

Dewa maju ke hadapan Aldo langsung meninju wajahnya sampai mulut Aldo berdarah.

"Apa kamu sudah bosan hidup?, marah Dewa lalu mencekik leher Aldo.

Tante Amira yang baru datang menangis histeris melihat putranya di hajar oleh Dewa .

"Hentikan pa, aku yang meminta Aldo untuk melamar ku sebagai istrinya pada papa", kata Ana membuat Dewa memandang ke arahnya.

"Kamu masih terlalu dini untuk menikah, apalagi dengan laki-laki seperti Aldo", bantah Dewa pada Ana.

"Aku sudah melahirkan seorang anak  berarti aku bukan anak kecil lagi, biarkan Aldo membuktikan bahwa dia laki-laki  bertanggung jawab ", jawab Ana membuat Dewa meneteskan air mata.

"Kamu putri kesayanganku, seandainya tidak ada mamamu, kakak dan adikmu Aldo sudah papa bunuh, beserta mamanya ", kata Dewa dengan nafas penuh amarah.

"Aku mencintai putrimu, aku mau kita menjadi seperti keluarga yang dulu hidup bahagia dan rukun", ucap Aldo.

"Bangun dari tidurmu, biar kamu tidak bermimpi terlalu jauh!, kata Dewa lalu pergi meninggalkan kami.

"Mama, cuma mama yang bisa membuat papa luluh", kata Ana padaku.

"Ajak yang lainnya sarapan, mama akan coba bicara pada papamu ", jawabku lalu pergi menyusul Dewa ke kamar.

_____________

Dewa duduk di tepi ranjang dengan wajah merah padam karena marah.

Saat seperti ini tidak baik mengajaknya bicara, bahkan menawarkannya makan pun akan membuatnya semakin marah.

Aku duduk di sampingnya tanpa bicara sedikitpun.

"Kenapa menyusul ku, apa kamu ingin merayuku agar menerima Aldo sebagai suami Ana?, teriak Dewa padaku, tapi aku diam saja.

"Sakit hatiku belum sembuh , terlalu sakit, aku kehilangan orang tuaku dan adik Perempuanku, bahkan aku terkurung bertahun-tahun lamanya dalam wujud monster, kamu di lecehkan, Ana di buat hancur, Tika kamu tidak akan paham apa yang aku rasakan".

Aku tetap diam, membiarkan Dewa mengeluarkan segala isi hatinya, sampai dia merasa tenang.

Ku tuangkan air putih ke dalam gelas lalu dengan lembut memberikannya padanya.

Tapi dia menolak, Dewa meminta aku duduk bersandar pada ranjang lalu iya berbaring di atas pangkuanku, memintaku memijat kepalanya.

"Terkadang apa yang menipa kita adalah jalan menuju kebahagiaan, tapi semua tergantung cara kita menyelesaikannya ", ucapku sambil memijat kepalanya .

"Jangan ceramah", kata Dewa membuat aku menarik nafas panjang.

"Orang yang pernah menyakiti kita secara berutal dan mendapat hidayah dari Allah dia akan menjadi orang yang paling setia pada kita, yang akan siap mati untuk kita, pernah dengar kalimat yang di sampaikan para sahabat, berikan yang telah menzolimi mu kesempatan kedua karena bisa jadi orang itu lah yang paling mencintaimu ".

"Sudahlah Tika, jangan ceramah nanti kamu yang kena marah ", kata Dewa.

"Coba aja marah sama aku, kalau berani!, jawabku.

"Aku banting baru tau rasa", kata Dewa padaku.

"Banting aja sekarang!, jawabku dengan suara lembut sambil menatap mata indahnya yang biru seperti langit di siang hari, lalu mencium keningnya dengan lembut.

"Tika kamu ini, aku lagi marah  ", jawabnya kesal dan sudah mulai  tersenyum kecil karena ulahku, yang terus menggodanya.


Next

Desahan di kamar sebelah Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang