Chapter 52

4.5K 389 203
                                    

~Selamat Membacaaa~


    Sesampainya Shakila dirumah sakit, dia melihat keadaan koridor rumah sakit dekat ruang Arshaka sedang tidak kondusif. Disana, terlihat wanita paruh baya sedang berlutut dihadapan Ayla yang sedang duduk seperti sedang memohon. Aca yang menangis dalam pelukan Gibran, dan Gibran yang hanya terdiam namun matanya memerah.

   "Saya mohon Bu Ayla, jangan jebloskan Sean ke penjara. Dia masih muda, masa depannya masih panjang. Beberapa bulan lagi dia akan lulus, dan dia baru akan menghadapi dunia yang sesungguhnya Bu" Mohon wanita itu yang Shakila yakini adalah Ibu Sean. Jadi, yang menabrak suaminya adalah Sean? Laki-laki Gay itu?

    "Sean" Gumam Shakila mengepalkan dua tanganya erat.

   Ayla tidak menjawab. Wanita itu hanya diam dengan pandangan kosong. Saat Gibran akan menghampiri Ayla, Aca sudah mendahului dirinya dan berdiri dihadapan Ibu Sean.

   "Aca gak akan pernah maafin orang yang udah sakitin Abang Aca!" Ucap Anatasya dengan tajam, memandang ke arah Ibu Sean dengan tidak sopan.

   "Saya hanya meminta belas kasihan kalian untuk Sean. Dia masih muda, tidak mungkin waktunya dia habiskan dalam penjara. Bu Ayla pasti sangat mengerti perasaan saya"

   Aca terkekeh sinis dan menghapus air matanya dengan kasar "Tante minta belas kasihan anak Tante yang mau dipenjara? Terus gimana sama Abang Aca yang kesakitan didalam sana hah!" Teriak Aca dengan penuh emosi.

   "Aca sayang hey istigfar, tahan emosi kamu" Gibran berusaha untuk menenangkan Aca yang kembali berulah.

   "Gak bisa Abba! Aca gamau kehilangan orang yang Aca sayang lagi untuk kedua kalinya! Ayah sama Nda udah tinggalin Aca! Aca gamau Bang Caka juga ikut tinggalin Aca!" Teriak Aca lagi membuat beberapa pengunjung merasa terganggu.

   "Sean tidak sengaja. Tolong maafkan anak Tante Nak. Lagipula dia juga teman sekelas kamu kan" Mohon lagi Ibu Sean dengan air mata buaya nya.

   "TAPI SAKIT DIBALAS MAAF ITU GAK ADIL!" Teriak Aca semakin nyaring.

   "Umma, ayo Umma bilang kalo dia harus dihukum seberat mungkin! Dia harus membayar kesakitan Bang  Caka  Umma!" Tuntut Aca pada Ayla yang saat ini sedang memandang kosong kearah pintu ruang inap Arshaka.

   "Saya tidak menuntut apapun pada hukum. Semua berjalan sesuai dengan ketentuan pengadilan. Saya tidak mau juga untuk mengurangi masa hukuman anak mu barang satu hari pun! Semua harus dibayar kontan tanpa keringanan" Ucap Ayla dingin menatap Ibu Sean dengan wajah datarnya.

   "Ibu meminta belas kasihan dari saya? Sayang nya saya bukan Tuhan yang bisa memaafkan hambanya begitu saja. Ah, bahkan Tuhan pun memaafkan hambanya yang mau bertaubat. Apa ada setitik rasa bersalah yang anak Ibu rasakan? Bukankah dia hanya takut pada hukuman? Bukan menyesal dan meminta maaf?" Lagi sedatar mungkin Ayla bericara tanpa memberikan ekspresi apapun.

   Shakila tersenyum smirk. Dalam sakitnya, dia membenarkan ucapan ibu mertuanya barusan. Dia pun kembali keluar untuk memanggil security dan mengusir Ibu Sean agar tidak mengganggu keluarganya lagi.

   "Umma" Panggil Shakila lemah.

    Ayla mengalihkan tatapanya pada Shakila. Dia merentangkan tanganya dan meminta Shakila untuk masuk dalam pelukanya. Dua perempuan itu kembali menangis haru. Sesenggukan mereka menangis bahkan sampai terjatuh dilantai karena tidak mampu menahan berat badan mereka masing-masing yang sudah mulai melemah.

Klandestin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang