Chapter 62

4K 377 235
                                    

~Selamat Membacaaa~

   Sudah 1 bulan semuanya berlalu. Zayn, Dokter Tesa dan semua yang ikut andil dalam rencana besar yang Zayn buat sudah mendapatkan balasanya dalam jeruji besi. Termasuk Om Dika yang juga dituntut melepaskan jabatan kepolisian nya, karena sudah melanggar sumpah kepolisian dan salah dalam menggunakan kekuasaanya.

   Tidak ada yang berubah, semuanya masih sama. Hanya saja keceriaan yang dulu sangat dihiasi oleh canda dan tawa, kini tidak senyaring dulu. Ryan juga sudah kembali seperi biasa, walaupun tidak sereceh dulu saat dirinya ditemani oleh Zaidan. Begitu juga sahabat nya yang lain, mereka sudah kembali memulai kehidupan baru tanpa kehadiran Zaidan. Kecuali Anatasya. Gadis itu bahkan sangat terlihat belum bisa menerima kenyataan pahit ini.

   Adapun dengan Naufal. Setelah 3 minggu laki-laki itu melakukan perawatan dan pemulihan, 1 minggu terakhir ini dirinya sudah kembali mengikuti pelajaran sekolah. Yang warga sekolah tau Naufal mengalami kecelakaan hebat. Hanya guru-guru dan kepala sekolah saja yang mengetahui fakta ini. Begitu juga kasus kematian Zaidan. Yang mereka tahu Zaidan meninggal karena kasus pembegalan.

   Muak. Rasanya Naufal muak melihat wajah dingin Aca yang selama ini tidak pernah memancarkan keceriaan lagi. Perempuan itu bahkan tidak pernah tertawa, oh lebih tepatnya tersenyum pun tidak pernah. Dia hanya akan tersenyum kecil dan terpaksa ketika disapa atau menjawab pertanyaan guru yang sedang mengajar dikelas. Selebihnya, gadis itu hanya memberikan tatapan dingin dan wajah datar saja.

   Mereka pikir, Aca masih membutuhkan waktu.  Bahkan tak jarang Gibran berhati-hati meminta gadis itu untuk kembali memeriksa kesehatan mentalnya, tapi berkali-kali juga Aca menolak dengan keras. Mereka berpikir Aca pasti trauma berat dengan deretan kejadian mengerikan dalam hidupnya.

   Terlebih fakta mengenai Zayn yang dengan sangat kejam membunuh Bundanya. Belum lagi semua penyiksaan yang Zayn lakukan pada dirinya, dan kematian Zaidan yang terekam jelas dalam ingatannya. Pasti membutuhkan waktu yang sangat lama untuk Aca menerima semua kenyataan pahit itu.

   "Ca" Panggil Naufal saat melihat Aca yang berjalan seorang diri dikoridor sekolah.

   "Temen-temen lo mana?" Tanya Naufal basa-basi.

   "Kelas" Balas Aca cuek.

   "Lo mau kemana?"

   "Perpus"

   Naufal menghembuskan nafasnya kasar. Dia menghentikan langkahnya didepan tubuh mungil Anatasya.

   "Minggir" Perintah Aca dingin.

   "Lo benci sama Zayn?"

   Terlihat Aca mengerutkan keningnya bingung. Perempuan itu hanya diem dan tidak membalas.

   "Jawab Ca, lo benci Zayn?" Desak Naufal yang langsung dibalas anggukan singkat oleh Aca.

   "Ok. Nanti malam lo datang ke alamat yang gue kasih"

   "Alamat mana?" Tanya Aca bingung.

   "Nanti. Setelah ini. Paling lambat sore gue kirim alamatnya"

   "Apaansih" Jawab Aca hendak kembali berajalan namun lagi-lagi Naufal tahan.

   "Ca! Lo harus dateng ketempat yang gue kirim. Harus.... gue akan kasih kesempatan buat lo balas perbuatan manusia iblis itu" Bisik Naufal diakhir kalimatnya.

   Aca membeku. Gadis itu terdiam dengan pandangan kosong. Sedangkan Naufal sendiri memilih untuk pergi meninggalkan Aca, karena harus ada yang dia selesaikan saat ini.

   Naufal memilih belakang sekolah untuk bolos. Dia harus menemui seseorang untuk membantu dirinya mewujudkan keinginan Anatasya. Satu-satunya orang yang pasti akan membantu dirinya karena ini menyangkut cucu kesayanganya juga. Rey Geovano Mahendra.

Klandestin Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang