Aku adalah guru bahasa dan etika di salah satu sekolah dasar swasta di Ohio. Aku cukup di gemari oleh murid-murid –– kata mereka aku ramah juga pengertian.
Aku mengajar di kelas 3A. Kelas di mana itu adalah kelas unggulan. Dan hari itu, seperti biasa aku masuk kelas. Memberi ilmu ku pada mereka.
“Pagi” sapaku dengan senyum hangat. Mereka menyambutnya dengan ramah.
“Ya, mistress”
“Hari ini kita akan membahas cita-cita” ujarku sambil meletakkan buku-buku paket di meja.
“Jadi, ada yang tahu apa itu cita-cita?””
Seorang anak perempuan berkuncir kuda, mengacungkan tangan.
“Ya, Katy?” Dia adalah Katy. Anak terpintar dan selalu ranking 1 di sekolah.
“Hal yang kita impikan dan ingin kita gapai saat kita besar nanti”
Serontak, semuanya bertepuk tangan memuji, begitu juga denganku. Katy tersenyum bangga, duduk dengan perasaan senang.
“Singkatnya, cita-cita adalah suatu impian dan harapan seseorang akan masa depannya. Oke, sekarang tulis di selembar kertas, catat nama dan kelas kalian. Jawablah pertanyaan ini; Apa cita-cita kalian? Ayo ayo!”
Lekas, anak-anak mulai buru-buru mengambil pulpen dan merobek kertas. Aku tersenyum tipis melihat tingkah mereka.
Saat aku akan duduk, mataku tak sengaja melihat murid perempuan yang duduk di paling belakang dan sendirian, di pojok pula.
Nama nya, kalau tidak salah, Claudia Fell. Aku tahu, selama aku mengajar, dia adalah anak paling misterius di sekolah ini. Ia jarang berkomunikasi, berbicara seperlunya, dan tak ingin berinteraksi. Walau dia tak pernah di bully, aku tahu ada sesuatu yang ganjil dari nya.
Entahlah.
Nilai nya di mata pelajaranku cukup bagus. Tak masalah, asalkan dia tak berulah. Aku melihatnya –– dengan gestur perlahan –– mencatat sesuatu.
Aku terus memperhatikannya.
Dan tiba-tiba, dia melihatku.
♡ ࣮ ׄ ₊ ⪩⊹⪨ ┄ׅ─ ⪩⊹⪨ ─ׅ┄ ⪩⊹⪨ ₊ ׄ ࣮ ♡
Sebenarnya, tubuhku sudah terlalu capek dan ingin sekali untuk tidur. Tapi, ah, aku ingat. Aku belum mengoreksi jawaban anak-anak 3A.
Ku paksakan untuk membuka tas ku. Mengambil semua kertas selebaran itu, dan mulai mengoreksi.
Jawaban dari anak-anak itu membuatku mengembangkan senyum. Ada yang bilang ingin menjadi model, presiden, tentara, penyanyi, dan oh, jawaban dari Katy Smacy membuatku tersenyum haru.
‘Aku ingin menjadi guru, seperti Mrs. Samantha yang hebat'.
Aku terus mengoreksi. Dan jawaban terakhir, dari Claudia.
Aku membacanya.
‘Nama: Claudia Fell
Kelas: 3A
Soal: Apa cita-cita mu?
Jawaban: Bu Samantha yang baik, lihatlah di halaman selanjutnya.’Aku mengerutkan dahi. Apa maksudnya? Aku membuka halaman selanjutnya.
'Dear ibu Samantha. Kau guru yang baik, aku senang-senang saja diajari oleh ibu. Tapi, apa ibu tahu apa yg membuat aku sakit hati terhadap ibu?'
Aku benar-benar bingung.
'Semua orang lebih menyukai si Smacy bodoh itu. Padahal, apa ibu tahu? Kami satu ibu. Maksudku, Smacy adalah, saudara tiri ku.'
Aku terkejut. Jadi, selama ini mereka bersaudara walau tak terikat darah?.
Aku kembali melanjutkan membaca.
'Fell adalah nama ayahku. Apa ibu tahu kenapa Katy dinamai Katy Smacy? Karna dia adalah anak punggut. Smacy hanya nama bohong.'
'Walau begitu, semulanya, aku masih menganggap Katy saudara ku. Tapi entahlah bu. Semenjak aku naik kelas 3, aku merasa Katy lebih unggul dari ku. Dia lebih pintar, cantik, dan disayangi semua orang.’
'Aku membenci nya, ibu Samantha. Dia selalu mencari perhatian dengan orang sekitarnya. Kutebak ibu pasti lebih menyukai nya dari ku, bukan?'
'Sekarang, mulai detik ini, aku akan membenci semua orang yang menyukai Katy. Bahkan tak masalah bila itu ibu sendiri'.
Entah kenapa, aku jadi merinding. Astaga, anak ini perlu psikiater. Aku penasaran dengan halaman terakhir.
Aku tercekat.
'Cita-citaku: Membunuh ibu Samantha Wilde"
Mataku membulat. Dengan segera, aku mengambil mantel bulu dan tas ku. Mengambil kunci rumah. Dan lekas-lekas memakai sepatu.
Aku tak ingin ini terlambat.
Saat aku membuka pintu, aku terlonjak.
Claudia.
Dia menatapku dengan tatapan misterius nya.
Aku melihat dress putihnya penuh darah. Aku ingin berteriak.
Dia memegang sebuah pisau berdarah.
“Hai, bu” sapa nya dengan tersenyum manis. Baru kali ini aku melihatnya tersenyum.
Jantungku berdebar-debar. Rasanya air liur ku tak mau turun.
“Aku ingin menggapai cita-cita ku”
Glek.
Slash!