Beberapa tahun yang lalu, pamanku mempunyai mempunyai usaha rumah duka dan aku mendapatkan pekerjaan musim panas, bekerja paruh waktu di krematorium. Memang tidak mengasikkan tetapi aku dibayar cukup besar dan aku membutuhkan uang karena aku adalah pelajar yang miskin. Berurusan dengan mayat memang mengerikan pada awalnya, tetapi setelah beberapa hari, kau akan terbiasa.
Suatu pagi, aku sedang menyapu lantai di krematorium. Datanglah mobil jenazah dan parkir di luar. Seorang pria dengan jas hitam keluar dan pamanku datang berbicara dengannya.
Setelah beberapa saat, paman memanggilku dan aku disuruh membantu untuk membawa peti mati ke krematorium. Aku merasa aneh, karena biasanya mereka membawa peti mati ini ke rumah duka terlebih dahulu, tetapi aku tidak bertanya apapun.
Kami menurunkan peti mati di lantai dan pamanku pergi mempersiapkan oven untuk kremasi. Selama beberapa menit, aku ditinggalkan bersama pria dengan jas hitam. Canggung sekali. Aku tidak tahu apa yang harus aku katakan. Aku berasumsi bahwa ia adalah salah satu kerabat yang baru saja mati, tetapi ia tidak terlihat sedih.
Ketika oven sudah siap, aku dan pamanku mengangkat peti mati dan menaruhnya di bangku logam. Kami membuka bagian atas peti mati tersebut, aku melihat mayat di dalamnya adalah seorang pria sekitar 30 tahunan. Biasanya mayat sangat pucat, tetapi wajah mayat ini merah muda.
Pamanku menyalakan api, kemudian menekan tombol untuk memulai pita transportnya. Peti mati itu bergerak secara perlahan masuk ke dalam oven. Ketika semuanya sudah masuk ke dalam oven, pamanku menutup pintunya dan aku berdiri di sekitarnya, menunggu. Biasanya memakan waktu satu jam sebelum semuanya terbakar dan menjadi abu. Setelah itu, aku harus mengumpulkan abunya dan menaruhnya di sebuah kendi, kemudian diberikan kepada keluarganya.
Pamanku dan pria berjas hitam pergi ke rumah duka di sebelah. Sepertinya mereka sedang mengisi berkas-berkas seperti biasa. Aku ditinggal di krematorium, untuk melanjutkan menyapu.
Setelah sekitar 10 menit, aku mendengar suara aneh dari oven. Seperti suara mengetuk samar-samar. Awalnya kupikir ini hanyalah imajinasiku, tetapi suara itu berubah menjadi suara gedoran keras. Aku berkata pada diri sendiri bahwa itu hanyalah suara logam yang terkena panas.
Bang! Bang! Bang! Bang!
Tidak salah lagi, itu adalah suara seseorang menggedor dengan putus asa dan mencoba keluar.
Aku merinding dan sapu terlepas dari peganganku. Aku yakin pria di dalam masih hidup. Aku ketakutan, aku berlari ke rumah duka dan sambil gemetar, aku bilang pada pamanku apa yang aku dengar.
Aku menggiring mereka ke krematorium, aku bilang kepada mereka untuk mendengarkan baik-baik.
Bang! Bang! Bang! Bang!
“Aku tidak mendengar apapun,” kata pamanku.
Bang! Bang! Bang! Bang!
“Aku juga tidak,” kata pria berjas hitam.
Aku memandangi mereka, kaget dan bingung. Aku bahkan mulai meragukan kewarasanku sendiri. Pamanku dan pria itu mengangkat bahu dan kembali ke rumah duka. Aku hanya berdiri di tengah krematorium, mendengarkan lagi.
Aku tidak tahu bagaimana untuk membuka pintu oven secara aman dan bahkan jika aku membukanya, aku takut dengan apa yang aku lihat di dalamnya. Setelah 10 atau 15 menit di tungku pembakaran, bagaimana mungkin seseorang masih bisa hidup?
Perlahan-lahan suara gedoran itu semakin lemah sampai hilang sama sekali. Yang bisa aku dengarkan adalah suara desis dan derak api. Tidak ada suara lagi.
Satu jam kemudian pamanku kembali untuk mematikan oven. Bersama-sama kami mengumpulkan abu dari loyang di bawahnya dan menaruhnya di kendi. Pria itu mengambilnya dan dengan senyum lebar di wajahnya, ia kembali ke mobilnya dan pergi.
Setelah tutup, pamanku memberikanku amplop penuh dengan uang dan menyuruhku untuk tidak membicarakan apa yang aku dengar ke siapapun. Aku tidak pernah berbicara tentang hal itu lagi dan usahanya berjalan seperti biasanya.
Bahkan sampai saat ini, aku masih bermimpi buruk tentang suara gedoran misterius yang aku dengar dari dalam oven.