“Saya mengharapkan kerja sama penuh dalam penyelidikan ini. Ketika Anda siap untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi, silakan panggil saya.”
Setelah mengatakannya, polisi tersebut berdiri dan keluar dari ruangan.
“Jadi, menurutmu dia sedang bermain menjadi polisi baik atau polisi jahat?”
“Ini sama sekali nggak lucu, Dale! Ada anak yang mati dan polisi mencurigai salah satu dari kita pelakunya,” Sharon menyibakkan rambur pirangnya di atas bahu ketika dia berbicara.
Tina duduk terdiam di ujung meja dan tak mau mendongak. Ia gemetar ketika menatap tangannya yang kini berlumuran darah korban.
“Yang kutahu, bukan aku pelakunya,” ujar Dale dengan empatis.
“Tapi kau di sana!” ujar Arthur, “Kita semua ada di sana. Kita menemukan mayatnya dan kita semua harus mencari cara untuk keluar dari masalah ini!”
Sharon justru menatap Arthur dengan tatapan menuduh.
“Jadi karena kau dan Dale punya ‘alibi’ berada di hutan beberapa meter dari tempat kita menemukan mayatnya, berarti secara otomatis kau tak bersalah?” Arthur menyipitkan matanya dan menatap balik Sharon dengan dingin.
“Jadi dimana kau? Dilihat dari mayatnya, dia tidak mungkin sudah lama mati. Itu artinya kau juga patut dituduh!”
“Apa maksudku? Aku pelakunya? Justru kau yang paling mencurigakan!”
“Sudah! Sudah!” Tina akhirnya berteriak, “Bisakah kita berhenti saling menyalahkan? Kita harus bekerja sama!” air mata menuruni pipinya.
“Tina benar,” Dale menghela napas, “Aku tak percaya salah satu dari kita mampu membunuh.”
“Dale, aku percaya kau mampu melakukan apapun,” Balas Arthur, “Bukannya kau yang mengejar kucing tetangga lalu memanggangnya!”
Dale tertawa, “Ayolah, guys! Itu hanya hal bodoh yang kulakukan saat masih kecil.”
“Kita takkan keluar kalau begini terus caranya!” jerit Tina histeris, “Para polisi di luar sana percaya bahwa kita adalah pembunuhnya!”
“Bukan kita semua yang bersalah,” kata Arthur, “Hanya Dale.”
Dale menyumpah serapah dan berdiri, ”Akan kubunuh kau! Dasar tak berguna...”
“HENTIKAN!” teriak Tina, “Ini takkan membantu kita!”
Arthur dan Dale tak mengindahkan Tina dan berkelahi. Mereka bergulat hingga jatuh ke lantai. Arthur berusaha menutupi wajahnya saat Dale melancarkan pukulan demi pukulan.
“Dasar kalian berdua binatang,” Sharon tertawa dan menyalakan sebatang rokok.
“Hantikan! Hentikan! Kita harus bekerja sama!” Tina berusaha melerai mereka, namun Dale dengan kasar mendorongnya menjauh. Akhirnya Tina menyerah dan berjongkok di pojok ruangan serta mulai menangis.
Seorang pria dan wanita mengamati semuanya di sisi lain cermin dua sisi di ruangan interogasi itu. Tina sendirian di dalam sana, meratap di pojok ruangan.
“Sudah berapa lama Tina Johnson mengidapnya?”
“Sejak kecil. Karena perilaku kasar dan halusinasinya, dia tak pernah meninggalkan rumah sakit jiwa ini.”