"Dia seorang gadis, masih muda. Aku berkenalan dengannya beberapa hari yang lalu," Pria dengan tatapan nanar itu berkata dengan terbata-bata...
"Katakan padaku, apa kau tau namanya?" Tanyaku saat mulutku menyentuh bibir gelas dengan seduhan yang hangat.
"Ya, aku tahu namanya. Florist, tak akan ada satu pun pria yang dapat mendekatinya. Tidak selama aku masih ada," Ucapnya kini dengan wajah menunduk, kelompak matanya hitam kelam. Frustasi, hanya itu yang bisa dilihat dari matanya.
"Apa kau mendekatinya?" Tanyaku lebih serius.
"A-Aku tidak yakin... Aku tidak begitu berani. Mata ini hanya bisa melihatnya dari jauh,"
Kata-katanya mulai menjatuhkan dirinya sendiri.
"Kau tahu..." Katanya, "Setiap malam, aku berdiri di depan cermin, mengucapkan kalimat-kalimat yang sama. Berusaha untuk mengucapkan bahwa aku mencintainya. Namun pada akhirnya, itu semua hanya membuat dia ketakutan."
"Memangnya apa yang kau lakukan?" Tanyaku dengan wajah penasaran.
"Saat itu, dia menerima cokelat pertama dariku. Dia menyukainya, kulihat wajahnya sangat senang. Tapi, beberapa hari berikutnya, dia mulai terlihat takut. Saat aku letakan bunga di depan rumahnya setiap hari. Saat aku letakan cokelat-cokelat itu di jendela kamarnya setiap pagi. Memang dia tidak pernah tahu aku yang melakukan itu semua. Tidak perlu sebuah nama untuk mencintai seseorang."
"Jadi, aku bisa katakan kau adalah pengagum rahasianya?"
"Tidak! Bukan! Aku cinta sejatinya. Aku tahu apa yang dia sukai dan tidak. Aku yang selama ini dia cari."
"Kau tahu apa yang dia sukai?"
"Ya, aku tahu semua tentangnya,"
"Jadi, menurutmu apa yang dia sukai?" Tanyaku penasaran.
"Dia begitu menyukai kembang api di malam tahun baru..."
"Kembang api di malam tahun baru? Kalau begitu malam ini dia akan datang?"
"Ya, Dia selalu cantik di malam tahun baru. Aku masih ingat ketika dia mengenakan gaun merah dan pita bunga di atas kepalanya sore itu. Dia terlihat mempesona..."
Aku tersenyum tipis. Kuhabiskan kopi dan rokokku lalu beranjak dari kursi keluar dari ruangan.
Suara ledakan api terdengar dari lantai 10 gedung tempatku berdiri. Kerlap-kerlip cahaya meremang.
Ponselku berdering. Seseorang bicara pelan, terdengar selongsong peluru mulai dimasukan.
"Gaun merah, pita bunga" Jawabku singkat.
Kemudian, kembang api mulai merekah.