"Ini benar-benar terjadi pada pamannya teman sekamarku, sumpah."
Chloe memberiku tatapan skeptis; alisnya naik sebelah, tapi ia tersenyum.
"Chris Thompson, kau pembohong."
"Tidak, aku sumpah, Chloe, ini sungguhan. Jadi, pemuda ini dan pacarnya kencan di dalam mobil di jalanan pinggir kota. Tiba-tiba, radio menyiarkan berita ada pembunuh gila lepas dari rumah sakit jiwa."
"Chris... Semua rumah sakit jiwa di sini tutup pada tahun 60-an."
Aku tidak peduli dan melanjutkan ceritaku. Chloe gampang ketakutan, jadi aku pasti bisa menakutinya dengan mudah. Aku merendahkan suaraku agar lebih seram, supaya lebih dramatis.
"Berita itu bilang si pembunuh gila membawa pisau, dan ada kait sebagai pengganti tangan kirinya. Si pemuda mau tinggal lebih lama di sana, tapi si gadis menolak dan ingin mereka pergi dari sana karena dia barusan mendengar suara garukan di sisi mobil mereka. Jadi, si pemuda menurut dan mereka langsung pergi."
"Biar kutebak... saat mereka tiba di rumah, ada kait tertancap di sisi mobil itu."
Aku kaget dan menatap Chloe curiga. "Hei... kok tahu?"
"Chris, semua orang sudah pernah dengar cerita itu. Kau harus punya cerita yang lebih seram kalau kau mau menakutiku."
Yah, kupikir cerita itu cocok dengan suasana di sini. Kami sedang jalan-jalan di jalan luar kota yang dingin dan tenang setelah pesta gila-gilaan di rumah seorang teman. Aku menawari Chloe jaketku, tapi dia menolak.
"Paling tidak kau pasti ketakutan sedikit," kataku.
"Tidak, Chris. Cerita horor payah macam itu tak akan menakutiku."
Aku tahu dia bohong, tapi aku tak menyahut. Aku merogoh sakuku dan mengeluarkan geretan logam serta satu pak rokok. Saat aku menyalakan geretan di jalan remang-remang itu, sejenak aku mengagumi warna rambut tembaga Chloe yang diterangi percikan nyala api geretan. Teman-temanku pikir Chloe tidak cantik, tapi itu karena selera mereka semua hanyalah gadis-gadis pirang bodoh berdada besar. Tapi buatku, Chloe sempurna; ia mungil tetapi pintar. Ia ingin menjadi dokter, dan aku ingin menjadi pengacara, jadi kami berniat kuliah di tempat yang sama.
Chloe menepak tanganku. Dia tak suka aku merokok, dan aku memang sebenarnya sudah berusaha menguranginya.
"Chris, aku tak akan menciummu kalau napasmu bau rokok."
Aku pura-pura terkejut, lantas mencampakkan rokokku ke jalan dan menginjaknya kuat-kuat.
"Kau mau cium aku sekarang?" Tanyaku.
"Oke," ujar Chloe, dan dia memelukku sebelum kami menyentuhkan bibir kami dalam pelukan hangat.
Saat itulah kami mendengarnya. Suara pelan langkah kaki yang terseret. Chloe mundur dan mencengkeram lenganku. Kami terdiam ketakutan ketika menyadari bahwa seseorang, atau sesuatu, mendekati kami. "Siapa itu?" Aku berseru dengan gemetar.
Sosok itu akhirnya muncul. Seorang pria, dengan salah satu kaki yang nampaknya terluka dan berbentuk aneh. Ia menapak dengan satu kaki, sementara kaki yang lainnya diseret. Lalu ada bau yang sangat memuakkan, seperti mayat. Aku dan Chloe berjuang menahan muntah. Sosok itu berjalan ke bawah lampu jalan, dan Chloe menjerit keras, sementara aku hanya bisa menganga.
Ya, sosok itu memang kelihatannya seorang pria. Akan tetapi, setengah wajahnya seolah dicabik lepas. Ada seuntai daging menjulur dari sisa wajahnya, meneteskan cairan yang mirip darah bercampur nanah. Bagian tengkoraknya yang terlihat berkilau putih di bawah lampu jalan, dengan seringai rahang yang tak tertutup daging. Bagian wajahnya yang tidak koyak tertutup lapisan darah kering. Pakaiannya juga tertutup darah dan robek-robek, seolah ada monster besar yang baru saja mencoba memakannya, tapi lantas memuntahkannya lagi. Saat dia mendekat, aku bisa melihat kakinya yang patah dengan lebih jelas; bengkok secara tidak alami di bagian lutut, dan ada patahan tulang yang menonjol.
Aku meraih tas tangan Chloe dan merogoh-rogoh, sampai akhirnya tanganku menemukan semprotan merica yang selalu ia bawa. Sosok itu mengulurkan tangan dan mengeluarkan suara degukan, seolah mencoba bicara. Aku mendorong Chloe ke belakang tubuhku,
"Jangan mendekat!" Seruku.
Aku mencoba bersikap berani, tapi sosok itu terus mendekat. Ia terus mengerang dengan suara tidak jelas. Aku mengangkat semprotan merica itu dan membidik matanya. Tidak berhasil. Sosok itu terus mendekat, dan masih bergumam tak jelas.
Akhirnya, aku berhasil memahami satu kata yang ia keluarkan dari mulutnya.
'Chloe.'
Tubuhku langsung dingin. Astaga, dia tahu Chloe. Dia tahu kami!
Aku menerjang maju dan mendorong sosok itu kuat-kuat. Dia mencoba menangkap tanganku, tapi aku segera menariknya. Dagingnya terasa lembek di bawah telapakku. Ketika dia jatuh terjengkang, aku menarik tangan Chloe dan menyeretnya berlari, sementara sosok itu akhirnya menjerit keras.
Aku masih berlari sebelum truk itu muncul dan menabrakku.
Chloe melihat truk itu lebih dulu. Dia melihat ke depan, aku melihat ke belakang, ke arah sosok itu. Cahaya terang lampu truk membanjiri kami, dan Chloe melepaskan tanganku untuk menghindar. Aku mendengarnya menjerit. Hal terakhir yang kulihat adalah bagian depan truk Dodge putih itu. Supirnya nampaknya tak melihatku karena suasananya gelap, sampai semuanya terlambat.
Ada suara rem berdecit, tapi truk itu tak berhenti sebelum menabrak dan menggilasku. Semuanya menjadi gelap, walau samar-samar aku masih sempat melihat Chloe menghampiriku dan berlutut di sampingku sambil menangis.
Lalu, aku terbangun. Aku terbaring di tengah jalan, sendirian.
Dimana Chloe?
Aku mencoba berdiri, dan aku tercengang menyadari bahwa tubuhku tidak kesakitan. Malah, sekujur tubuhku seperti mati rasa. Rasanya aneh, tapi aku berhasil berdiri. Aku menatap jalanan. Tak ada darah. Tak ada bekas ban. Tak ada bekas kecelakaan apapun. Apa yang terjadi?
Aku mulai berjalan. Aku harus ke rumah sakit. Mereka mungkin bisa menjelaskan sesuatu. Berjalan agak sulit bagiku karena aku harus menyeret kakiku yang patah, tapi aku terus melangkah maju. Aku berhasil menapak beberapa ratus yard sebelum aku mendengar suara orang mengobrol. Mereka bisa menolongku! Saat aku mendekat, aku mulai bisa mendengar obrolan mereka.
"Chris Thompson, kau pembohong."
"Tidak, aku sumpah, Chloe, ini sungguhan. Jadi, pemuda ini dan pacarnya kencan di dalam mobil di jalanan pinggir kota. Tiba-tiba, radio menyiarkan berita ada pembunuh gila lepas dari rumah sakit jiwa".