38. Mereka yang Terluka

28 6 4
                                    

🍁🍁🍁

"Ra, lo di mana? Suna masuk rumah sakit. Keadannya kritis."

Harusnya setelah menerima telepon dari Semi, bukan bangunan beraroma obat itu yang kedua kaki Sakura masuki. Harusnya Sakura pulang saja ke rumah, tidur di kamar dan melanjutkan kesedihan seperti manusia paling tersakiti.

Namun hatinya lah yang menuntun. Hati yang terluka dan hancur itu seolah ingin disakiti lagi.

Sembilan lelaki di depan pintu UGD kompak menatap ke arah perempuan yang keadannya jauh dari kata baik. Rambut Sakura berantakan seperti habis diacak-acak atau ditarik amat kuat, wajahnya basah bersama mata yang merah dan sembab. Kedua kaki jenjang perempuan itu tertatih menyeret tubuhnya.

Kuroo langsung mendekat dan mengecek kondisi perempuan itu, bahkan berpakaian pun di tengah malam ini Sakura hanya pakai kaos hitam yang jelas sekali milik Suna karena kebesaran dan desainnya Suna banget. Tapi yang membuat Semi membatu saat mendekati Sakura adalah bibir perempuan itu bengkak, lehernya dipenuhi bekas ciuman dan gigitan, bahkan pahanya yang memakai celana pendek pun terlihat beberapa bekas yang sama.

Hati manusia lainnya hancur malam itu juga.

"Ra?" Kuroo memanggilnya.

"Kenapa lo manggil gue ke sini? Emang gue siapanya dia?" Suaranya dingin, ekspresinya kosong.

Atsumu yang mau mendekat sampai tak jadi, dia bersembunyi di balik badan Bokuto saja.

Oikawa lah yang beranikan diri ikut menyapa Sakura dalam jarak dekat. "Kata dokter, selama Suna diperiksa tadi, dia terus manggil 'Sakura', nama lo."

Maksud lo apa sih, Rin? Lo yang nyuruh gue pergi, lo gak butuh gue lagi. Gue gak ngerti sama lo.

Saat hatinya mendapatkan sakit yang diinginkan, Sakura dibantu untuk duduk di kursi besi dingin yang amat menusuk kulit pahanya. Kuroo memberikan pundak untuk Sakura bersandar.

Suara Suna terngiang-ngiang tanpa izin. "Selama ini seorang Suna Rintaro yang lo kenal bukan seindah itu, Ra. Bahkan lo gak kenal gue sedikitpun."

Futakuchi yang duduk di sisi Sakura yang lain pun meneliti kondisi perempuan itu, lalu memakaikan topi miliknya untuk menutupi kepala Sakura, bahkan menyembunyikan mata sang perempuan yang langsung menjatuhkan air mata.

Tentu semuanya bingung, saat ada kekhawatiran untuk Suna membumbung, ada juga rasa penasaran ingin memberondong banyak pertanyaan pada Sakura.

"Gue telepon Koushi juga ya?" Kuroo meminta izin perempuan itu, namun hanya ada gelengan kepala.

"Lo marahan sama Suna, Ra?" Cukup berani Terushima bertanya.

Langsung diberi peloton oleh Iwaizumi, mulutnya bergerak tanpa suara, "Bukan waktunya, goblog!"

Terushima meringis, "S-Sorry, Ra. Sorry. Lupain aja pertanyaan gue."

"Btw, Suna masih ditangani dokter di dalam. Mungkin lo nanti disuruh masuk, Ra. Makanya Kuroo nelpon lo." Suaranya amat hati-hati, Tendo bicara.

Bokuto jongkok di hadapan perempuan itu, mengintip dengan gaya lucu untuk melihat wajah Sakura. "Cantiknya mana ya? Kok gak kelihatan? Gue mau lihat nih. Ya kan, Oik?"

Oikawa gelagapan, tapi langsung paham. "O-Oh, iya, iya! Sakura yang kuat dan keren itu mana ya? Kita salah manggil Sakura deh."

Atsumu baru berani muncul sambil nyengir. "Waduhh, jangan-jangan Sakura nyasar ke rumah gue nih. Kan rumah gue suka narik cewek cantik."

Semi tertawa kecil, sejak tadi dia sedang menenangkan hati yang terluka. Dia sudah tahu apa yang terjadi, entah dirinya yang terlalu pintar atau keadaan Sakura yang teramat jelas.

"Ra, jangan nangis lama-lama. Kita semua kangen senyum lo." Begitu katanya, suara yang amat lembut dari Semi, layaknya pria tersakiti namun menginginkan perempuan yang dicintai bisa bahagia. "Suna masih mau lihat lo."

🌄

Pip. Pip. Pip. Suara monitor yang monoton namun sejak tadi terus ditatap oleh si perempuan.

Sakura duduk di sebelah brankar, menggenggam tangan Suna, tak bisa dijelaskan dalam dadanya sekarang sedang merasakan apa. Bahkan menatap wajah Suna yang terlelap, hanya membuat matanya panas.

Dirinya sedih untuk Suna, juga masih tersakiti karena lelaki itu.

Dokter dan suster sudah pergi beberapa waktu lalu, bahkan anggota inti TONGKRONGAN SENDAKALA tak berniat mengusik momen kedua sejoli itu, mereka hanya duduk di depan ruangan, menjaga dari luar.

"Rin ...." Bibir Sakura gemetar, tak sanggup berkata apapun lagi.

Hingga hening mengambil alih bersama jarum jam dinding terus bergulir, tak ada perubahan yang terjadi.

Dokter tak memberitahu apa yang terjadi pada Suna, tadi sebelum pergi sang dokter hanya mengatakan sesuatu yang terdengar cuma sekedar formalitas; "Pasien kelelahan, saya akan memberikan detail lengkapnya pada keluarganya."

Sakura tak pikir pusing, dia juga tak mau tahu, untuk sekarang.

Tapi yang pasti, Sakura cukup sadar kalau keadaan Suna termasuk parah.

Lagi, perkataan sang lelaki kembali mengusik dan meruntuhkan hati yang gagal dibuat kuat; "Bahkan lo gak kenal gue sedikitpun."

ㅤㅤ

ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤ

■□■□■□■□■

ㅤㅤ

ㅤㅤㅤ
ㅤㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤ
ㅤㅤㅤㅤ
ㅤㅤ

---
Anggota inti TONGKRONGAN SENDAKALA nongol lagi nih dalam formasi hampir lengkap, kurang Suka aja si yang lagi tepar.

Gws buat Suna, Sakura dan hatinya Semi 💔

Salam,
zipidizi
---

TONGKRONGAN SENDAKALATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang