Bab 37

6.9K 648 21
                                    

Gichel menatap bingung sekitar nya, perempuan itu termenung dengan pikirannya. Seingat Gichel, saat itu dirinya pingsan karena sakit yang begitu hebat di dadanya. Namun, kenapa saat ini Gichel malah berada di koridor rumah sakit. Beberapa orang berlalu-lalang di sekitarnya, namun tidak seorangpun yang menyadari keberadaan Gichel.

Dengan langkah tak pasti, Gichel berjalan menyusuri koridor rumah sakit. Perempuan itu mencari seseorang yang sekiranya dia kenal, namun seberapa jauh Gichel berjalan pun, tidak ada seorang pun yang perempuan itu kenali. Mereka semua seolah buta dan tuli saat Gichel bertanya ataupun berteriak. Karena merasa lelah, perempuan itu pun mendudukkan dirinya di sebuah bangku panjang di koridor rumah sakit.

"Sebenarnya, aku ada di mana?" Lirih perempuan itu dengan tatapan bingung. Dirinya termenung cukup lama sebelum suara seseorang yang sangat amat Gichel kenali masuk kedalam pendengaran nya. Perempuan itu berdiri dari duduknya dan mencoba mencari asal suara itu.

"Saya harap, bapak sudah mempertimbangkan pilihan yang tepat. Sesuai dengan apa yang tertera di surat wasiat putri anda, kami pun serahkan semuanya pada keputusan bapak."

"Baik dok, saya akan mengambil keputusan yang tepat. Tapi tidak untuk saat ini, saya masih ingin melihat anak saya." Balas pria paruh baya itu dengan tatapan mata lesu milik nya.

"Tidak apa, saya mengerti. Baik, saya permisi, masih ada beberapa pasien yang harus saya tangani. Jika ada sesuatu, pak Bagas bisa langsung hubungi kami dengan menekan tombol di sebelah ranjang pasien."

"Baik dok, terimakasih." Setelah pembicaraan mereka selesai, dokter dan suster yang mengikuti nya pun pergi dari ruang inap VIP itu. Gichel mematung melihat sang ayah, perempuan itu tampak tidak percaya jika dirinya bisa bertemu dengan pria paruh baya itu lagi. Selama di dunia novel, Gichel selalu terpikirkan bagaimana nasib ayahnya jika Gichel tidak ada. Namun, pemandangan di depan nya kini membuat rasa bersalah yang begitu dalam menyerang Gichel seketika. Perempuan itu menghapus air matanya saat melihat sang ayah menangis tanpa suara di sebelah tubuh lemas nya.

Kaki nya melangkah, dengan harapan dapat menyentuh sang ayah, perempuan itu mencoba memeluk Bagas. Namun, usahanya hanya sia-sia. Tubuhnya langsung menembus saat ini.

"Yah... Ini Hana, putri ayah. Hana kangen banget sama ayah, Hana pengen ngobrol dan di peluk sama ayah." Ucap Gichel dengan tangis terisak nya. Tapi tetap, pria paruh baya itu tidak mendengar suaranya. Ayahnya hanya terus menerus menciumi punggung tangan Gichel yang banyak terpasang alat.

"Ayah mohon, kasih ayah kesempatan buat denger suara Hana. Kenapa Hana tega ninggalin ayah sendirian? Hana nggak sayang sama ayah hmm? Ayah udah kesepian di tinggal bunda, dan sekarang? Hana juga mau ninggalin ayah?" Tangisannya tidak bisa lagi di tahan. Pria yang biasanya berwibawa itu kini tampak begitu lesu tak bersemangat, jambang tipis pun tumbuh di sekitar dagu nya.

"Sayang, jangan cepet-cepet ketemu bunda nya. Ayah belum siap, ayah masih butuh kamu. Nanti siapa yang bakal temenin ayah lagi di rumah? Siapa yang bakal jutekin ayah? Siapa yang ingetin ayah makan kalo bukan Hana?"

Gichel tidak kuat, perempuan itu berjongkok sembari menenggelamkan wajahnya di lutut. Pemandangan ayahnya yang begitu terpuruk begitu menyayat hati, jantung Gichel seperti di korek tanpa bius saat ini. Di satu sisi, Gichel begitu menyayangi ayah nya dan tidak ingin meninggalkan pria paruh baya itu sendirian. Namun, di sisi lain, Gichel pun sudah memiliki kehidupan kembali, bersama orang yang dirinya cintai.

"Ayah, maafin Hana. Hana nggak bisa jadi anak yang baik buat ayah, Hana nyesel selama ini selalu bersikap bodo amatan sama semuanya. Hana nyesel nggak ungkapin rasa sayang Hana secara gamblang ke ayah, adai aja waktu bisa di putar, Hana janji bakal bikin ayah bahagia punya anak kaya Hana." Lirih perempuan itu, tangisannya tidak bisa berhenti saat ini. Sekarang, di tempat ini, Gichel tidak bisa mengeluh pada siapapun. Tidak ada ayahnya yang begitu perhatian, dan tidak ada Raja yang selalu mengerti Gichel. Saat ini, Gichel seperti berada di tengah ruang waktu yang hampa.

I Became The Protagonist's Secretary Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang