Bab 19

23.1K 2.7K 108
                                    

"Raja?"

Pasangan itu pun menoleh ke asal datangnya suara. Walaupun nama Raja yang di panggil, secara reflek Gichel menoleh kepada orang di belakang mereka itu. Dari jarak satu meter, Gichel dapat melihat Kania yang saat ini tengah terbalut gaun putih cantik di tubuhnya. Perempuan itu sangat luar biasa menakjubkan, seperti putri di dunia dongeng. Cantik, elegan, dan banyak lagi pujian yang tidak bisa Gichel sebutkan satu-persatu untuk mendeskripsikan betapa luar biasanya protagonis wanita ini.

"Ternyata bener, aku kira kamu nggak akan datang." Ucap Kania dengan suara penuh kebahagiaan dan keceriaan. Perempuan itu berjalan kearah kedua orang yang tengah menatapnya dengan pandangan berbeda itu.

"Hai Gichel, kita ketemu lagi. Aku belum kenalan waktu itu, aku Kania. Teman Raja waktu SMA." Sapa Kania, perempuan itu mengulurkan tangan kanan nya kearah Gichel. Dengan cepat Gichel membalas uluran tangan itu.

"Halo, saya Gichel. Se-" sebelum Gichel mampu menyelesaikan kata-katanya, pria di sebelah nya itu menyela terlebih dahulu.

"Pacar saya." Timpal pria itu.

Baik Gichel maupun Kania sama-sama terdiam saat mendengar ucapan Raja barusan, perempuan itu menatap Raja dengan pandangan terkejut. "O-oh, aku kira kamu belum pacaran. Hahahaha, jadi ceritanya sekertaris jadi pacar ya?" Balas Kania dengan tawa canggung milik nya.

Sedangkan Gichel, perempuan itu menatap Raja dengan tatapan bertanya. Seolah mengerti apa yang di pikirkan Gichel, Raja pun merangkul pinggang ramping perempuan itu.

"Nanti saya jelasin." Bisik Raja, gerakan Raja yang mendekatkan wajahnya kearah kepala Gichel tersebut terlihat seolah pria itu tengah mengecup pinggir kepala perempuan itu. Membuat beberapa tamu yang kebanyakan teman bisnis pria itu langsung berdeham canggung, mereka tidak menyangka jika pria tiran itu dapat memiliki kekasih.

"Selamat untuk pernikahan nya, semoga kalian hidup bahagia." Ucap pria itu. Pria itu menatap kearah Gichel dan memberi kode untuk segera memberikan kado itu pada Kania. Perempuan itu langsung mengerti, dengan sedikit canggung, Gichel pun memberikan kado itu pada Kania.

"Selamat untuk pernikahan nya, semoga pernikahan kalian langgeng dan hidup bahagia." Ucap Gichel.

Kania menerima kado dari Gichel dengan senyum di wajahnya. "Makasih. Semoga cepat nyusul ya, di tunggu undangan nya." Balas Kania. Sedangkan Bayu yang telah selesai menyapa para kolega bisnis nya kini tengah mencari sang istri, pria itu bertanya pada orang-orang dimana sang istri berada. Setelah mengetahui jika sang istri kini tengah menyapa mantan pacar nya, Bayu pun berjalan kearah mereka dengan wajah tak senang.

"Aku cariin kamu dari tadi." Ucap Bayu. Pria itu memeluk Kania dengan posesif, seolah memperingati orang-orang jika Kania adalah miliknya.

"Bayu... Malu sama orang-orang." Tegur Kania saat Bayu menyandarkan kepalanya di ceruk leher perempuan itu.

"Biarin aja, kita udah suami istri." Balas Bayu merasa kesal.

"Ada Raja sama Gichel di sini." Lanjut perempuan itu, dengan kesal Bayu mengangkat kepalanya dan menatap Raja dengan tatapan provokatif.

"Berani dateng juga ternyata, saya kira pak Aditya tidak akan menghadiri acara pernikahan saya dan Kania." Ujar pria itu dengan santai.

Raja tetap pada ekspresi wajahnya yang tenang, pria itu menatap Bayu sekilas sebelum menatap Gichel yang terlihat tidak nyaman dengan situasi seperti ini.

"Saya hanya menghadiri acara pernikahan teman lama saya, apa itu salah?" Balas Raja dingin. Pria itu kembali menarik pinggang Gichel agar lebih dekat dengan dirinya.

Bayu memutar kedua bola matanya, pria itu melirik ke arah Gichel dan menyadari jika kedua orang di depan nya itu tidak terlihat seperti sekedar atasan dan bawahan. "Oh... Miss Gichel, senang bertemu anda di sini. Anda datang bersama pak Aditya?" Ucap Bayu.

Gichel mengangguk, perempuan itu terlihat lebih profesional sekarang. Mungkin karena dia berpikir jika saat ini hanya pertemuan antara klien. "Iya, saya bersama pak Raja. Ah ya, selamat atas pernikahan nya pak Bayu. Semoga anda segera di berikan momongan." Balas Gichel sembari mengulurkan tangannya. Bayu menyambut uluran tangan Gichel, ekspresi wajah pria itu terlihat lebih baik saat mendengar kata momongan dari Gichel.

"Ya, terimakasih karena sudah datang. Saya harap anda bisa menikmati pesta, tapi maaf sepertinya kami tidak bisa menemani lebih lama. Kami harus menemui tamu yang lain." Ucap Bayu. Gichel mengangguk, perempuan itu tersenyum kearah dua sejoli itu. "Silahkan, kami tidak masalah, kami bisa berkeliling sendiri." Jawab Gichel.

Bayu mengangguk sebelum pergi dengan Kania di pelukan nya, "Raja, Gichel. Kami duluan." Pamit Kania, sedangkan Bayu tidak menatap Raja sama sekali seolah pria itu tidak pernah ada di depan nya.

Setelah kepergian mereka, Gichel pun langsung menggeser tubuhnya dari dekat Raja. Perempuan itu menatap sang atasan dengan pandangan penuh kekesalan. "Pak Raja nggak harus sampai segitunya, gimana kalau orang lain salah paham!!"  perempuan itu mendelik saat melihat ekspresi wajah pria di sebelah nya tidak berubah sama sekali. Bukan wajah datar yang dilihat orang lain, melainkan wajah mengesalkan yang kini di tunjukan Raja padanya.

"Salah paham? Sejak saya bilang kamu harus mau kalau saya minta kamu jadi pacar saya, nggak ada celah buat kamu nolak. Jadi, Jangan jilat ludah kamu sendiri Gichel, kamu yang kasih saya tawarkan itu." Balas Raja santai. "Saya ingin melupakan Kania, peran kamu mungkin bisa menjadi salah satu alasan untuk saya melupakan perempuan itu." Lanjutnya.

Gichel diam, bola matanya bergetar saat mendengar kata-kata Raja. Benar, dirinya yang mengajukan terlebih dahulu. Seharusnya saat itu, Gichel tidak ikut campur terlalu banyak pada alur novel. Entah nasib buruk maupun baik yang penulis takdirkan untuk Raja, Gichel tidak harus ikut campur. Oleh karena itu, saat ini Gichel tengah dilanda perasaan bimbang. Tetap melanjutkan atau berhenti di sini untuk ikut campur dalam urusan Raja.

"Gichel! Gichel! Kamu kenapa? Kamu tidak enak badan? Wajah kamu kelihatan pucat." Panggil Raja saat melihat Gichel hanya diam melamun. Wajah perempuan itu pun terlihat sangat pucat saat ini, membuat Raja khawatir dengan kesehatan Gichel yang di perhatikan sejak awal seperti tidak baik-baik saja.

"H-hah? Apa? Saya baik-baik aja, mungkin saya butuh ke kamar mandi sebentar." Ucap Gichel linglung. Entah memang sengaja atau tidak, seperti nya Gichel tidak di berikan kebebasan oleh tuhan. Tubuh nya tiba-tiba terasa berat dengan nafas yang tersengal-sengal, dadanya pun sakit seperti tertimpa batu besar.

Perasaan mual muncul saat kaki nya mulai berjalan kearah kamar mandi. Mual ini membuat keadaan Gichel menjadi lebih parah saja, sehingga saat sampai di bilik kamar mandi yang kini tengah di tempat nya, Gichel pun ambruk karena seluruh tubuhnya lemas.

Gichel bingung harus bagaimana, keadaannya tidak memungkinkan untuk meminta bantuan kepada Raja. Akhir-akhir ini kesehatan nya semakin menurun, penyakit jantung yang dia derita semakin menggerogoti rasa percaya nya untuk hidup lebih lama lagi di kehidupan ini.

Jika melakukan operasi pun, tidak ada tanda-tanda seseorang yang akan mendonorkan jantungnya untuk Gichel. Percuma, untuk apa Gichel bertahan. Di dunia ini dirinya hanya sendiri, siapa yang akan membutuhkan.

"Gichel!!"

Di saat-saat kedua matanya akan terpejam, Gichel melihat seseorang yang mendobrak pintu bilik kamar mandi yang saat ini dirinya tempati. Entah lah siapa, mungkin saja Raja.

° ° °

Gimana buat part ini?
Alurnya mulai gajelas nggk sih? Aku bingung 😕 soalnya baru belajar juga nulis novel. Nggak tau harus kasih konflik apa yang sekiranya bisa bikin kalian tetep betah baca cerita aku.

Aku update sekarang aja ya, soalnya kalo besok nggak bakal sempet. Inget!!! Besok aku nggak update

Pokoknya, kalo ada yang mau di tanyain ataupun mau ngobrol-ngobrol sama aku, komen atau DM aku aja ya.

Babay

I Became The Protagonist's Secretary Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang