***Seorang gadis berponi terlihat berjalan keluar dari salah satu gate bandara dengan kacamata hitam di wajah kecilnya.
Setelah beberapa lama menempuh pendidikannya di luar negeri, hari ini gadis itu akhirnya kembali ke negara asalnya.
Menoleh ke kanan dan kiri, ia mencoba mencari wajah familiar di sekitarnya.
Tapi hingga beberapa menit, ia tidak menemukan satupun.
Tidak ingin ambil pusing, gadis berponi itu mengeluarkan benda kotak mahalnya dari salah satu saku celananya dan menghubungi nomor seseorang.
Tepat di dering ketiga, orang itu menjawab panggilannya.
"Pangeran kelinci, apa kau bisa menjemput anak ayam ini di bandara?"
Pemuda di ujung sana tidak bisa menahan senyumnya kala menerima panggilan itu.
"Aigo apa anak ayam sedang tersesat? Di mana induk ayam dan anak ayam yang lain?"
Gadis berponi itu bisa mendengar nada jahil dari si penerima panggilan. Ia mencebikkan bibirnya sebal.
"Kurasa mereka terlalu sibuk hingga melupakanku. Entahlah, aku tidak coba menghubungi satupun dari mereka. Aku tidak ingin menganggu."
Decakan singkat terdengar dari ujung sana. "Anak ayam ini benar-benar penyabar."
"Jadi apa kau bisa menjemputku, pangeran kelinci?"
Kekehan pelan kembali terdengar sebelum pemuda itu kembali menjawab. "Arasseo, tunggu aku di sana eoh? Tapi sepertinya aku baru bisa sampai satu atau dua jam lagi. Aku masih memiliki satu ujian lagi."
"Tidak masalah. Aku akan menunggumu. Gomawo pangeran kelinci."
"Apapun untuk anak ayam kesayanganku."
Panggilan itu terputus setelahnya.
Gadis berponi itu tidak bisa melunturkan senyumnya seraya menarik kopernya menjauh. Sepertinya ia akan tinggal di bandara itu dalam waktu yang lama.
***
"Apa aku masih memiliki jadwal hari ini?" Tanya Jennie begitu memasuki ruangannya setelah seharian mengikuti meeting.
Di umurnya yang masih 23 tahun, ia sudah memegang salah satu perusahaan milik ayahnya.
Park Corporation.
"A-aniyo sajangnim"
Kening Jennie berkerut heran saat mendeteksi adanya keanehan dari cara menjawab Sejeong, sekretarisnya. Biasanya, sekretaris yang sekaligus berstatus sebagai temannya itu tidak akan bersikap seformal ini selain saat dia melakukan kesalahan.
Menjengkelkan bukan? Ia sengaja menunjukkan sikap hormatnya dengan harapan dapat mengurangi amarah Jennie.
"Kenapa menjawabku seperti itu?"
"I-igeo---"
Jennie berbalik menatap Sejeong dengan tangan terlipat di depan dada. "Ada apa? Katakan saja sebelum kau membuatku marah."
"S-sebenarnya di jam 1 tadi, kau seharusnya ke bandara untuk menjemput Lisa." Akhirnya gadis itu berucap pasrah.
Mau bagaimanapun Jennie pasti akan tetap marah padanya entah bila ia memberitahunya sekarang maupun nanti.
"Mworago?!!"
Nah kan?
Jennie menatap jam di pergelangan tangannya dengan panik. Jarum pendeknya sudah mendekati angka enam yang berarti ia sudah benar-benar terlambat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral [On Going]
Fanfiction*** Semuanya terlalu sempurna Terlalu sempurna hingga aku tidak menyadari bahwa kesempurnaan hanya sebuah ilusi sementara yang akan berakhir di satu titik. Aku hanya terlalu naif untuk mempercayai segalanya akan bertahan selamanya *** Start: 03 Febr...