***Jisoo menyukai banyak hal di dunia ini. Bagi gadis berbibir hati itu, hanya ada beberapa hal yang dia benci. Dan rasanya itu mampu dihitung jari.
Tapi Jisoo bisa menyebutkan satu hal yang paling ia benci.
Jisoo membenci perpisahan.
Baginya perpisahan adalah hal paling tidak masuk akal di dunia ini.
Orang-orang berkata, apapun di dunia ini akan selalu berakhir dengan perpisahan. Itu benar. Jisoo tidak akan membantahnya. Namun karena itu juga, Jisoo paling membenci perpisahan.
Kenapa Tuhan harus menciptakan pertemuan bila akhirnya ia menciptakan perpisahan? Kenapa harus bertemu bila akhirnya akan terpisahkan? Bukankah itu berarti lebih baik tidak bertemu sama sekali?
Pikiran itu mengerumuni Jisoo ketika matanya tanpa sengaja menangkap sebuah keluarga kecil yang berada di depan ruang ICU, menangis meraung-raung seolah sebagian nyawa mereka baru saja dirampas oleh malaikat maut.
Apa seperti itu rasanya perpisahan yang abadi? Bila begitu, Jisoo tidak ingin satupun dari keluarganya merasakannya.
Bukan berarti Jisoo meminta mereka untuk pergi lebih cepat. Ia hanya tidak ingin mereka merasakan kesakitan yang seperti itu. Bila memang harus berpisah, Jisoo harap cukup dirinya saja yang merasakan perpisahan.
Gadis berbibir hati itu menggelengkan kepalanya mengumpulkan semua pemikirannya yang sudah melayang jauh.
Kenapa juga ia harus memikirkan hal seperti itu? Waktu mereka masih sangat panjang bukan? Ia akan memikirkan masalah perpisahan itu ketika waktunya tiba nanti.
Atau mungkin saja Tuhan memberikan perlakuan spesial untuk keluarganya hingga mereka tidak perlu merasakan perpisahan. Itu mungkin saja bukan?
Dengan sebuah totebag di tangannya, Jisoo melanjutkan langkahnya melewati bangsal ICU yang sedikit memberikan hawa mencekam untuknya.
Setelah jam kerjanya selesai tadi, Jisoo menyempatkan dirinya untuk pulang dan mengambil makan malam buatan Jihye tanpa mampir menengok Lisa, berhubung Chaeyoung ada di sana menemaninya. Gadis blonde itu memberitahunya bahwa Lisa sedang tidur.
Jennie sendiri belakangan ini sangat jarang mengunjungi Lisa karena kerjaannya yang menumpuk di kantor.
Sedikit aneh sebenarnya, mengingat si kucing itu yang paling menolak keras saat Lisa meminta mereka semua untuk kembali beraktivitas dan tidak perlu menjaganya.
Membawa kakinya menuju lift, Jisoo menekan angka 12, di mana kamar rawat VIP berada.
Benda kotak besi itu bergerak naik, membawa Jisoo menuju lantai yang ditujunya. Dan tidak butuh waktu lama Jisoo telah melangkah keluar dari lift.
Membuka pintu kamar rawat Lisa tanpa mengetuknya, Jisoo dibuat bingung saat menemukan Sohee di dalam sana.
Tidak hanya itu, wanita itu juga terlihat sedang memeriksa kondisi Lisa. Bukankah pemeriksaan rutinnya biasa dilakukan di jam 8 malam? Saat ini bahkan belum menunjukkan pukul 7, kenapa Sohee datang lebih cepat?
Baru saja ingin membuka mulutnya untuk bertanya, Jisoo membatalkan niatnya saat ia berada cukup dekat dengan matanya yang lebih dulu menangkap wajah adik bungsunya.
Hanya dengan sekali lihat, Jisoo menyadari ada sesuatu yang salah dari Lisa.
Wajah kecilnya yang beberapa hari belakangan mulai berangsur memancarkan rona sehat, kini kembali terlihat pucat.
Gadis berponi itu juga masih memejamkan matanya, mungkin sama sekali belum pernah membukanya bahkan sejak Chaeyoung mengabarkan Jisoo sore tadi.
Jisoo tidak perlu repot-repot untuk menggunakan stetoskopnya atau bahkan mendengar hasil pemeriksaan Sohee untuk mengetahui bahwa kondisi Lisa menurun.
KAMU SEDANG MEMBACA
Ephemeral [On Going]
Fanfic*** Semuanya terlalu sempurna Terlalu sempurna hingga aku tidak menyadari bahwa kesempurnaan hanya sebuah ilusi sementara yang akan berakhir di satu titik. Aku hanya terlalu naif untuk mempercayai segalanya akan bertahan selamanya *** Start: 03 Febr...