Part 30

883 128 20
                                    


***
"Kita tidak bisa mengendalikan perasaan setiap orang."
***

"Aku bersumpah akan menghancurkannya hingga sebutir debu pun akan memandang rendah dirinya!"

Jennie melemparkan map hitamnya ke atas meja, menimbulkan bunyi bedebam yang cukup besar.

Sejeong menggigit bibirnya dengan tubuh merinding ketakutan.

Lama menjadi teman sekaligus sekretaris dari seorang Park Jennie telah memberikan Sejeong berbagai pengalaman mengenai bentuk kemarahan gadis bermata kucing itu.

Tapi jujur saja, ia tidak akan pernah terbiasa.

Terlebih saat Jennie menjelma menjadi seekor harimau seperti saat ini.

"Sajangnim, tenangkan dirimu---"

"Tenang?!" Jennie mengalihkan tatapan tajamnya pada Sejeong.

Okey, sepertinya Sejeong salah berbicara.

"Kau menyuruhku tenang?! Setelah apa yang dia katakan mengenai ketiga saudariku?!!"

"Dia tidak bermaksud untuk menghina ketiga saudarimu, sajangnim." Sejeong mencoba untuk menjelaskan. "Dia hanya berusaha untuk memujimu agar---"

"Persetan dengan pujian untukku!" Teriak Jennie yang berhasil membuat Sejeong terbungkam. "Aku tidak membutuhkannya!"

Ruangan itu menjadi senyap.

Sejeong menciut begitu saja. Tidak lagi berani melontarkan kalimat apapun.

Gadis berkuncir itu cukup merasa kasihan pada Kim Donghwa, pemilik perusahaan tekstil terkemuka yang awalnya berniat membangun kerjasama dengan Park Corporation.

Sayang sekali taktik bisnis yang ia gunakan salah.

Pria itu berniat untuk memuji Jennie, mengatakan bahwa putri kedua Park Haesoo itu memiliki kecerdasan yang lebih dibanding saudarinya. Itulah mengapa Jennie bisa sukses dan membuat pria Kim itu tertarik untuk bekerja sama dengan Jennie.

Sialnya, setelah melontarkan kalimat itu, Jennie justru membatalkan kerja sama mereka secara sepihak. Padahal bahkan belum berselang lima menit sejak mereka menandatangani perjanjian kerja sama.

Sejeong hanya bisa menggeleng tidak percaya.

Jennie memejamkan matanya, menarik nafas panjang berusaha meredam emosinya.

Ia mengambil beberapa lembar kertas yang tercecer di mejanya, mengumpulkannya menjadi satu untuk mengipas wajahnya yang mendadak terasa panas. Masa bodoh kertas apa yang digunakannya itu.

"Dengar, Sejeong," ucap Jennie setelah beberapa saat. "Aku---"

Ting! Ting! Ting!

Dentingan berulang dari benda kotak di depannya menghentikan ucapan Jennie. Ia menjulurkan tangannya, memungut ponselnya yang tergeletak di atas meja.

Sejeong menghembuskan nafas lega dengan mata terpejam selama sesaat. Setidaknya amarah Jennie sedikit teralihkan.

Namun ketika membukanya, gadis itu bahkan harus mengedipkannya beberapa kali untuk memastikan penglihatannya.

Apa ia tidak salah lihat?

Seolah tidak baru saja mengeluarkan amukannya beberapa menit yang lalu, kini gadis bermata kucing itu terlihat tersenyum penuh, menampakkan dua pipi mandunya yang menggembul.

"Sajang---" Sejeong menggeleng menghentikan ucapannya. "Ani, maksudku, Jennie-ya, gwenchana?"

Masih dengan senyum lebar di wajahnya, Jennie meletakkan ponselnya pelan setelah sebelumnya mengetikkan sesuatu di sana.

Ephemeral [On Going]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang