17

361 49 6
                                    

Setelah makan siang tadi Naya memilih untuk kembali ke kamarnya yang untungnya dokter Satria tidak lagi mencegahnya karena memiliki jadwal.

Tapi yang apesnya adalah David malah mengantarnya ke kamar inapnya dengan alasan.

"Nanti kamu jatuh dijalan."

Begitu ucap David, dokter Jaden,dan dokter Satria pun menyetujui nya bahkan ketika Naya sudah bersikeras menolaknya, tapi namanya 3 lawan 1 ya jelas dia kalah lah.

Dan disinilah Naya sekarang,berjalan dikoridor bersama David di sampingnya menjaganya supaya tidak tersandung atau apapun karena kakinya juga sedang sakit sekarang.

Tak ada percakapan diantara keduanya, David dan Naya sama-sama diam tak ada yang membuka obrolan sama sekali.

David sedari tadi terus menerus menatap ke arah Naya yang Naya sendiri tidak tau apa arti tatapan itu.

Memasuki lift baru saja Naya mau memencet tombol lantai 6, tapi David sudah terlebih dahulu memencet nomor 4.

Naya menoleh bingung, "Dok, kamar saya ada di lantai 6," ucapnya.

David tidak menanggapinya.

Naya menghela nafas dan ingin kembali memencet nomor 6, tapi David menghalanginya dengan memegang tangannya.

"Lepasin dok!." Naya berusaha melepaskan genggaman tangan David dari tangannya.

"Diam."

Suara tegas David membuat nyali Naya menjadi ciut seketika, dia jadi heran kenapa dirinya menjadi sangat penakut di dekat orang-orang yang ada di mimpinya dan akhirnya Naya memilih pasrah.

Tak lama lift sampai di lantai 4, David berjalan keluar menarik tangan Naya, tapi yang ditarik menahan tubuhnya dengan berpegangan pada besi yang ada di dalam lift, Naya juga menggunakan tongkatnya untuk menguatkan pertahanannya.

"Dokter mau bawa saya kemana? Kamar saya ada dilantai atas, kalau dokter mau turun disini ya silahkan," ucap Naya panjang sembari terus mengeratkan pegangannya.

Naya tidak mau kembali diculik dan dikurung, sudah cukup dokter Satria yang menyuliknya tadi dan membuatnya mati kebosanan.

Melihat penolakan dari Naya, tanpa aba-aba David langsung mengangkat tubuh Naya ke dalam gendongannya keluar lift dan berjalan menuju salah satu kamar yang ada dilantai itu.

Naya memberontak,"Dokter! Turunin saya dok! Saya mau dibawa kemana!?," Teriak Naya.

Sudah dua kali tubuhnya diangkat begitu saja hari ini.Kepala Naya pusing karena David menggendongnya seperti mengangkat karung beras.

Naya menepuk-nepuk punggung David agar menurunkannya, tapi tidak dihiraukan sama sekali, David terus berjalan tak perduli dengan tatapan orang-orang yang dilewatinya.

Sesampainya di kamar yang dituju Naya pun diturunkan diatas ranjang rumah sakit.

Naya langsung memegang kepalanya yang pusing karena digendong dengan cara terbalik seperti itu, dia rasanya mau muntah.

Plak!

"Dokter apa-apaan sih! Kepala saya pusing jadinya! " serunya kesal sambil membuahkan sebuah pukulan kecil di lengan David.

David tidak menjawabnya, dia hanya terus menatap ke arah Naya, matanya tak lepas dari gadis di hadapannya ini.

Naya mengedarkan pandangannya melihat sekitarnya,ternyata David membawanya kembali ke kamar mewah tempatnya terbangun hari itu.

"Dokter kenapa bawa saya kesini?," Tanyanya sambil melihat ke arah David.David tak memberi reaksi membuat Naya mendengus kesal.

"Kenapa sih!? Daritadi ngeliatin Mulu! Bicara juga nggak, mau apa dokteeer saya ngantuk mau tidur mau istirahat!"

Naya mengomel karena tubuhnya sangat lelah sekarang, dia mengantuk setelah makan siang tadi.Dan tanpa diduga David memeluk tubuh Naya dengan erat menenggelamkan wajahnya di cekuk leher Naya.

"Maaf," gumamnya.

Naya diam membeku,"D-dokter kenapa?," Tanyanya dengan gugup.

Kenapa David memeluknya? Dan lagi ucapan minta maaf itu ditujukan untuk apa?.

"Maaf," gumam David sekali lagi makin mengeratkan pelukannya.

Naya berusaha melepaskan pelukan David yang begitu erat di tubuhnya.

"Aduh! Lepas dok saya gak bisa nafas!," Seru Naya merasakan pelukan David yang begitu erat.

David melepaskan pelukannya dan beralih menatap Naya dengan pandangan sendu.

"Maafin Abang," lirihnya.

Naya mengerutkan alisnya tidak mengerti apa yang dimaksud David.

Deg!

Tapi sesaat kemudian dirinya seketika tersadar akan satu hal.

Naya membelalakkan matanya menatap terkejut ke arah David yang masih menatapnya dengan tatapan sendu.

"D-dok-"

"Maafin Abang dek."

Ucapan Naya terpotong oleh ucapan permintaan David.

Jantung Naya berdegup kencang, ada banyak hal yang dipikirannya saat ini.

Tentang permintaan maaf David, apakah tujuannya sama seperti yang ada dipikirannya?

Apakah yang dipikirkannya saat ini benar-benar terjadi?

Ini tidak mungkin!

Bruk!

David menjatuhkan tubuhnya dan berlutut dihadapan dan menggenggam tangannya.

"Hiks! Maafin Abang dek! Maaf, maaf, maaf!"

David berlutut sambil menangis dihadapannya, dia menumpukan kepalanya di pangkuan Naya dan menggenggam tangannya sambil terus meminta maaf.

"Hiks! Maaf karena Abang kamu jadi- hiks!." David tidak bisa melanjutkan kata-katanya.

"Dokter jangan begini dok, ayo berdiri." Naya mencoba membuat David kembali berdiri tapi David tak mendengarkannya sama sekali.

David menguatkan tangisannya dan menangis tersedu-sedu dihadapan Naya.David tidak berhenti menggumammkan kata maaf dari mulutnya sedari tadi.Kata maaf yang terdengar sangat menyedihkan, dan penuh penyesalan.

"Hiks! Maafin Abang dek!, Abang nyesel!, tolong jangan tinggalin Abang!, Abang mohon!" David terus meracau meminta Naya tidak meninggalkan nya.

Hal itu makin menguatkan spekulasi Naya dan membenarkan apa yang ada dipikirannya sejak tadi,yang mana sebenarnya dia juga tidak begitu mempercayainya.

Naya harus memastikannya, dia menepuk-nepuk pundak David.

"Dokter berdiri dulu," pintanya.

David yang mendengar itu langsung menurutinya, dan dapat Naya lihat wajah David yang sekarang penuh dengan air mata, bahunya terguncang karena Isak tangisnya.

Naya mengusap air mata David, "Jangan nangis dok."

David mengambil alih tangan Naya dan menaruhnya di pipinya lalu kembali menguatkan tangisannya.

Dirinya begitu sedih mendapatkan perlakuan seperti ini dari Naya, dia begitu sedih mengingat mimpi yang didapatkannya semalam.

Dadanya sangat sesak apabila kembali mengingat mimpinya semalam.

"Hiks! Maaf," lirihnya kembali.

"Jangan minta maaf lagi dok, aku bahkan gak tau dokter minta maaf buat apa," balas Naya.

"Jadi kalau dokter gak keberatan bisa tolong jelasin?" Lanjutnya.Dia harus memastikan sesuatu.

David menghela nafas mencoba menghentikan tangisannya.

Setelah beberapa saat diapun bisa kembali tenang dan beralih menatap Naya.

"Udah tenang?" Tanya Naya

David mengangguk.

"Jadi?"

"Saya-"

***

Hellow 🙂🔥

Write: 13,2,24
Pub:  27,2,24

It's A Dream?✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang