55

180 27 7
                                    

Malam harinya masih pada hari yang sama.

Saat ini Naya dan para anak-anak Wilson sedang berkumpul di ruang keluarga rumah itu, kebetulan sekali Jun dan David yang biasanya sangat sibuk bisa ikut berkumpul hari ini.

Naya duduk di sofa panjang sambil meluruskan kakinya, hari ini entah kenapa kakinya kembali terasa nyeri padahal dia tidak melakukan aktivitas berat apapun. Sedari tadi dia berusaha untuk meredakan nyeri di kakinya, ingin ia pijat tapi pasti tidak akan terasa karena kakinya di gips,jadi Naya hanya memijat bagian pahanya saja.

Oh,iya. Ada satu hal yang baru Naya sadari setelah beberapa hari tinggal bersama mereka.

Dimana Bagas dan Agnes? Dimana orang tua mereka? Naya sama sekali tidak pernah melihat kehadiran keduanya, apakah mereka sedang ada di luar negeri sekarang? Tapi kalau begitu kenapa anak-anak Wilson tak pernah membahas keduanya? Bahkan foto dari mereka juga tidak pernah Naya lihat selain di artikel yang naya lihat hari itu.

"Mau nanya," ucapnya membuat mereka seketika memusatkan perhatian pada Naya.

"Nanya apa?" Balas Kevin dengan nada ramah, pemuda itu duduk di bawah tepat di depan sofa yang didudukinya.

Naya menatap mereka dengan ragu, sebenarnya dia juga tidak enak menanyakan hal ini. Tapi Naya sudah terlanjur penasaran, dan lagi dia tidak akan bisa mencari alasan untuk menghindar.

"Tanya aja gak usah takut," ujar Jun seolah mengerti kalau Naya ragu untuk bertanya.

Naya hanya cengengesan tidak jelas, lalu kemudian menghirup nafas dalam-dalam.

"Emm... Orang tua kalian mana? Kok gw gak pernah ngeliat mereka yah?" Tanya Naya dengan hati-hati, suaranya bahkan makin mengecil seiring bertanya.

Mendengar pertanyaan Naya sontak membuat semua anak Wilson terdiam tanpa suara, mereka dengan kompak melirik satu sama lain dan kemudian menatap ke arah kedua anak tertua.

Naya yang melihat keterdiaman mereka pun merasa bersalah, apakah dia salah berucap?

"K-kalau gak mau dijawab gak papa kok!" Ucapnya cepat, dia tidak mau menimbulkan masalah karena terlalu kepo. Ia kemudian berusaha mengalihkan topik dengan meminta cemilan yang ada di depan Kevin.

"Mereka sudah lama meninggal," ujar Jun yang tanpa di duga membuat Naya menoleh dengan tatapan terkejut.

"What!??- UHUK! UHUK! " Naya sampai tersedak lirunya sendiri karena mendengarnya.

"J-jangan bercanda deh!" Serunya berusaha menyangkal ucapan Jun.

"Jun tidak bercanda, memang seperti itu kenyataannya," ujar David membenarkan perkataan Jun.

"B-beneran??" Naya mengguncang bahu Kevin yang berada di depannya menuntut sebuah jawaban.

Dan ternyata Kevin mengangguk membenarkan ucapan kedua kakaknya. Naya menatap Kevin tak percaya, ia kemudian beralih menatap Sam, Arthur, Justin, dan Travis untuk kembali memastikan. Dan lagi-lagi jawaban yang sama.

Tanpa disadari Naya meneteskan air matanya, merasa sedih akan fakta yang ia dapatkan karena ternyata Bagas dan Agnes sudah meninggal di dunia nyata. Kalau keduanya sudah meninggal, kenapa Naya bisa memimpikan keduanya? Naya bahkan belum pernah bertemu dengan keduanya secara langsung, ia baru mengetahuinya lewat mimpinya.

"Kok bisa? Kapan?" Tanya Naya dengan suara berbisik, ia menatap Jun dengan tatapan berkaca-kaca.

Jun menghela nafasnya, "mereka kecelakaan pesawat, 7 tahun yang lalu."

Jun kembali mengingat saat dimana hari orang tuanya kecelakaan. Saat itu dia baru saja lulus kuliah, David juga masih koas di rumah sakit keluarnya. Arthur,dan Kevin masih SMA, sedangkan Sam,Travis,dan Justin masih SMP kala itu.

Dia masih bisa merasakan betapa terpukulnya mereka saat mengetahui kalau orang tua mereka sudah tidak ada lagi, meskipun Jun tidak terlalu dekat dengan ibunya tapi dia cukup dengan dengan ayahnya. Keduanya sering membahas bisnis bersama-sama sampai tengah malam, kadang David juga ikut bergabung dengan mereka.

Justin dan Sam yang notabennya sangat dekat dengan ibu mereka pun tak berhenti menangis hari itu, keduanya menangis tersedu-sedu di samping jenazah sang ibu. Keduanya sudah mengerti kalau ibu mereka tidak akan bisa bersama mereka lagi, sang ibu sudah tidak bisa membuatkan segelas susu untuk mereka setiap paginya.

Dan sejak hari itu, Jun mulai mengambil alih perusahaan yang dibangun ayahnya, sementara David mengambil alih rumah sakit yang dulunya di urus oleh ibu mereka, meskipun sedikit kerepotan karena saat itu David masih koas, tapi Jun selalu ada membantu David ketika sedang kesusahan.

Keduanya bekerja sama untuk menggantikan orang tua mereka dan memenuhi kebutuhan kelima adik mereka, yang untungnya saja kelima adik mereka juga tidak pernah berbuat macam-macam yang menyusahkan mereka. Ya, ada beberapa kenakalan kecil yang wajar di perbuat di usia remaja, tapi tidak lebih dari itu.

Selebihnya semuanya berjalan lancar, tidak ada masalah yang begitu besar membuat mereka sangat kesulitan. Masalah besar yang terakhir kali mereka dapat hanyalah kebakaran rumah sakit Wilson yang baru saja terjadi hari itu,saat ini Jun dan David masih berusaha untuk mencari pelaku yang nekat membakar rumah sakit mereka.

"M-maaf udah nanya kek gitu," ucap Naya meminta maaf dengan suara seraknya, dia sedari tadi menangis dalam diam.

Jun menoleh dan tersenyum, "tidak usah minta maaf, kamu gak salah. Kamu cuman nanya karna penasaran kan?" Naya mengangguk.

Memang Naya bertanya hanya karena penasaran tapi dia tidak menyangka akan fakta sedih yang akan ia dapat.

"Jangan nangis." Arthur bangkit dari duduknya dan mengambil duduk di sofa yang sama dengan Naya dan mengusap air mata gadis itu.

"C-cuman sedih nginget mama juga udah gak ada, hehehe," ujar Naya separuh berbohong.

"Tapi kayaknya yang harus lebih sedih kalian,karena gw masih punya bapak sedangkan kalian udah gak punya keduanya," sambungnya, dia kembali meneteskan air matanya, dirinya jadi terbawa suasana jadi tidak bisa mengontrol air matanya untuk tidak menangis.

"Kami sudah ikhlas, ya meskipun 2 tahun pertamanya sangat susah untuk iklhas tapi untuk sekarang kami cukup mengingatnya sebagai kenangan saja," sahut Sam berjalan mendekat ke arah Naya.

Naya yang mendengarnya tambah sedih, "huhuhuhu.... Sediiiih..." Naya menangis, ia merentangkan tangannya ingin memeluk Sam bermaksud ikut bersimpati dengan apa yang mereka alami.

Ternyata di balik kesuksesan keluarga ini ada tujuh ada yang kehilangan kedua orang tua mereka di umur mereka yang masih sangat muda. Naya semakin merasa bersalah karena membenci mereka, tapi dia juga tidak bisa menyangkal kalau dia juga takut dengan mereka.

Sam menyambut tubuh Naya dan membawa gadis itu masuk ke dalam pelukannya,keduanya berpelukan dengan erat. Ia menepuk-nepuk punggung Naya dengan pelan berusaha menenangkan Naya.

"Sssttt... Udah jangan nangis," kata Sam memberikan kata penenang.

Jadilah Naya melewatkan malam itu sambil menangis di pelukan Sam, doakan saja semoga besok matanya tidak bengkak karena kebanyakan menangis.

***

Write: 17,07,24.
Pub:26,07,24.

It's A Dream?✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang