Mata Naya terbuka secara perlahan mencoba menerima cahaya yang menimpa dirinya, memicingkan mata mencoba menyesuaikan.
Setelah beberapa saat kemudian Naya pun bisa melihat dengan jelas dimana ia berada sekarang ini.Melihat ke sekelilingnya, ia berada di dalam kamar dengan sebuah balkon.
Samar-samar dia mendengar suara deburan ombak,ketika dia menoleh ke arah balkon yang terbuka dia bisa melihat pemandangan dari birunya laut yang tenang.
Tiba-tiba saja jantungnya berdetak kencang karena kembali merasa Deja vu, Naya pernah ada dalam situasi ini. Dimana ia terbangun di dalam sebuah kamar di dampingi dengan suara deburan ombak, dia pernah mengalami hal ini.
Lebih tepatnya dia pernah mengalami hal ini di mimpinya.
Naya masih ingat apa yang terjadi saat itu. Ia dibawa lebih tepatnya diculik oleh anak-anak Wilson ke tempat yang Naya tak tahu kemana, beberapa hari tepat sebelum ia meloncat dari balkon kamar dan meninggal.
Bulu kuduk Naya merinding mengingat kejadian itu, dan sekarang apakah dia akan mengalami hal itu juga? Mengingat keberadaannya sekarang,semua seolah-olah kembali mereka ulang beberapa kejadian di dalam mimpinya.
Kalau memang begitu berarti firasatnya selama ini memang benar, tidak seharusnya dia berhubungan dengan orang-orang yang ia temui di dalam mimpinya. Dan itu berarti mimpinya adalah sebuah pertanda yang harus ia ingat agar tak kembali mengalami kejadian yang sama seperti di mimpinya.
Naya mencoba berdiri dan beranjak dari kasur yang ia tempati sekarang,tapi entah kenapa kakinya begitu lemas tidak bisa ia gerakkan, ia bahkan nyaris tidak merasakan kakinya sama sekali. Beberapa Ki dia mencoba hasilnya tetap sama, ia tidak bisa bergerak.
"Sshh... Ini kaki kenapa?" Gumamnya bertanya pada dirinya sendiri.
Ceklek!
Suara pintu terbuka mengalihkan perhatiannya dan muncul dokter Jaden dari balik pintu sambil membawa nampan berisi makanan dan segelas air putih untuknya.
Naya menatap takut-takut pada dokter Jaden yang berjalan dengan tatapan datar, pria itu meletakkan nampan yang ia bawa di atas nakas lalu beralih menatap ke arah Naya.
Masih dengan tatapan datarnya ia terus menatap ke arah Naya yang mulai was-was,bahkan tanpa disadari Naya memundurkan tubuhnya menjauh dari dokter Jaden.
Tatapan dokter Jaden membuat Naya takut, ia belum pernah mendapatkan tatapan seperti itu dari dokter Jaden. Dokter Jaden yang ia tahu tidak seperti ini, dia terlihat sangat asing di mata Naya.
"Sarapan," ujar dokter Jaden dengan nada datarnya.
Naya tersentak kaget mendengar ucapan dari pria di hadapannya itu, ditambah dengan dokter Jaden yang memberikan sepiring makanan yang ia bawa tadi ke arah Naya.
Naya hanya diam tidak menerima ataupun mengatakan apapun, dia hanya diam sambil terus menatap takut ke arah dokter Jaden.
Dokter Jaden yang seolah-olah mengerti dengan apa yang Naya pikirkan sekarang pun menghela nafas, dokter itu melembutkan tatapannya. Tatapan yang biasa ia berikan pada Naya saat keduanya berbicara.
"Ayo,dimakan Naya," ucap dokter Jaden sekali lagi mencoba membujuk gadis di hadapannya ini.
Naya masih bergeming, dia beralih menatap makanan yang diberikan kepadanya.
"Saya gak taruh racun disini, dan tidak usah khawatir,saya gak bakalan ngapa-ngapain kamu. Jadi sebaiknya kamu cepat makan sebelum Satria yang datang kemari," kata dokter Jaden yang seketika membuat Naya tersadar.
Dia kembali mengingat bagaimana perbedaan sikap yang dokter Satria tunjukkan kemarin, pria itu bahkan dengan santainya melihat adiknya sendiri dipukuli oleh orang di sampingnya ini sampai babak belur.
Naya juga kembali mengingat betapa kasarnya dokter Jaden dan dua dokter lainnya saat memukuli Juan.
Oh iya! Juan!
Bagaimana keadaan pemuda itu sekarang!?
Dengan spontan Naya langsung menatap dokter Jaden dengan tatapan panik.
"D-dokter, keadaan Juan sekarang gimana? Dia ada dimana sekarang? Dia baik-baik aja kan?" Tanya Naya dengan panik mengingat betapa parahnya kondisi Juan kemarin.
"Dia sudah diobati dan udah baik-baik saja, kamu gak perlu khawatir," balas dokter Jaden menjawab pertanyaan Naya, tangannya masih menyodorkan piring berisi makanan pada Naya.
"Terus dia ada dimana sekarang?" Tanya Naya sekali lagi, dia ingin bertemu dengan Juan untuk memastikan kalau pemuda itu memang sudah baik-baik saja.
"Maaf, saya tidak bisa memberi tahu. Kalau kamu memang mau tau dia dimana, tanya sendiri kepada Satria nanti," ucap dokter Jaden menolak memberitahu keberadaan Juan sekarang.
"Saya mohon dokter, saya cuman mau ngeliat dia sebentar buat mastiin dia baik-baik aja," mohon Naya, matanya sudah memelas.
"Maaf, tidak bisa," tolak dokter Jaden dengan tegas.
"Tapi dokter-"
"Sepertinya kamu sangat khawatir dengan Juan."
Dokter Satria tiba-tiba muncul menginstrupsi percakapan keduanya. Pria dengan setelan kemeja dan celana bahan berwarna navy itu mendekat ke arah Naya dengan tangan yang dimasukkan ke saku,dengan tatapan tajam menambah kesan intimidasi yang Naya rasakan.
Dokter Satria berhenti tepat di sebelah Naya, ia menatap lekat ke arah Naya yang membalas tatapannya dengan takut-takut.
"Dia baik-baik saja tidak perlu dikhawatirkan sebegitunya," ujar dokter Satria dengan tenang,tapi entah kenapa terdengar sedikit nada ancaman di dalamnya.
"S-saya cuman khawatir apa salahnya? Dan harusnya yang lebih khawatir itu dokter,karena Juan itu adiknya dokter. Apa gak ada rasa khawatir setitikpun di pikiran dokter?" Entah keberanian dari mana, Naya dengan lugas mengatakan hal tersebut ke arah dokter Satria.
Dokter Satria hanya mengedikkan bahunya acuh,ia mengambil alih piring yang ada di tangan dokter Jaden lalu mengambil duduk di dekat Naya, ia menyuruh dokter Jaden keluar yang langsung dituruti oleh pria itu.
"Saya lebih gak peduli sih," ujar dokter Satria santai.
"Tapi dia adik dokter, dan dokter itu kakaknya," balas Naya tak habis pikir.
Dokter Satria kembali menatap Naya dengan lekat, "dalam mencapai sesuatu yang saya inginkan, saya gak peduli dengan siapa saya akan berhadapan. Jika itu menghalangi jalan, saya gak akan segan-segan buat menyingkirkan dia."
"Baik itu keluarga,adik,atau siapapun saya gak perduli. Yang saya mau hanya keberhasilan saya mencapai tujuan."
Naya tertegun mendengar kata-kata yang keluar dari mulut dokter Satria, dia tidak menyangka kalau dokter Satria merupakan orang yang seperti ini. Sangat berbanding terbalik denga apa yang ia lihat di mimpinya.
"Sekarang kamu makan," titah dokter Satria menyodorkan sesendok nasi ke arah Naya.
Naya hanya diam tak menerima suapan itu, matanya menatap kosong ke arah jari-jarinya.
"Cepat makan Naya, jangan menguji kesabaran saya. Ingat kamu sudah janji akan menuruti apa yang saya mau, kalau kamu ingkar Juan akan kembali menerima akibatnya," ujar dokter Satria dengan nada datar.
Naya yang mendengarnya pun dengan cepat membuka mulut menerima suapan dari dokter Satria membuat pria itu tersenyum.
"Good girl."
Naya hanya diam, biarkanlah dia menerima semua ini terlebih dahulu. Nanti dia akan mencari cara agar bisa lepas dari kekangan dokter gila di hadapannya ini.
Doakan saja semoga Naya berhasil.
***
Write:10,08,24.
Pub:27,08,24.
KAMU SEDANG MEMBACA
It's A Dream?✔️
Ficção GeralMakasih udah mampir *** book ke 2 Being a sister baca being a sister dulu baru baca ini *** Jadi semuanya tidak nyata? Apa yang ia alami itu hanyalah mimpi? Tapi kenapa semuanya begitu nyata? Ini tentang Naya yang mencoba menghindari kejadian yang...